Kisah WNI Menanti Evakuasi dari Gaza di Tengah Pengepungan Israel

Kisah WNI Menanti Evakuasi dari Gaza di Tengah Pengepungan Israel

BBC Indonesia - detikNews
Jumat, 13 Okt 2023 08:16 WIB
Pemandangan bangunan yang hancur setelah serangan udara Israel di Rafah, Gaza pada Kamis (12/10). (Getty Images)
Jakarta -

Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan rencana evakuasi ratusan warga Indonesia yang berada di wilayah Gaza maupun di Israel. Namun, upaya itu menghadapi beragam tantangan di tengah misi pengepungan total Israel terhadap Jalur Gaza, rumah bagi 2,2 juta warga sipil.

Di Israel, terdapat 38 WNI yang menetap dan 94 pelajar atau mahasiswa yang sedang pelatihan. Mereka rencananya akan dievakuasi melalui jalur darat menuju wilayah Yordania.

"Teknis juga sedang difinalisasikan karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, kata Duta Besar Indonesia untuk Yordania dan Palestina, Ade Padmo Sarwono, kepada BBC News Indonesia, Kamis (12/10).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu di Jalur Gaza, terdapat 10 WNI yang mayoritas menjadi relawan kemanusiaan, dari total 45 WNI di Palestina.

Upaya untuk mengevakuasi mereka yang ingin meninggalkan wilayah itu masih belum memungkinkan karena pintu perbatasan di Rafah, jalan satu-satunya ke Mesir, ditutup akibat serangan udara oleh Israel, lanjut Ade Padmo.

ADVERTISEMENT

Ditambah lagi, kata seorang WNI yang menjadi relawan di Gaza, Abdillah Onim, situasi belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan. "Bom sana sini dan akses jalan hancur, rusak, katanya.

Pengamat Timur Tengah menganalisis, eskalasi perang antara Israel dan kelompok Hamas yang mengendalikan wilayah Jalur Gaza akan semakin memanas ke depannya.

Ditambah lagi, ujarnya, adanya potensi intervensi dari pihak ketiga dalam konflik yang telah berlangsung selama enam hari itu, seperti kelompok Hizbullah, Iran, hingga terpecahnya sikap negara besar dunia.

Dampaknya, proses evakuasi WNI akan semakin sulit untuk dilakukan.

Mengapa WNI hingga kini belum dievakuasi dari Gaza?

Serangan yang dilakukan oleh Israel ke wilayah Jalur Gaza telah berlangsung hampir sepekan, sejak Sabtu 7 Oktober 2023 lalu.

Aksi itu merupakan respons atas serangan ratusan milisi Hamas ke wilayah bagian selatan Israel.

Korban jiwa dari kedua pihak telah mencapai hampir 2.500 orang.

Kini Jalur Gaza berada dalam pengepungan total oleh militer Israel. Mereka memutus aliran listrik serta memblokade bantuan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.

Fikri Rofiul Haq, seorang WNI yang menjadi relawan medis MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) di Rumah Sakit Indonesia, di Jalur Gaza, merasakan dampak besar dari pengepungan total Israel.

Fikri mengatakan dia dan rekan WNI lainnya hingga kini belum bisa dievakuasi.

"Kami sudah dikontak KBRI Amman, KBRI Kairo, dan Kemlu untuk segera evakuasi. Kami juga belum bisa mengevakuasi diri karena pintu perbatasan di Jalur Gaza masih ditutup, kata Fikri.

Israel telah menutup penyeberangan Erez di bagian utara Jalur Gaza tanpa batas waktu.

Lalu, Penyeberangan Rafah, yang merupakan pintu keluar utama dari Gaza ke Mesir telah ditutup sejak Selasa (10/10) setelah pemboman Israel.

WNI lain yang menjadi relawan, Abdillah Onim, juga masih belum bisa keluar dari Jalur Gaza.

"Saya dan keluarga memilih keluar dari Gaza menuju Mesir untuk menyelamatkan diri. Tapi sampai saat ini masih tertahan di dalam rumah, kata Onim yang memiliki istri warga Palestina dan telah tinggal sekitar 13 tahun di Jalur Gaza.

Onim mengatakan, dia kini tengah menunggu koordinasi lanjutan dari Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan juga Kemlu RI terkait rencana evakuasi itu.

"Tapi kendalanya sampai saat ini kantor ICRC belum beroperasi sampai saat ini. Lalu situasi di luar sana belum memungkinkan bagi kami untuk melakukan perjalanan. Bom sana sini, akses jalan raya hancur total, kata aktivis kemanusiaan dari Nusantara Palestina Center itu.

"Dan pihak Israel melontarkan rudal ke kantor imigrasi perbatasan antara Gaza dan Mesir, namanya pintu Rafah, dan kini tidak beroperasi. Jadi sampai saat ini masih menunggu, semoga kami dilindungi, kata Onim.

Jalur Gaza.BBC

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengatakan hingga saat ini pemerintah belum mengevakuasi WNI di Jalur Gaza karena situasi belum aman.

"(Kapan akan mulai menyelamatkan WNI dari Gaza) nggak tahu. Begitu situasi dinilai aman. Yang menilai aman bukan hanya kami, tapi komunikasi kami dengan banyak pihak. Kami akan menggerakkan," kata Retno di Bali, Rabu (11/10).

Meski begitu, Retno menegaskan bahwa pemerintah sudah menyiapkan segala yang dibutuhkan untuk penyelamatan para WNI di Gaza. Antara lain, berkomunikasi dengan Presiden Palang Merah Internasional, rencana penyelamatan, hingga daftar nama para WNI.

"Jadi, data sudah ada dan rencana penyelamatannya sudah ada. Masalahnya, situasinya masih belum memungkinkan untuk dilakukan pergerakan," kata Retno.

Bagaimana kondisi WNI di Jalur Gaza, enam hari sejak konflik?

Warga Palestina mengisi jerigen mereka dengan air dari tempat pengumpulan air umum di Kota Gaza, Kamis (12/10).Getty ImagesWarga Palestina mengisi jerigen mereka dengan air dari tempat pengumpulan air umum di Kota Gaza, Kamis (12/10).

Fikri dari MER-C menjelaskan, kini hampir 80% pasokan listrik di Jalur Gaza telah padam. Pasokan makanan dan bahan kebutuhan dasar lain juga semakin menipis.

"Para WNI di Jalur Gaza mengalami kesulitan pasokan pangan dan air yang sudah sedikit dan juga tentunya kesulitan berkomunikasi karena jaringan internet hampir semua terputus, dan hanya bisa mengandalkan kartu lokal yang berkecepatan 2G, kata Fikri.

Sekitar 80% populasi di Gaza menggantungkan kebutuhan pokok mereka dari bantuan internasional.

Sementara untuk pasokan listrik, hampir dua pertiganya berasal dari Israel, dan sisanya berasal dari Pembangkit Listrik Gaza (GPP). Namun, pasokan gabungan listrik tersebut hanya memenuhi kurang dari setengah permintaan.

Baca juga:

Senada, Onim mengatakan, kelangkaan pasokan bahan makanan, air, dan obat-obatan itu disebabkan oleh aksi Israel yang memblokade masuknya bantuan dari luar.

Dia pun menyebut kondisi di Jalur Gaza seperti "kota mati, tidak ada pergerakan. Reruntuhan rumah dan bangunan menutupi jalan raya membuat evakuasi korban yang tertimpa reruntuhan semakin sulit, kata Onim.

"Kami tidak bisa ke mana-mana karena di luar seperti hujan bom, ujar Onim.

Setidaknya 200.000 orang telah mengungsi karena takut nyawa mereka terancam atau karena sudah kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel. Sebagian besar mengungsi sementara di bangunan sekolah-sekolah yang didirikan PBB.

Secara umum, lebih dari 75% populasi Gaza - sekitar 1,7 juta orang - terdaftar sebagai pengungsi, menurut PBB. Lebih dari 500.000 di antaranya tinggal di delapan kamp penuh sesak yang terletak di seluruh Jalur Gaza.

Bagaimana kondisi Rumah Sakit Indonesia di Gaza?

Kondisi Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza disebut mengalami kerusakan parah, namun terus memberikan pelayanan kesehatan.

Fikri menjelaskan banyak plafon bangunan itu yang hancur akibat suara dentuman rudal di sekitar RS.

Selain bangunan yang rusak, Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad, mengatakan, RS Indonesia juga mengalami kekurangan bahan medis di tengah membeludaknya jumlah pasien yang berdatangan.

"Rawat inap tidak ada lagi tempat. Pasien di selasar RS, yang penting masuk saja. Yang meninggal tidak lagi bisa masuk ke kamar mayat karena sudah penuh semua. Obat bius, alat bedah, infus, dan segala obat semakin menipis, kata Sarbini.

"Apalagi sekarang pasokan listrik mati, bahan makanan kurang. Jadi pasien cari makan sendiri. Ini sangat memprihatinkan, lanjutnya.

Bagaimana eskalasi konflik ke depan?

Asap mengepul selama serangan udara Israel di Jalur Gaza pada Kamis (12/10).Getty ImagesAsap mengepul selama serangan udara Israel di Jalur Gaza pada Kamis (12/10).

Pengamat politik Timur Tengah, Hasibullah Satrawi, mengatakan, eskalasi konflik antara Israel dan Hamas berpotensi semakin meningkat ke depannya.

Konflik ini akan mencapai titik puncak jika Israel melancarkan serangan darat, walaupun hal itu tidak akan mudah dilakukan.

"Israel ini melakukan serangan balasan dengan nama apapun. Sesi puncaknya adalah serangan darat. Artinya jika serangan darat dilakukan berarti mencapai puncak konflik karena Israel masuk ke dalam wilayah Hamas, kata Hasibullah.

Sementara itu, pengamat politik timur tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menganalisis, perang Israel dan Hamas ini akan berlangsung lebih lama dari konflik-konflik sebelumnya.

Ditambah lagi, Yon melihat ada potensi pihak eksternal yang akan terlibat dalam konflik ini. Siapa mereka?

Pertama adalah kelompok Hizbullah yang salah satunya berada di Libanon, berbatasan langsung dengan Israel.

Dilansir dari Reuters, Israel telah menembakan rudal-rudal ke wilayah selatan Lebanon yang berbatasan dengan Israel, yang menewaskan beberapa anggota Hizbullah. Pihak Hizbullah juga telah menembakan rudal sebagai respon atas terbunuhnya anggotanya itu.

Hizbullah adalah kelompok milisi Syiah yang mendapat sokongan dari Iran.

Warga Palestina mengemudikan kereta kuda di tengah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan, Kamis (12/10).Getty ImagesWarga Palestina mengemudikan kereta kuda di tengah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan, Kamis (12/10).

Kedua adalah Iran "karena Hamas sebagai kekuatan perlawanan mendapat banyak dukungan dari pelatihan hinggan finansial dari Iran, kata Yon.

Sebuah laporan yang diterbitkan surat kabar Wall Street Journal mengutip anggota Hamas yang tidak disebutkan namanya dan gerakan gerilya Hizbullah di Lebanon mengatakan bahwa Iran memberi lampu hijau pada serangan Sabtu (07/10) itu.

Ghazi Ahmad, juru bicara Hamas, berkata pada BBC bahwa kelompok itu mendapat dukungan langsung dari Iran yang berjanji untuk "berdiri bersama pejuang Palestina hingga pembebasan Palestina dan Jerusalem untuk melakukan serangan.

"Selain Hizbullah dan Iran, ada juga milisi di Suriah hingga milisi Houthi di Yaman yang berpotensi memperluas dan memperpanjang perang ini, kata Yon.

Selain itu, terpecahnya sikap negara-negara besar dunia juga turut mempengaruhi penyelesaian konflik ini.

"Amerika dan beberapa negara Eropa pro dengan Israel. Tapi Rusia dan China mengkritik dan menyalahkan dunia barta atas apa yang terjadi, ujar Yon.

Jika konflik semakin luas dan berkepanjangan, Yon menilai, proses evakuasi WNI akan semakin sulit. Dia pun meminta pemerintah Indonesia untuk bergerak cepat menyelamatkan WNI tersebut.

(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads