Tenaga Kesehatan Gaza Tewas di Dalam Ambulansnya Sendiri

Tenaga Kesehatan Gaza Tewas di Dalam Ambulansnya Sendiri

BBC Indonesia - detikNews
Senin, 19 Feb 2024 09:09 WIB
Mahmoud (kanan) ditenangkan oleh rekannya ketika momen traumatis setelah ia mengetahui ayahnya telah tewas (Feras Al Ajrami)
Gaza City -

Peringatan: Artikel ini berisi deskripsi kematian dan cedera yang bisa mengganggu kenyamanan Anda.

Kabar itu datang sekitar pukul 14:00 siang. Petugas paramedis, Mahmoud al-Masry, dan seluruh timnya saat itu berada di rumah sakit al-Awda di Gaza utara, menunggu penugasan berikutnya.

Kemudian, pihak pemberi tugas mengumumkan ambulans nomor 5-15 terkena serangan tim ayah Mahmoud yang juga merupakan seorang paramedis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahmoud dan rekan-rekannya bergegas pergi ke tempat kejadian untuk mengetahui apa yang terjadi.

Ketika mereka sampai di sana, mereka melihat ambulans sudah hancur berantakan dengan potongan logam bengkok di pinggir jalan.

ADVERTISEMENT

Mahmoud berlari menuju reruntuhan, namun ia menemukan semua orang di dalamnya "benar-benar terbakar dan [tubuhnya] tercerai-berai".

Sebuah film dokumenter BBC Arab yang mengikuti paramedis pada bulan pertama perang itu menangkap reaksi Mahmoud ketika ia menyadari bahwa ayahnya, Yosri, dan dua anggota tim paramedis lainnya telah tewas.

"Wajahnya tidak memiliki ciri fisik yang tersisa," Mahmoud terisak.

Paramedis membawa kantong jenazah dari ambulans yang hancur, 11 Oktober

Tim paramedis tiba di lokasi dan menemukan ambulans telah hancur dan tiga anggota tim paramedis tewas (Feras Al Ajrami)

Insiden itu terjadi pada 11 Oktober, lima hari setelah perang.

Tubuh Yosri Al-Masry yang tak bernyawa dibungkus dengan kain kafan putih, bersama dengan helmnya yang berlumuran darah.

Di pemakaman, Mahmoud berlutut di sampingnya, mengusap air mata dan menggelengkan kepalanya, rekan-rekannya berkumpul di dekatnya.

Kisah mereka dijadikan film dokumenter oleh jurnalis Gaza, Feras Al Ajrami, bertajuk Gaza 101: Emergency Rescue.

Setelah kematian ayahnya, Mahmoud yang berusia 29 tahun, yang ia sendiri adalah ayah dari tiga anak, mengambil cuti beberapa minggu.

Baca juga:

Namun, Mahmoud mengatakan bahwa meskipun ia merasakan kesedihan yang mendalam, ia ingin kembali bekerja.

"Dorongan batin saya adalah agar dapat melayani masyarakat Palestina," katanya.

Ia memilih gambar latar di ponselnya sebuah foto yang menunjukkan wajah ayahnya, "jadi saya bisa terus melihatnya, pagi hingga malam".

Saat-saat terakhir mereka bersama hanyalah beberapa jam sebelum Yosri meninggal. Ia meminta Mahmoud untuk membuatkannya secangkir kopi, yang ia minum sebelum salat siang.

Kemudian, ambulans Yosri ditugaskan keluar dan dia pergi.

Dua hari sebelumnya, Mahmoud sempat terluka dan dibawa ke rumah sakit menggunakan tandu akibat pecahan peluru yang melekat di leher dan punggungnya.

Ayahnya menangis di sisinya. "Ia sangat khawatir," kata Mahmoud.

Ayah Mahmoud, Yosri Al-Masry, sebelum dibunuh

Ayah Mahmoud, Yosri, juga bekerja sebagai paramedis di PRCS (Feras Al Ajrami)

Tetapi, ketika Mahmoud memikirkan ayahnya beberapa pekan setelah ia meninggal, momen ketika ia berdiri di samping ambulans hancur masih menghantuinya.

"Setiap kali saya duduk sendirian, saya mengalaminya lagi... Saya bergegas menuju ambulans, saya bergegas menuju ayah saya, saya terkejut menemukannya tercabik-cabik dan saya hampir pingsan," katanya.

Mahmoud sudah bekerja sebagai paramedis selama tujuh tahun, dan pada saat itu, ia berbasis di Jabalia di Gaza utara, sebagai bagian dari tim Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).

Film dokumenter itu mengikuti kru ambulans dari unit tersebut selama sebulan setelah 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangannya terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang dan Israel memulai serangan militernya yang intens.

Paramedis di Gaza menangani mayat anak-anak

Lebih dari 10.000 warga Gaza telah tewas dalam bulan pertama, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. Mereka menyatakan jumlahnya telah meningkat menjadi lebih dari 28.000.

Setelah merekam paramedis dari jarak dekat, saat mereka berkendara menyusuri lorong-lorong gelap dan menggendong tubuh bayi yang terluka, serta mengungkapkan bagaimana kehidupan pribadi dan profesional mereka tumpang-tindih.

Hal itu menunjukkan trauma yang mereka hadapi, terutama ketika mereka harus menangani mayat-mayat anak.

Pada hari-hari awal perang, paramedis lain, Rami Khamis, menangis tersedu-sedu di balik roda pengemudi ambulansnya.

Ia mengatakan dirinya dikirim ke sebuah rumah yang roboh dan menimpa penghuninya. Sebagian besar dari mereka merupakan perempuan dan anak-anak.

Paramedis Rami Khamis menangis di kursi pengemudi ambulans

Rami mengaku bahwa melihat tiga perempuan terbaring tewas di sebuah ruangan mengingatkannya pada putri-putrinya sendiri (Feras Al Ajrami)

Ketika ia memasuki sebuah ruangan, Rami menemukan tiga perempuan terbaring mati, dan teringat pada ketiga putrinya sendiri.

"Saya tidak bisa menahan diri. Saya menangis saat melihat pemandangan itu," katanya. Pada saat itu, video rekaman dia menangis menjadi viral.

Menjelang akhir Oktober, Alaa Al-Halaby, anggota tim lainnya, menerima telepon dari seorang kerabat.

Rumah pamannya terkena serangan Israel dua hari sebelumnya, kata Alaa, tetapi sebagian dari orang yang tewas masih terjebak di bawah reruntuhan.

Tubuh sepupunya berhasil ditarik keluar dan ia berharap dapat membawanya ke rumah sakit.

Alaa, berfoto dengan masker medis membantu mengambil jenazah dari rumah pamannya, 27 Oktober 2023

Alaa ditugaskan ke rumah pamannya, di mana dia membantu mengumpulkan sisa-sisa tubuh seorang anak perempuan yang tewas (Feras Al Ajrami)

Ketika ia memasuki gang sempit, di mana sekelompok orang mencoba memindahkan tumpukan beton yang runtuh, seorang kerabat mengatakan kepadanya: "Ada seorang anak perempuan, yang tinggal setengah atau seluruh tubuhnya."

Ia berhenti dan menarik napas dalam-dalam, wajahnya sebagian tersembunyi di balik masker medisnya, dan berkata: "Bagian tubuh anak perempuan itu ada di sana, bawalah bersama dia."

Pada hari yang sama, Alaa tiba di sebuah rumah di mana lima anak yang tewas terbakar parah dibaringkan. Ia memimpin sebuah tim untuk menggotong tiga mayat dalam kain kafan plastik ke ambulansnya.

"Hal pertama yang terlintas dalam benak Anda ketika memegang bagian tubuh seorang anak adalah Anda mengingat ketika Anda memegang anak sendiri," katanya kemudian.

"Itu membuat kami ...", ia mulai menjelaskan, namun ia tidak pernah menyelesaikan kalimat itu, karena ia dipanggil untuk menangani keadaan darurat lainnya.

Doa dalam ambulans: 'Antar kami kembali ke mereka dengan selamat'

Seminggu setelah perang berlangsung, Israel memerintahkan warga sipil di bagian utara Gaza untuk pindah ke daerah selatan demi keselamatan mereka sendiri, sehingga sebagian besar keluarga dari tim telah dievakuasi, sementara paramedis tetap tinggal di sana.

Mereka berkomunikasi dengan istri dan anak-anak mereka dengan percakapan-percakapan singkat lewat telepon atau melalui jaringan radio PRCS.

Rami telah bekerja sebagai paramedis selama 20 tahun dan ia mengatakan setiap kali ada serangan baru yang pecah di Gaza, putri-putrinya memeluknya dan meminta agar ia tidak berangkat kerja.

Alaa juga mengatakan anak-anaknya menangis ketika ia pergi, dan ia selalu berdoa saat dia bekerja keliling, meminta Tuhan untuk "antar kami kembali ke mereka dengan selamat".

Baca juga:

Risiko yang dihadapi staf dan para relawan PRCS sudah jelas.

Dalam insiden lain, ketika beberapa tenaga medis sedang menunggu di kendaraan mereka di luar rumah sakit al-Awda, sebuah ledakan membuat mereka bergegas mencari perlindungan.

Setidaknya dua ambulans rusak. Salah satu paramedis mengatakan rumah di sebelah rumah sakit menjadi sasaran serangan udara Israel. Israel mengatakan mereka tidak menargetkan lokasi itu tetapi "menyerang target militer beberapa ratus meter jauhnya".

PRCS mengatakan sebanyak 14 paramedisnya telah tewas sejak 7 Oktober.

"Dalam setiap penugasan, ada bahaya dan risiko terhadap nyawa tim kami," kata Nebal Farsakh, juru bicara organisasi itu, yang menyebut beberapa insiden di mana staf dan sukarelawan PRCS terbunuh.

"Kru kami menjadi sasaran saat bertugas, dan keadaan di mana kami bekerja berbahaya dan mengerikan," katanya.

Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dilindungi hukum internasional

PRCS adalah organisasi kemanusiaan non-pemerintah dan anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC).

Di bawah hukum internasional, lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dikenal sebagai tanda bagi petugas medis dan pekerja kemanusiaan, yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa.

Farsakh mengatakan lambang itu terletak di bagian atas dan samping ambulans organisasi, termasuk ambulans 5-15, yang digunakan ayah Mahmoud saat tewas.

PRCS meyakini pihaknya "ditargetkan secara langsung" oleh pasukan Israel.

"Dengan segala teknologi yang digunakan oleh pasukan Israel, tidak mungkin mereka bisa mengatakan bahwa [lambang] itu tidak terlihat," katanya.

Paramedis membawa perempuan dengan lampu merah dan puing-puing di latar belakang

Paramedis seringkali harus menyelamatkan anak-anak yang terluka (Feras Al Ajrami)

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pihaknya "tidak menargetkan pekerja medis, termasuk staf PRCS, dengan sengaja".

Dalam kasus ambulans 5-15, mereka mengaku sedang "menyerang target militer yang jaraknya beberapa ratus meter" dan letak ambulans "tidak menjadi target".

Pihak IDF menambahkan bahwa "serangan udara biasanya tidak menimbulkan korban hingga [terjadi] kondisi yang dijelaskan".

Israel mengatakan operasinya menargetkan pejuang Hamas, dan militernya "mengambil tindakan pencegahan yang layak untuk mengurangi risiko terlukanya warga sipil".

Baca juga:

IDF menuduh Hamas menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dan bersembunyi di dalam fasilitas medis.

Mereka membagikan rekaman terowongan-terowongan yang diklaim oleh pasukan Israel ditemukan di dekat dan di bawah rumah sakit, serta senjata yang katanya telah ditemukan oleh tentara Israel di fasilitas medis.

Militer Israel juga menuduh Hamas menggunakan ambulans meskipun tidak secara khusus ambulans dari PRCS untuk mengangkut pejuang dan senjata.

PRCS mengatakan 16 kendaraannya sudah tidak lagi beroperasi akibat pertempuran sejak 7 Oktober dan secara total di seluruh Gaza, sebanyak 59 ambulans telah hancur total.

Farsakh mengatakan PRCS "tidak pernah" menjadi sasaran ikut campur dari pejuang Palestina.

"Pekerjaan kami di lapangan adalah menyediakan layanan kesehatan dan kemanusiaan," katanya.

Mahmoud Al-Masry, terbaring terluka di troli rumah sakit, 9 Oktober 2023

Mahmoud Al-Masry terluka dengan pecahan peluru di leher dan punggungnya, dua hari sebelum ayahnya terbunuh (Feras Al Ajramy)

"Prinsip kami tetap sama dengan Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah Internasional, yang paling penting adalah objektivitas dan independensi," katanya.

"Tidak ada campur tangan dari entitas atau pihak mana pun."

Pada akhir Desember, PRCS mengurangi operasinya di Gaza utara setelah, katanya, pasukan Israel menyerang situs operasinya di Jabalia.

IDF membantah menembakkan peluru yang menyasar klinik atau di dalam klinik, dengan mengatakan "[kami] menemukan banyak teroris Hamas di klinik Bulan Sabit Merah, beberapa di antaranya mengenakan seragam dan rompi Bulan Sabit Merah".

Farsakh mengatakan klaim itu "sama sekali tidak benar", dan mengatakan klinik itu hanya berisi kru ambulans, sukarelawan, dan orang-orang yang terluka dari keluarga pengungsi.

Baca juga:

Alaa, Rami dan Mahmoud semua pindah ke selatan, dan terus bekerja sebagai paramedis di daerah Khan Younis meskipun Rami baru kembali ke utara.

Pada akhir Januari, ketika pertempuran meningkat di sekitar Khan Younis, Mahmoud mengamankan istri dan anak-anaknya Mohamed, berusia 6 tahun, Leila, berusia 5 tahun, dan Layan, berusia 3 tahun ke sebuah tenda di al-Mawasi, daerah gurun pantai yang sebelumnya ditetapkan sebagai zona aman oleh Israel.

Empat bulan setelah kematian ayahnya, ia mengatakan komitmennya untuk membantu orang sakit dan terluka terus berlanjut: "Ini adalah misi ayah saya dan saya harus terus melakukannya."

(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads