Mengapa Banyak Orang Tinggalkan Rusia? ke Mana Mereka Selain ke Bali?

Mengapa Banyak Orang Tinggalkan Rusia? ke Mana Mereka Selain ke Bali?

BBC Indonesia - detikNews
Selasa, 06 Jun 2023 17:05 WIB
Ketika Presiden Putin mengumumkan mobilisasi militer September lalu, ribuan warga Rusia berbondong-bondong ke perbatasan. (Getty Images)
Jakarta -

Ratusan ribu orang Rusia diperkirakan telah meninggalkan negara mereka sejak dimulainya invasi besar-besaran ke Ukraina. Kami menyelisik siapa mereka, ke mana mereka pergi, dan mengapa mereka pergi.

Svetlana berusia 30-an awal dan berasal dari sebuah kota kecil. Dia pindah ke Moskow pada usia 18 tahun untuk belajar fisika di universitas. Setelah lulus, ia bekerja sebagai manajer produk untuk berbagai perusahaan.

"Saya tidak pernah berpikir saya harus pergi, saya berencana untuk pensiun di Moskow," katanya, "Saya mencintai Rusia dan saya menikmati hidup saya."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak orang Rusia telah pergi bahkan sebelum perang Ukraina, termasuk mereka yang tidak setuju dengan aneksasi Moskow atas Krimea pada tahun 2014 dan dengan undang-undang baru yang semakin memudahkan negara untuk menghukum perbedaan pendapat.

Banyak yang bermukim di negara-negara Baltik dan negara-negara Uni Eropa lainnya, serta di Georgia.

ADVERTISEMENT

Bagi Svetlana, invasi besar-besaran ke Ukraina pada tahun 2022 adalah titik balik.

"Ketika perang dimulai, saya menyadari bahwa itu tidak akan segera berakhir dan juga bahwa orang-orang tidak akan turun ke jalan untuk memprotes.

"Saya merasa baik secara emosional maupun rasional bahwa masuk akal untuk pergi," ujarnya. Perempuan itu sekarang berada di Beograd, ibu kota Serbia.

"Saya ingin jauh-jauh dari pihak berwenang sejauh mungkin."

Banyak orang Rusia juga merasakan yang dia rasakan.

Baca juga:

Gelombang pertama emigrasi terjadi pada bulan Maret dan April tahun lalu para emigran baru mengatakan kepada BBC bahwa mereka menentang perang, dan kecewa tidak banyak orang Rusia yang turun ke jalan untuk memprotesnya.

Mereka merasa terisolasi dan dalam bahaya, sehingga berpikir lebih aman untuk hengkang dari Rusia.

Presiden Putin memulai mobilisasi militer pada September 2022. Meskipun pemerintah menyebut mobilisasi itu "parsial", pada kenyataannya itu berarti kebanyakan laki-laki dewasa dapat dikenai wajib militer.

Belakangan muncul banyak laporan tentang pelatihan yang buruk dan peralatan yang tidak memadai bagi para kadet wamil yang baru.

Banyak pria dan keluarga mereka mulai pergi berbondong-bondong, hingga terbentuk antrean panjang berhari-hari di perbatasan Rusia dengan Georgia dan Kazakhstan.

Juru bicara resmi Presiden Rusia, Dmitry Peskov menyangkal ada eksodus warga Rusia untuk menghindari wajib militer.

Dmitry Peskov, juru bicara presiden Rusia

Juru bicara Presiden Putin membantah bahwa pemerintah berusaha menghentikan banyak pria meninggalkan Rusia. (Reuters)

Pada bulan April, pemerintah Rusia menerapkan "panggilan online", di mana nama wajib militer baru dapat ditambahkan ke daftar digital alih-alih menyerahkan surat panggilan dengan tangan Peskov juga menyangkal kalau sistem baru itu dirancang untuk menghentikan aliran orang yang pergi.

Berapa banyak yang pergi dan ke mana?

Tidak ada angka pasti tentang berapa banyak orang yang telah meninggalkan Rusia - tetapi perkiraan bervariasi dari ratusan ribu hingga beberapa juta orang.

Pada bulan Mei, Kementerian Pertahanan Inggris memperkirakan 1,3 juta orang telah meninggalkan Rusia pada tahun 2022.

Perkiraan angka lain dari berbagai sumber mengonfirmasi tren tersebut.

Majalah Forbes mengutip sumber-sumber di dalam pemerintah Rusia yang mengatakan bahwa antara 600.000 dan 1.000.000 orang pergi pada tahun 2022. The Bell dan RTVi - keduanya media independen Rusia - menerbitkan angka yang sebanding.

Meninggalkan Rusia relatif mudah, selama Anda punya uang dan belum dipanggil untuk bergabung dengan tentara. Tetapi menemukan tempat tinggal permanen itu sulit.

Pada bulan-bulan setelah dimulainya perang, banyak negara, terutama Uni Eropa dan AS, mempersulit warga Rusia untuk mengajukan visa kecuali mereka sudah punya keluarga di sana atau bepergian untuk bekerja.

Di banyak negara lain - seperti Georgia dan Armenia - tidak ada pembatasan seperti itu dan warga Rusia datang dan pergi sesuka mereka. Mereka masih bisa sampai sekarang.

Negara-negara lain, termasuk Kazakhstan, mengubah undang-undang mereka awal tahun ini, kabarnya untuk membendung arus imigran dari Rusia dengan membatasi berapa hari mereka dapat tinggal sebagai turis.

Baca juga:

Tanpa prospek untuk kembali ke Rusia, semakin banyak orang perlu mengajukan permohonan residensi untuk dapat bekerja di negara-negara tempat mereka bermukim meskipun banyak yang menemukan cara untuk tetap bekerja dari jarak jauh untuk perusahaan Rusia.

Kita tahu bahwa dalam 15 bulan terakhir, sekitar 155.000 orang Rusia menerima izin tinggal sementara di, secara kolektif, negara-negara Uni Eropa, di beberapa negara Balkan, Kaukasus, dan Asia Tengah.

Hampir 17.000 orang telah mendaftar untuk suaka politik di negara-negara Uni Eropa tetapi hanya sekitar 2.000 yang menerimanya, menurut Badan Suaka Uni Eropa.

Kementerian Dalam Negeri Rusia mengatakan jumlah warga yang mendaftar untuk paspor asing meningkat 40% pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya.

Indonesia juga kedatangan arus WNA asal Rusia sejak perang. Berdasarkan data Ditjen Imigrasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, jumlah pengguna Visa on Arrival (VoA) dan Electronic Visa on Arrival (e-VoA) asal Rusia sebanyak 5.196 orang, sedangkan Ukraina sebanyak 566 orang, pada pertengahan bulan Maret 2023. Pada bulan Februari ada lebih dari 15.000 orang dari Rusia dan 2.000-an orang dari Ukraina.

"Bulan Januari lebih banyak lagi, dari Rusia hampir 20.000 orang dan dari Ukraina juga lebih dari 2.000 orang," jelas Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim.

Para WNA Rusia (dan Ukraina) dituding bekerja secara ilegal di Bali sebagai turis, sehingga Gubernur I Wayan Koster meminta Kemenkumham untuk mencabut 'Visa on Arrival' untuk warga negara Rusia dan Ukraina yang hendak datang ke Bali.

'Saya takut disuruh untuk membunuh orang lain'

Sejak awal perang, kami telah berbicara dengan puluhan orang Rusia yang telah meninggalkan negara itu.

Mereka berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Beberapa adalah jurnalis seperti kami, tapi ada juga pakar IT, desainer, seniman, akademisi, pengacara, dokter, spesialis PR, dan ahli bahasa.

Sebagian besar berusia di bawah 50 tahun. Banyak yang menganut nilai-nilai liberal barat dan berharap Rusia akan menjadi negara demokratis suatu hari nanti. Beberapa adalah LGBTQ+.

Sosiolog yang mempelajari emigrasi Rusia saat ini mengatakan ada bukti bahwa mereka yang pergi lebih muda, lebih berpendidikan, dan lebih kaya daripada mereka yang tinggal. Kebanyakan dari mereka berasal dari kota-kota besar.

Thomas berasal dari St Petersburg.

"Saya seorang pasifis dan takut disuruh untuk membunuh orang lain. Saya sudah menentang kebijakan Rusia terhadap Ukraina sejak 2014. Invasi dan pembunuhan warga sipil tidak bisa diterima," katanya.

Petugas polisi menahan seorang pria yang ikut serta dalam aksi protes menentang mobilisasi militer.ALEXANDER NEMENOV/AFPSeorang pria - yang tidak berbicara dengan BBC - ditahan dalam sebuah aksi protes Moskow. Beberapa yang memprotes mobilisasi militer disodori surat panggilan wajib militer.

Setelah dimulainya invasi besar-besaran, dia mengunggah pesan anti-perang di media sosial dan bergabung dengan protes jalanan, kata Thomas. Sebagai seorang pria gay, dia juga mengkhawatirkan keselamatannya.

"Setelah Rusia mengadopsi undang-undang tentang 'larangan propaganda gay' dan 'berita palsu' tentang tentara Rusia, saya tahu bahwa ancaman terhadap kehidupan dan kebebasan saya telah meningkat," katanya.

Thomas mengajukan suaka politik di Swedia dan berusaha menjelaskan kepada pihak berwenang di sana mengapa kembali ke Rusia akan berbahaya. Permohonannya ditolak namun dia mengajukan banding atas keputusan tersebut.

"Karena saya hanya punya hak untuk waktu terbatas dengan pengacara negara, saya bekerja mengumpulkan bukti untuk kasus saya sendiri."

Bagi Sergei, penduduk asli kota Rostov-on-Don di selatan Rusia, masalahnya berbeda. Dia sekarang berada di Tbilisi, Georgia. Pada hari Rusia menginvasi Ukraina, dia menelepon beberapa temannya dan mereka semua sepakat bahwa perang itu adalah berita buruk.

"Apa pun yang terjadi selanjutnya, ekonomi akan turun," katanya. "Seminggu kemudian kami semua bertemu dan memutuskan kami perlu bersiap untuk [pergi]."

Seiring hari-hari berlalu, kata Sergei, perang semakin dekat.

"Kami melihat banyak peralatan militer dalam perjalanan ke Ukraina. Rumah sakit penuh dengan pasien yang terluka. Bandara Rostov ditutup untuk penerbangan sipil tetapi ada banyak pesawat dan kami tahu ke mana mereka pergi."

Pada bulan September setelah pidato mobilisasi Putin, ibu Sergei, yang pernah mengkritiknya karena kurang patriotik, meneleponnya dan berkata: "Kemasi barang-barangmu dan pergi." Sergei berkendara sepanjang malam ke Georgia, tempat dia sekarang tinggal.

Iklan tentaraGetty ImagesIklan untuk bergabung dengan tentara telah menjadi pemandangan umum di Rusia.

"Istri dan anak saya masih di Rusia. Saya harus memberi nafkah dan membayar akomodasi mereka di luar sana sementara saya sendiri di sini. Saya mengambil dua pekerjaan satu pekerjaan jarak jauh untuk perusahaan saya di Rusia dan satu di sini, untuk bisnis kecil seorang teman."

Sergei mengatakan dia menabung untuk membawa keluarganya keluar dari Rusia ke negara lain. Istrinya, yang tadinya enggan, sekarang setuju bahwa mereka perlu mencari kehidupan baru di tempat lain, katanya.

Apa artinya ini bagi Rusia?

Pihak berwenang Rusia mencoba meremehkan dampak ratusan ribu orang berpendidikan dan kaya yang meninggalkan negara itu bersama dengan uang mereka, tetapi dampak ekonominya jelas.

Bank swasta terbesar Rusia, Alfa Bank, memperkirakan bahwa 1,5% dari seluruh tenaga kerja Rusia mungkin telah meninggalkan negara itu. Sebagian besar dari mereka yang pergi adalah tenaga profesional yang sangat terampil. Banyak perusahaan mengeluhkan kekurangan staf dan kesulitan perekrutan.

Bank Sentral Rusia melaporkan pada masa-masa awal perang bahwa warga Rusia menarik 1,2 triliun rubel (hampir Rp220 triliun) dari rekening mereka. Ini adalah skala yang tidak pernah terjadi di Rusia sejak krisis keuangan 2008.

Ekonom Sergei Smirnov dari Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Rusia percaya bahwa, pada umumnya, individu yang lebih terampil akan terus mencari cara untuk pergi.

"Akan ada semakin banyak permintaan bagi orang-orang untuk dapat memperbaiki mobil atau membuat sepatu. Saya tidak suka skenario apokaliptik tetapi saya percaya ini akan menyebabkan produktivitas dalam ekonomi Rusia terus turun dari waktu ke waktu."

Para ekonom menunjukkan bahwa tren ini terutama akan mempengaruhi kota-kota besar, seperti Moskow, St Petersburg dan Yekaterinburg.

"Sebagian besar wilayah Rusia tidak akan menyadari transformasi ini karena standar hidup di kota-kota kecil dan desa-desa selalu rendah dan akan terus berlanjut di masa depan."

Sementara itu Svetlana, di Beograd, tidak berencana untuk kembali ke Rusia.

"Saya bekerja untuk sebuah start-up yang berbasis di Moldova tetapi baru-baru ini saya melamar pekerjaan di Belanda."

Sergei di Tbilisi melamar pekerjaan di Eropa. Untuk saat ini hidupnya sulit: "Saya tidak punya hari libur, kadang-kadang saya tidak punya cukup waktu untuk tidur di malam hari, saya tidur siang di mobil."

Dan Thomas di Swedia berharap dia tidak akan dipaksa untuk kembali ke Rusia karena takut akan homofobia di sana. Dia belajar bahasa Swedia supaya bisa mendapatkan pekerjaan.

Disunting oleh Kateryna Khinkulova

Lihat juga Video 'Bule Rusia yang Berfoto Bugil di Tempat Sakral Bali Diciduk':

[Gambas:Video 20detik]



(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads