Warga Prancis Sebut Kekerasan Jadi Satu-satunya Cara Agar Suara Didengar

BBC Indonesia - detikNews
Kamis, 06 Jul 2023 17:42 WIB
Orang bertopeng berjalan melewati mobil terbakar di jalanan Paris (Getty Images)
Paris -

Wartawan BBC Murad Shishani mengunjungi Nanterre di Prancis dan berbicara dengan warga yang tinggal di rumah susun tempat tinggal Nahel, remaja yang dibunuh pekan lalu. Mereka mengatakan kepadanya bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara agar suara mereka didengar.

Ketika saya berjalan melalui kota Nanterre, Paris, jalanan dipenuhi bangkai mobil-mobil yang terbakar habis. Sisa besi yang bengkok, ganggang pintu meleleh dan potongan kaca pecah berserakan di aspal.

Sisa-sisa dari kerusuhan yang berlangsung seminggu penuh masih tampak di sekeliling saya. Komplek rumah susun di sebelah barat Paris merupakan tempat tinggal Nahel, remaja berusia 17 tahun yang terbunuh minggu lalu.

Namanya ditulis pada tembok-tembok dengan warna hitam dan merah, beserta frasa "Keadilan untuk Nahel. Para kaum muda menggunakan seni grafiti untuk mengungkapkan amarahnya."

Perumahan tempat tinggal orang kaya Paris, La Defense, letaknya pas di sebelah area tempat tinggal Nahel, namun bagi orang-orang yang tinggal di Nanterre, area itu bagaikan sebuah dunia lain.

Kematian Nahel telah memperdalam jurang kesenjangan sosial di masyarakat Prancis dan saya dapat merasakan ketegangan di udara.

"Kami manusia, sama seperti mereka"

Nahel adalah adik kami semua di Nanterre. Tidak ada keadilan, tidak ada damai, tulis grafiti yang ditulis oleh para pengunjuk rasa. (BBC)

Baca juga:

Seorang pria berusia 20-an bersedia untuk bercerita dengan kami. Namun ketika kami tengah bercakap-cakap, seorang pria lebih tua menghampirinya dan menyuruhnya diam. Pemuda itu terus berbicara, tetapi dia meminta kami membuat namanya anonim.

Kami setuju untuk memberi dia nama samaran Abdul.

Abdul adalah tetangga Nahel dan dia ikut dalam aksi-aksi unjuk rasa. Ia mengatakan dirinya tidak ingin menggunakan kekerasan, tetapi itu satu-satunya cara untuk membuat para pejabat mendengarkan.

"Mereka tidak mendengarkan kami, mereka tidak memperhatikan kami. Jalur perdamaian tidak mempan di sini, jadi kami beralih menggunakan kekerasan," katanya.

"Kami ingin mereka tahu bahwa kami sedang marah kami ingin mereka tahu bahwa [kami] ini sudah cukup muak sudah waktunya mengakhiri pembunuhan orang-orang tak bersalah, [dan] rasisme terhadap kami orang kulit hitam dan orang Arab."

"Ini sudah tidak bisa kami terima, kami manusia sama seperti mereka," tambahnya.

Pengecualian dan penolakan

Nahel dan keluarganya tinggal di komplek rumah susun di daerah Nanterre (BBC)

Baca juga:

Komplek Pablo Picasso yang berisi gedung-gedung tinggi, itulah tempat tinggal Nahel dan keluarganya. Rumah susun itu dibangun untuk menampung 12.000 orang, mayoritas dari mereka merupakan keturunan Arab dan Afrika.

Bangunan itu dibangun pada era 1970-an saat populasi bertambah dan Prancis memerlukan tempat untuk menampung komunitas migran.

Ketika kami berkunjung ke sini, kami bertemu dengan aktivis sosial, Fatiha Abdouni, yang tinggal di salah satu gedung.

Kami tidak ingin membakar fasilitas-fasilitas, atau menghancurkan apa pun, kata Fatiha, "tetapi kami berada dalam tekanan berat dan penindasan, kami sangat marah.

Perempuan berusia 52 tahun itu pindah dari Aljazair ke Prancis lebih dari 20 tahun yang lalu. Ia mengatakan ia menjadi aktivis setelah guru-guru mengesampingkan anaknya yang mengidap disleksia dan berkata kepadanya: Dia tidak akan menjadi apa-apa.

Kematian Nahel menjadi percikan yang menyalakan api kemarahan di dalam kami, tambahnya.

Fatiha mengatakan amarah itu timbul setelah bertahun-tahun mengalami pemrofilan berdasarkan ras dan terhambatnya akses kepada berbagai kesempatan.

Para warga Pablo Picasso yang bicara kepada kami mereka seringkali merasa dikucilkan dan ditolak oleh masyarakat luas. Hal tersebut membuat beberapa orang terjerumus ke dalam dunia kejahatan dan penjualan narkoba.

Kami melihat seorang pria bertopeng menjaga pintu masuk ke salah satu blok menara, dan seorang lagi berpatroli dengan sepeda motor. Mereka mengawasi komplek dan lapor jika melihat polisi.

Ribuan mobil-mobil habis terbakar setiap malam ketika ada kericuhan di kota (BBC)

Kedai kopi lokal menjadi bagian penting dalam komunitas itu karena menjadi tempat para warga membicarakan secara terbuka hidup mereka sebagai kaum migran.

Kami pergi ke salah satu kedai kopi yang letaknya di Aubervillier, di pinggir timur laut Paris. Area itu telah dilanda kerusuhan dalam beberapa hari terakhir.

Abdlerazaq dan Fadi baru-baru ini datang di Prancis secara ilegal. Mereka bukan warga negara Prancis tetapi mengeluhkan masalah serupa.

"Hak-hak Anda dirampas di sini karena Anda orang Arab. Rasisme ada di mana-mana. Orang Prancis tidak mau menerima kami, kami tidak tahu kenapa, kami hanya datang ke sini untuk bekerja," kata Abdlerazaq.

Ia juga mengaku dirinya sudah diperlakukan tidak adil oleh polisi: "Terkadang polisi menyerang kami tanpa alasan, mereka menangkap kami, menghina kami, dan ketika kami berusaha berbicara dengan mereka dalam bahasa Prancis dengan logat kami, mereka bahkan tidak berupaya mengerti apa yang kami katakan."

Fadi mengatakan: "Bahkan orang Arab yang lahir di sini dan memiliki paspor Prancis terbelah menjadi dua identitas: mereka merasa bukan orang Arab dan bukan orang Prancis. Mereka di tengah-tengah. Identitas mereka hilang."

Kami membawa tudingan-tudingan ini ke polisi, yang berkata kepada kita: "Rasisme dan diskriminasi bukanlah nilai-nilai yang dianut kepolisian nasional Prancis."

Mereka memperingati kami klaim apapun yang bersebelahan dengan itu tidak akan membantu menenangkan situasi tegang yang kini terjadi.

Mereka mengatakan mereka terus "melawan dengan semangat" tingkah laku di dalam jajaran kepolisian yang bertolak belakang dengan nilai-nilai mereka.

Lebih lanjut, mereka menggarisbawahi perbedaan antara individu yang "menyimpang" - yang "dihukum berat" - dan anggota kepolisian lainnya.

Simak juga 'Suasana Kota-kota di Prancis Usai Ricuh, Polisi Berjaga':






(nvc/nvc)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork