Sidang perdana dengan terdakwa mantan majikan pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur, Meriance Kabu, mengungkap kesaksian polisi Malaysia yang mengatakan Meriance mengalami kekerasan yang berakibat cedera fatal.
Terdakwa Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke Leng disebut "melakukan kekerasan" terhadap Meriance, yang menyebabkan "keretakan pada kepala, bengkak lebam pada muka, telinga dan gigi patah," kata Shamsiah Noor binti Zakaria, polisi penyidik kasus yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Ampang, Selangor, Malaysia pada Rabu (27/09).
Meriance bekerja selama delapan bulan di kediaman Serene dan Leng sejak April sampai Desember 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pekerja asal desa di Timor Tengah Selatan itu diselamatkan polisi dalam kondisi lebam di sekujur tubuh pada pertengahan Desember sembilan tahun lalu, setelah melempar kertas bertuliskan "tolong saya".
Tulisan itu kemudian ditemukan oleh seorang tetangga.
Serene ditangkap dan disidangkan setelah kejadian itu. Namun pada Oktober 2017, hakim menetapkan putusan "dilepaskan tanpa dibebaskan", atau disebut sebagai DNAA discharge not amounting to an acquittal.
Meriance sendiri menyatakan "tetap akan sampai mati" mencari keadilan. Dan pada Oktober tahun lalu, BBC menemani Meriance mencari Serene, namun mantan majikannya itu menolak menjawab pertanyaannya, "mengapa kamu siksa saya."
Kedutaan Indonesia di Malaysia, melalui Duta Besar Hermono, menulis surat ke Jaksa Agung Malaysia tahun lalu menanyakan kelanjutan kasus, sebelum akhirnya dipastikan kasus kekerasan ini akan disidangkan kembali.
Apa isi kesaksian polisi penyidik yang memeriksa Meriance?
Serene hadir dengan mengenakan kemeja garis-garis ungu dan Leng dengan atasan berwarna abu-abu, menurut seorang sumber BBC News Indonesia yang mengikuti jalannya persidangan pada Rabu (27/09), pada pukul 10.00 hingga 13.00 waktu setempat.
Sumber BBC mengatakan saksi polisi penyidik kasus kekerasan ini, Shamsiah Noor binti Zakaria, menyebutkan dalam persidangan di Malaysia itu bahwa selain mengalami kekerasan, pergerakan Meriance juga dibatasi.
"Hasil penyidikan, korban mendapat kekerasan dari dua tersangka [Serene dan Leng]. Korban dibatasi pergerakan dan mendapat pengobatan, pintu dikunci, diawasi CCTV yang dipantau dari ponsel tersangka satu," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Rabu (27/09).
"Laporan awal RS/UGD [rumah sakit/unit gawat darurat], ada keretakan pada kepala, bengkak lebam muka telinga dan gigi yang patah," tambahnya mengutip Shamsiah Noor.
Saksi polisi itu juga mengaku di persidangan bahwa CCTV di rumah Serene telah dihilangkan, namun penyidik memiliki alat bukti penting lain yang menunjukkan bukti penting terjadinya kekerasan dan adanya kesamaan DNA dengan Meriance.
"Bukti itu menunjukkan kesamaan DNA dengan korban," katanya.
Sumber itu menambahkan, saksi Shamsiah Noor juga menyampaikan bahwa kedua tersangka menolak bekerja sama sehingga terpaksa menggunakan uji kebohongan (lie detector).
"Namun tidak bisa dijalankan karena keduanya hanya menangis," katanya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi tersebut, hakim memutuskan untuk tetap memimpin dan melanjutkan persidangan pada pertengahan Oktober mendatang, sekalipun pengacara terdakwa menyampaikan keberatan.
"Dan pemanggilan saksi ulang akan dipertimbangkan kembali," ujarnya.
Meriance Kabu: Saya akan mencari keadilan sampai mati
Meriance Kabu mengaku telah menantikan dibukanya persidangan atas kasus penyiksaan yang dia alami saat menjadi pekerja migran di Malaysia selama hampir sembilan tahun terakhir.
"Sudah hampir sembilan tahun saya menunggu persidangan ini. Walaupun saya menunggu sangat lama, tapi saya tidak pernah putus asa karena saya selalu berjanji dengan diri saya sendiri. Saya akan mencari keadilan itu sampai mati pun," kata Meriance saat dihubungi Rabu (27/09).
BBCMeriance Kabu mengaku mengalami penyiksaan saat bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia.
Meriance tiba di Malaysia pada April 2014. Beberapa minggu bekerja sebagai pekerja rumah tangga di rumah Ong Su Ping Serene, dia mengaku mengalami penyiksaan.
Meriance berharap dengan dibukanya kembali persidangan itu, keadilan dapat ditegakkan dan kebenaran cepat terungkap.
"Saya berharap persidangan berjalan dengan lancar, dengan baik, tidak ada yang ditutup-tutupi. Fakta-fakta tidak disembunyikan dari pengacara, orang luar dan pun majikan Harapan saya kebenaran itu cepat terungkap, supaya saya merasa bebas, saya merasa tidak terbeban lagi dalam hidup," ujarnya.
Baca juga:
- 'Mengapa kamu siksa saya?' - Perjalanan seorang pekerja Indonesia yang selamat dari neraka di Malaysia
- Mengungkap 'kejahatan mengerikan' mafia perdagangan pekerja migran NTT
- 'Wajah bengkak, luka bakar, gigitan anjing' - Upaya mencari keadilan bagi Adelina Sau
Selain itu, Meriance menegaskan bahwa dirinya siap dan bersedia untuk dihadirkan memberikan kesaksian dalam persidangan di Malaysia.
"Saya ingin menceritakan lagi, mulai dari awal sampai selesai [penyiksaan yang dialami] kalau saya diminta kembali lagi untuk ikut persidangan di Malaysia," tuturnya.
Pengadilan Ampang Malaysia memanggil Ong Su Ping Serene pada awal Maret lalu untuk pemeriksaan berkas. Ia sempat didakwa dengan perdagangan orang hingga penganiayaan berat dengan ancaman 20 tahun penjara, namun sidang kasus ini tertunda sejak 2017.
Pada Maret lalu, lembar pengumuman di luar ruangan persidangan Pengadilan Ampang, menyebutkan, Serene menghadapi tiga dakwaan, yaitu pasal perdagangan orang atau trafficking (Seksyen 13), kekerasan dengan senjata yang menimbulkan cedera parah (Seksyen 326) dan penganiayaan berat (Seksyen 307) dengan ancaman 20 tahun penjara.
BBCSerene Ong Su Ping saat dihadirkan ke pengadilan Ampang pada 2 Januari 2015 atas dakwaan tindakan menyebabkan luka parah, percobaan pembunuhan dan perdagangan manusia. Ia mengaku tidak bersalah.
Selain Serene, terdakwa lain yang dipanggil ke persidangan adalah Sang Yoke Leng, teman perempuan Serene yang juga dikenakan dakwaan perdagangan orang.
Pemanggilan Maret lalu beragendakan pemeriksaan berkas-berkas administratif (mention) sebelum dilakukannya pemeriksaan atas pokok perkara.
Di dalam pemeriksaan berkas awal Maret lalu, CR Selva, yang ditunjuk KBRI sebagai watching brief lawyer, atau perwakilan legal untuk memonitor persidangan ini, meminta kepada hakim agar sidang dipercepat karena kasus ini menjadi perhatian yang besar di masyarakat.
"Saya juga bilang bahwa Malaysia telah dua tahun berturut-turut masuk dalam tier 3 [laporan perdagangan manusia], dan report (laporan) tahun ini hampir selesai. Kalau kasus ini masuk media, kesannya [tidak baik] kepada rakyat Malaysia," kata Selva saat itu.
BBCMeriance mengatakan sempat terpikir lompat dari jendela rumah majikannya di Malaysa, namun teringat empat anaknya.
Atas permintaan itu, hakim mengatakan akan mempercepat persidangan jika jaksa dapat melengkapi dokumen persidangan.
Selva juga menambahkan ada 11 saksi yang sudah dipanggil pada persidangan 2015-2017 lalu, dan kemungkinan akan ada satu sampai dua saksi tambahan dalam sidang kali ini, walau dia belum tahu secara rinci siapa saja.
"Masih samar siapa yang saksinya, yang diminta oleh pengacara atau jaksa, kita tidak pasti. Setelah nota sampai baru bisa tahu," ujarnya.
BBCMeriance bertemu dengan Dubes Hermono di KBRI Malaysia Oktober lalu.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan kepada BBC bahwa dirinya bertemu dengan jaksa agung Malaysia akhir tahun lalu untuk menanyakan kelanjutan kasus Meriance setelah sebelumnya berkirim surat dua kali.
Pejabat KBRI Malaysia yang mengawal kasus ini, Junjungan Sigalingging, mengatakan kasus Serene kembali dibuka setelah pada Januari lalu jaksa mengajukan tuntutan ke pengadilan.
"Lalu diterima dan diproses oleh pengadilan dan dibacakan, inilah sidang pertamanya adalah menjawab permintaan jaksa untuk membuka kembali sidang itu, lalu dipanggil pengacara terdakwa, jaksa, dan dokumen-dokumen persidangan yang diperlukan," kata Junjungan.
Di Nusa Tenggara Timur, dua orang yang merekrut Meriance, Tedy Moa dan Piter Boki, dijebloskan ke penjara pada 2018, masing-masing divonis hukuman lima dan tiga tahun.
Dalam putusan vonis keduanya disebutkan, "Meriance mengalami penyiksaan dengan penggunaan alat seperti pingset, pentungan, hamar dan tang."
(ita/ita)