Mengapa Makin Banyak Perempuan China Pilih Melajang-Tak Punya Anak?

Mengapa Makin Banyak Perempuan China Pilih Melajang-Tak Punya Anak?

BBC Indonesia - detikNews
Senin, 27 Nov 2023 13:24 WIB
Banyak generasi muda China mulai meninggalkan pilihan-pilihan tradisional, seperti menikah dan punya anak. (Getty Images)
Jakarta -

Sepanjang hidupnya, Chen menjalani lebih dari 20 kencan buta. Seluruhnya diatur oleh ibunya.

Beberapa kencan lebih buruk dibandingkan yang lain, ungkap Chen. Sebab dia punya satu syarat yang tampaknya tidak dapat diterima oleh sebagian besar pria yang dia temui dia tidak ingin punya anak.

"Memiliki bayi sangat melelahkan dan saya tidak suka bayi," kata Chen, perempuan berusia akhir 20-an yang hanya ingin menyebutkan nama belakangnya.

"Namun mustahil menemukan pria yang tidak menginginkan anak. Bagi pria, tidak memiliki anak sama seperti membunuhnya."

Meskipun rangkaian kencannya gagal di tengah jalan, tekanan untuk menikah belum mereda. Hal itu membuatnya hampir "meledak", katanya.

Bukan hanya orang tua Chen yang menghendaki putrinya menikah dan punya anak.

Ketika angka pernikahan dan kelahiran merosot, Partai Komunis China mendorong jutaan perempuan dan laki-laki muda untuk membalikkan tren tersebut.

Tahun lalu, populasi China turun untuk pertama kalinya dalam 60 tahun terakhir, dan tingkat kesuburan penduduk China turun ke rekor terendah.

Jumlah pernikahan tercatat juga belum pernah serendah ini, yakni 6,83 juta, sejak tahun 1986.

Kecewa dengan perlambatan ekonomi dan meningkatnya pengangguran, generasi muda China juga meninggalkan pilihan tradisional yang diambil orang tua mereka.

Hasilnya sangat memusingkan bagi Partai Komunis China dan jauh dari "peremajaan nasional" yang didorong oleh pemimpin negara tersebut, Xi Jinping.

Para pejabat 'tidak merasakan sakitnya'

Kekhawatiran ini telah sampai pada Xi yang baru-baru ini memberikan pidato tentang perlunya "menumbuhkan budaya baru dalam pernikahan dan melahirkan anak".

Ia juga berbicara tentang "penguatan bimbingan" untuk membentuk pandangan generasi muda mengenai pernikahan, anak dan keluarga.

Ini bukan berarti para pejabat China tidak berusaha sebelumnya.

Di seluruh negeri, para birokrat telah dikerahkan untuk memberikan insentif kepada kaum muda untuk menikah, dan bagi pasangan suami dan istri untuk tetap menikah dan mempunyai anak.

Awal tahun ini, sebuah kota kecil di provinsi Zhejiang mengumumkan bahwa mereka akan menawarkan 1.000 yuan (sekitar Rp2,1 juta) kepada pasangan sebagai "hadiah" jika mempelai perempuan berusia 25 tahun atau lebih muda.

Kebijakan ini memicu kemarahan penduduk setempat yang menyebut pemerintah daerah tidak peka karena berasumsi bahwa uang dalam jumlah kecil dapat berdampak pada keputusan besar tersebut.

Baca juga:

Di tempat lain, para pejabat berkeras memberikan "masa tenang selama 30 hari" bagi pasangan yang ingin berpisah atau bercerai.

Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana hal ini akan membatasi pilihan pribadi, dan merugikan perempuan yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga.

Di daerah pedesaan, di mana semakin banyak pria lajang yang kesulitan mendapatkan mempelai perempuan, pihak berwenang telah memerintahkan perempuan untuk berhenti meminta mahar pengantin yang mahal.

Seperti "insentif" lainnya, insentif ini juga tidak akan berhasil, kata ekonom Li Jingkui.

Bahkan tanpa mahar, laki-laki masih bersaing untuk mendapatkan pengantin, katanya.

"Mungkin ada cara lain untuk bersaing: seperti rumah, mobil, atau sekadar tampilan yang lebih bagus."

Perempuan China

Angka pernikahan di China turun drastis tahun lalu, terendah sejak 1986. (Getty Images)

Para ahli mengatakan pejabat pemerintah China yang sebagian besar laki-laki tidak mungkin memahami apa yang mendorong pilihan-pilihan ini bagi kaum muda, terutama perempuan.

Baca juga:

Kelompok pengambil keputusan tertinggi di China, Komite Tetap Politbiro Partai Komunis yang beranggotakan tujuh orang hanya terdiri dari laki-laki selama beberapa dekade.

Kepemimpinan yang berada tepat di bawahnya yang memiliki lebih dari 20 kursi memilih seorang perempuan selama dua dekade terakhir hingga Oktober lalu. Sekarang tidak ada perempuan di dalamnya.

Upaya orang-orang ini, dan semua orang di bawah mereka, sering dianggap tidak relevan dan bahkan dangkal, sehingga sering mengundang cemoohan di dunia maya.

"Para pejabat di pemerintahan pada dasarnya semua mempunyai istri," kata Li.

"Mereka tidak merasakan sakitnya."

Cinta bukanlah kemewahan

Para pakar percaya bahwa populasi lajang di Tiongkok terdiri dari dua kelompok yang tidak dapat dipasangkan perempuan perkotaan dan laki-laki pedesaan.

Laki-laki di pedesaan berjuang melawan ekspektasi ekonomi, seperti tingginya mahar pengantin dan pekerjaan tetap yang dapat menghidupi keluarga.

Dan hal ini, pada gilirannya, tampaknya membuat perempuan di pedesaan memiliki lebih banyak waktu dalam memilih pasangan.

Perempuan China

Perempuan muda China berkata memiliki anak sekarang bukanlah suatu kewajiban - itu adalah pilihan (Getty Images)

"Ketika saya pulang ke rumah untuk merayakan Tahun Baru Imlek, saya merasa luar biasa menjadi seorang perempuan di bursa pernikahan di pedesaan China," kata Cathy Tian, 28 tahun, yang bekerja di Shanghai.

Dia menuturkan bahwa dirinya khawatir akan dianggap "perawan tua" di Provinsi Anhui, tempat perempuan biasanya menikah pada usia 22 tahun. Namun dia mendapati kenyataan sebaliknya.

"Saya tidak perlu memberikan apa pun kecuali laki-laki itu perlu memiliki rumah, mobil, upacara pertunangan, serta membayar mahar. Saya merasa seperti berada di puncak bursa pernikahan ini."

Baca juga:

Sebaliknya, perempuan perkotaan mengatakan bahwa yang menjadi masalah mereka adalah semakin lebarnya kesenjangan antara cara mereka memandang pernikahan dan cara masyarakat memandangnya.

"Tidak ada kecemasan dalam diri saya," kata Chen.

"Kecemasan saya datang dari luar."

Berbeda dengan generasi orang tuanya, ketika hidup adalah sebuah tantangan dan cinta adalah sebuah kemewahan, orang-orang dan perempuan sekarang memiliki lebih banyak pilihan, menurut Chen.

"Gagasan kami sekarang adalah tidak apa-apa tidak punya anak, dan ini bukan lagi tugas yang harus kami selesaikan."

Perempuan juga menyadari bahwa seperti dunia di sekitar mereka, kampanye pemerintah berfokus pada perempuan dan mengabaikan tanggung jawab laki-laki sebagai mitra.

Dan ekspektasi yang tidak setara ini membuat mereka semakin menjauh dari gagasan menjadi orang tua.

Chen mengatakan ini juga merupakan salah satu alasan dia tidak menginginkan anak melihat temannya menjadi orang tua.

"Anak keduanya nakal sekali. Setiap saya ke rumahnya, saya merasa [rumahnya] pasti meledak dan langit-langitnya roboh."

perempuan China

Perempuan muda yang belum menikah khawatir akan beban merawat anak yang tak seimbang (Getty Images)

Di China, "membesarkan anak seolah-olah pasangan Anda telah meninggal" telah menjadi ungkapan umum di kalangan ibu muda. Artinya, suami mereka tidak melakukan pekerjaan rumah atau berbagi tugas sebagai orang tua.

"Semua pria menikah yang saya kenal menganggap tanggung jawab mereka dalam keluarga hanyalah mencari uang," kata seorang ilmuwan data berusia 33 tahun yang tidak mau disebutkan namanya.

"Para ibu merasa bersalah karena tidak bisa bersama anak-anaknya, mereka bahkan berpikir tidak apa-apa kalau pulang larut malam. Tapi para ayah tidak pernah merasa bersalah seperti itu."

Namun Partai Komunis China tidak menunjukkan indikasi bahwa kesenjangan dan perubahan ekspektasi merupakan salah satu tantangan yang harus mereka hadapi untuk meningkatkan angka pernikahan dan kelahiran.

Dan generasi muda China menegaskan bahwa mereka tidak akan mudah dirayu oleh para pejabat.

Ketika berbicara tentang tekanan sosial yang mereka hadapi, mereka sering mengulangi slogan yang dipopulerkan selama lockdown akibat Covid-19 yang kontroversial di Shanghai.

Itu adalah kata-kata yang digunakan oleh seorang pemuda yang berdebat dengan para pejabat mengenai pembatasan yang ketat: "Kami adalah generasi terakhir."

(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads