Tangisan Ibu Sambut Nelayan Indonesia yang Terdampar di Pulau Australia

Tangisan Ibu Sambut Nelayan Indonesia yang Terdampar di Pulau Australia

BBC Indonesia - detikNews
Kamis, 04 Mei 2023 18:18 WIB
Ratusan kerabat Badco Said Jalating menunggu kepulangannya di rumah. (KKP/ELIAZAR ROBERT)
Ratusan kerabat Badco Said Jalating menunggu kepulangannya di rumah (KKP/ELIAZAR ROBERT)
Jakarta -

Sebanyak 11 nelayan asal Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, telah dipulangkan ke kampung halamannya di Desa Papela, pada Minggu (30/4).

Ke-11 nelayan tersebut mencakup 10 ABK dari Kapal Dioskuri 01 dan satu ABK dari Perahu Motor Putri Jaya. Mereka diselamatkan otoritas Australia di Pulau Bedwell, Rowley Shoals, Australia Barat.

Tangisan kerabat dan orang tua dari Badco Said Jalating alias Rama Jalating, tidak bisa dibendung lagi, saat petugas PSDKP, Komandan Pos Angkatan Laut Papela dan Kapolsek Rote Timur, tiba di Desa Papela, Kecamatan Rote Timur, untuk mengantar kembali anak mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka tak kuasa menahan rasa haru atas kepulangan Badco Said Jalating yang berhasil lolos dari maut saat kapalnya dihantam Badai Isla di perairan perbatasan antara Australia dan Indonesia.

Sa'adiah Badco, ibu dari Badco Said Jalating, langsung berlari keluar dari dalam rumahnya untuk menyambut anaknya.

ADVERTISEMENT

"Rasanya bahagia tapi lebih menyakitkan, karena yang menyakitkan itu dua yang pergi, satu yang kembali," kata Sa'adiah kepada wartawan di NTT, Eliazar Robert, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Sa'adiah mengatakan, meski anaknya Badco Said Jalating bisa selamat dari maut, tapi satu anaknya yang lain yakni Syafrudin Jalating, hingga saat ini masih hilang. Kakak beradik itu ikut melaut sebagai ABK di perahu motor Putri Jaya, namun hanya Badco Said Jalating yang selamat setelah berenang selama 30 jam.

"Harapan saya, saya kalau diizinkan, dua anak saya kembali. Itu yang saya inginkan," ujar Sa'adiah.

Sa'adiah mengaku sempat melarang saat kedua anaknya hendak melaut mengikuti Perahu Motor Putri Jaya, pada tanggal 7 April 2023.

"Sudah (melarang), tapi yang namanya nelayan disini semua nelayan harus mendengar kata juragan. Kalau juragan bilang berangkat, berarti harus berangkat walaupun itu apapun yang terjadi," kata Sa'adiah dengan terbata-bata.

Bahkan, lanjut Sa'adiah, dia sempat ikut ke pelabuhan untuk mengingatkan agar tidak berangkat karena melihat angin yang sangat kencang saat itu. Namun, keduanya tetap harus berangkat karena telah diperintah oleh juragan atau nahkoda kapal yakni Arsad Saleh.

"Saya hanya mendoakan kalau mereka bisa dengan selamat, maka pulang pun dengan selamat," harapnya ketika itu.

Syafrudin Jalating adalah satu dari delapan ABK yang hilang.

ABK Perahu Putri Jaya lainnya yang masih hilang hingga saat ini adalah Arsad Saleh (49), Salman Kawak (47), Harno Acing (41), Muhammad Yamin (25), Rendi (19), Jun, dan Iven.

11 nelayan terdampar di pulau Australia

Sebanyak 11 nelayan yang selamat mencakup 10 ABK dari Kapal Dioskuri 01 dan satu ABK dari Perahu Motor Putri Jaya.

10 ABK dari Kapal Dioskuri 01 meliputi Welhelmus Bura'a (41), Yanuanse Rifael Bella (48), Ferianus Semuel Daan ((45), Ibrahim Pau (55), Yandro Rano (35), Nikson Thomson Julianus Risi (41), Sepri Rote (17), Sahbudin Mala (51), Gat Doma (52) dan Rahman Irwan Ndun (29).

Satu-satunya ABK Perahu Motor Putri Jaya yang selamat hanyalah Badco Said Jalating (24), sedangkan delapan ABK lainnya masih dinyatakan hilang, termasuk saudara kandung Badco yaitu Syafrudin Jalating.

Baca juga:

Para nelayan tersebut dipulangkan oleh pemerintah Australia melalui Denpasar, Bali pada Jumat (28/4) dengan menggunakan pesawat carteran.

Saat tiba di Bali, mereka diterima oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP KKP).

Pada Minggu (30/4) 11 nelayan tersebut tiba di Bandara El Tari Kupang, pukul 11.30 WITA dan 12.45 WITA menggunakan dua pesawat komersil berbeda dan mereka didampingi oleh tiga petugas dari Ditjen PSDKP KKP.

Di hari yang sama, pada pukul 15.00 Wita, kesebelas nelayan tersebut langsung diberangkatkan ke Rote Ndao menggunakan kapal feri penyeberangan melalui pelabuhan dermaga Bolok, Kupang.

Setelah menempuh perjalanan laut selama empat jam, pada pukul 19.00 Wita kapal penyeberangan tiba di Pelabuhan Pantai Baru.

Tepat pukul 20.00 Wita, Minggu (30/4), mereka tiba di Pos Angkatan Laut Papela, Kecamatan Rote Timur, untuk dilakukan pengecekan terakhir sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.

Gelap gulita saat terjadi badai

Badco Said Jalating menceritakan pada tanggal 12 April, sekitar tengah malam, perahu mereka dihantam gelombang dan angin kencang. Perahu mereka tiba-tiba terbalik.

"Saat terbalik kita sembilan orang masih terkumpul," kata Badco.

Dalam keadaan gelap gulita, dia sempat menggenggam tangan adiknya, Syafrudin Jalating, sambil memegang badan perahu yang terbalik. Tapi karena benturan kayu dan gelombang besar, tangan adiknya terlepas. Mereka pun terpisah sejak saat itu.

"Saya pegang tangan adik saya dan pegang perahu. Tapi karena benturan dari kayu, adik saya terlepas," kata Badco menceritakan peristiwa tersebut.

Pada pagi harinya, Badco telah berada di laut biru dan terus terbawa arus.

"Saya tidak tahu itu di bagian mana lagi, ya pasrah saja", katanya.

Meski tidak terlihat pulau, Badco pantang menyerah. Dia terus berupaya untuk berenang.

"Saya berenang dua hari satu setengah malam," kenangnya.

Dia menceritakan selama berenang tidak memperoleh asupan makanan sama sekali. Dia hanya mengonsumsi air laut jika haus. Untuk mempertahankan diri di laut, Badco selalu bergantian menggerakkan kaki dan tangannya.

"Ingat anak saja, saya berenang. Saya mendengar anak sebut saya punya nama. Di situ saya semangat berenang."

Badco baru bertemu Pulau Bedwell pada pagi hari. Di situlah dia bertemu dengan 10 ABK Perahu Dioskuri. Dia diberikan pakaian serta makanan berupa ikan.

Setelah enam hari berada di pulau tersebut, mereka baru ditemukan oleh otoritas Australia yang melakukan patroli menggunakan pesawat. Dan sekitar satu jam kemudian barulah datang helikopter tim SAR untuk melakukan upaya penyelamatan.

Dia juga menceritakan selama berada di pulau, mereka tidur seadanya dan hanya mengonsumsi air laut.

Meski berhasil selamat, Badco harus kehilangan bapak mertua dan adiknya yang hingga saat ini masih belum ditemukan.

Musibah itu telah dijadikan pengalaman bagi Badco untuk tetap memperhatikan cuaca jika harus melaut lagi.

Bagi Badco, profesi nelayan adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mendatangkan uang. Dia mengaku sekali melaut selama 12 hingga 14 hari, dirinya bisa memperoleh penghasilan Rp20 juta hingga Rp30 juta.

Sementara itu, suasana haru juga terjadi saat nahkoda Perahu Motor Dioskuri yakni Wilhelmus Bora'a (40) tiba di rumahnya di Dusun Faifua, Desa Papela.

Dia langsung disambut istri dan keluarga lainnya di depan rumah. Pelukan dan tangis mereka pun pecah ketika itu.

Wilhelmus yang memiliki empat orang anak ini mengaku baru dua tahun menjadi nahkoda kapal untuk mencari ikan di sekitar perairan perbatasan.

Dia menceritakan selama enam hari berada di Pulau Bedwell mereka hanya mengonsumsi air laut dan ikan yang telah mati dan terdampar pantai.

Nasib Wilhelmus dan sembilan ABK lainnya lebih beruntung, karena saat diterpa Badai Ilsa, mereka langsung terbawa ke Pulau Bedwell.

Dari peristiwa tersebut, Wilhelmus masih enggan melaut lagi dalam waktu dekat ini. "Saya masih trauma," katanya.

Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Perikanan (PSDKP DKP) NTT, Merry Foenay, menjelaskan para nelayan yang menggunakan dua kapal yakni Perahu Motor Dioskuri dan Perahu Motor Putri Jaya saat berangkat melaut tidak mengambil ijin dari pemerintah ataupun melapor ke Dinas Perikanan NTT maupun ke pihak Angkatan Laut.

"Karena jika mereka melapor maka sudah pasti pemerintah akan melarang dan juga memberikan peringatan tentang cuaca yang telah dikeluarkan BMKG saat itu," ujar Merry.

Dia mengaku pemerintah tidak pernah mengetahui keberangkatan kedua perahu motor tersebut untuk mencari ikan di wilayah perairan dekat perbatasan dengan Australia.

"Ini semua tergantung kesadaran dari para nelayan agar mau melapor ke pemerintah untuk mendapatkan ijin berlayar setiap kali akan melaut," katanya.

Merry mengklaim setiap tahunnya selalu memberikan sosialisasi dan edukasi terhadap para nelayan di Papela dan juga beberapa daerah lainnya di NTT untuk memperhatikan faktor keselamatan.

Dia berharap peristiwa ini bisa menjadi pengalaman bagi seluruh nelayan agar memperhatikan faktor keselamatan dan juga melapor kepada pemerintah setiap akan melaut.

Simak Video '11 Nelayan Indonesia Terdampar di Pulau Terpencil Australia':

[Gambas:Video 20detik]



(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads