Putra Miliarder Yaman Akui Terlibat Kematian Mahasiswi di London

Putra Miliarder Yaman Akui Terlibat Kematian Mahasiswi di London

BBC Indonesia - detikNews
Kamis, 30 Mar 2023 17:34 WIB
Jasad Martine Vik Magnussen ditemukan terkubur di bawah puing-puing pada 2008 (ODD PETTER)
Jasad Martine Vik Magnussen ditemukan terkubur di bawah puing-puing pada 2008 (ODD PETTER)
London -

Putra seorang miliarder, yang melarikan diri ke Yaman beberapa jam setelah kematian seorang mahasiswi di London pada 15 tahun yang lalu, mengakui keterlibatannya dalam peristiwa itu kepada BBC.

Tubuh Martine Vik Magnussen, 23 tahun, ditemukan di bawah reruntuhan di ruang bawah tanah di Great Portland Street pada 2008.

Keluarganya telah berupaya mendapatkan keadilan sejak saat itu. Farouk Abdulhak, yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian London hingga muncul surat perintah penangkapan internasional, tidak pernah berbicara tentang kasus ini sebelumnya.

Farouk mengatakan kepada BBC bahwa Vik Magnussen meninggal akibat "kecelakaan seks yang salah.

Tetapi dia mengatakan tidak siap untuk kembali ke Inggris dan berhadapan dengan polisi karena "terlalu terlambat.

Nawal Al-Maghafi mencari jawaban atas apa yang terjadi pada Martine dalam investigasi oleh BBC News Arabic dan BBC Current Affairs. Ini mengungkap bagaimana uang, kekuatan politik, dan hukum Yaman melindungi Farouk begitu dia melarikan diri ke Yaman, yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Inggris.

Presentational lineBBC

Saya sendiri adalah seorang pelajar ketika jasad Martine ditemukan, dan bagi saya laporan itu mengejutkan, karena tersangka utama pembunuhannya adalah orang Yaman. Saya juga dari Yaman.

Jadi ketika saya bergabung dengan BBC sebagai jurnalis pada 2011, itu menjadi salah satu isu pertama yang saya kejar.

Tujuan utama saya adalah menemukan jawaban bagi keluarga Martine, yang menganggap kematiannya sebagai ujian hukum internasional. Inggris tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Yaman.

Baru tahun lalu saya akhirnya berhasil menghubungi Farouk Abdulhak. Komunikasi saya dengan Farouk dimulai melalui media sosial.

Ratusan jurnalis telah menghubunginya selama bertahun-tahun dan dia mengabaikan mereka semua. Latar belakang kami sebagai sesama orang Yaman yang membantu saya bisa mendapatkan kepercayaannya.

Sepuluh hari setelah kami pertama kali berkirim pesan, dia mengirimi saya sebuah pesan yang berlanjut hingga rangkaian pesan yang mengungkap sesuatu.

"Saya melakukan sesuatu ketika saya masih muda, itu adalah sebuah kesalahan," tulisnya.

Di antara ribuan pesan dan ratusan rekaman suara yang dia kirimkan kepada saya selama lima bulan, tidak sekali pun dia menggunakan nama Martine atau merujuk pada kematiannya.

Dia lebih memilih istilah "insiden atau "kecelakaan.

Tetapi laporan penyelidikan koroner memperjelas betapa kejamnya kematian siswa Norwegia itu akibat "tekanan di leher yang "bisa berarti dia dicekik, ditahan atau dibekap.

Pada tubuhnya terdapat 43 luka dan goresan, "banyak di antaranya tipikal cedera yang didapat dari penyerangan atau perkelahian".

Nawal Al-Maghafi berbicara melalui telepon dengan Farouk Abdulhak

Nawal Al-Maghafi berbicara melalui telepon dengan Farouk Abdulhak (BBC)

Farouk dan Martine sama-sama belajar di Regents Business School London, dan Martine bercita-cita menjadi seorang pemodal di ibu kota.

Terakhir kali teman-temannya melihat Martine hidup adalah pada dini hari tanggal 14 Maret 2008 di klub malam eksklusif Maddox di Mayfair, tempat di mana dia dan Farouk merayakan selesainya ujian.

Teman-temannya mengatakan Farouk menawarkan untuk mengadakan pesta lanjutan di apartemennya di Great Portland Street, di pusat kota London.

Mereka terlalu lelah untuk pergi, tetapi menurut mereka, Martine masih ingin terus berpesta.

Rekaman CCTV menunjukkan dia meninggalkan klub bersama Farouk pada pukul 02.59. Tidak ada saksi mata soal apa yang terjadi selanjutnya.

Begitu matahari terbit, Martine meninggal dunia, tetapi tubuhnya tidak ditemukan setidaknya hingga 48 jam berikutnya.

Dalam rentang waktu itu, Farouk telah melarikan diri dari Inggris menggunakan penerbangan ke Kairo.

Dia naik jet pribadi ayahnya ke Yaman. Pengacara Farouk bersikeras bahwa dia tidak bersalah atas pembunuhan.

Farouk bukan sembarang orang Yaman. Sebagai putra dari Shaher Abdulhak, salah satu orang terkaya dan terkuat di Yaman, dia dibesarkan di AS dan Mesir.

Shaher Abdulhak memiliki kerajaan gula, minuman ringan, minyak, dan senjata. Dia juga merupakan teman dekat dari presiden saat itu, Ali Abdullah Saleh.

Ketika saya pertama kali mencoba menghubungi Farouk pada 2011, saya menghabiskan waktu berbulan-bulan di Yaman untuk mencarinya. Tetapi saya harus pergi ketika pihak berwenang memperingatkan saya untuk menghentikan cerita itu.

Pada Februari 2022, saya memutuskan menyelidiki kembali kasus ini dari London. Saat itu, ayah Farouk telah meninggal dan Presiden Saleh telah mengundurkan diri. Saya bertanya-tanya apakah saat ini Farouk mungkin mau berbicara.

Tapi saya juga tahu itu tidak akan mudah. Ketika seorang teman mendapatkan nomornya, saya mengirim pesan kepadanya melalui sejumlah aplikasi berbeda, tetapi tidak mendapatkan tanggapan.

Kemudian teman saya menyadari bahwa Farouk menggunakan Snapchat.

Nawal melihat pada papan investigasinya

Nawal telah berupaya menjalin kontak dengan Farouk Abdulhak selama bertahun-tahun (BBC)

Saya mengiriminya pesan dan dia menjawab dalam hitungan detik. Hal pertama yang dia tanyakan adalah dari mana saya berasal.

Saya mengatakan dari sebuah lingkungan Yaman elite tempat saya dibesarkan, mengira-ngira bahwa dia mungkin juga tinggal di sana. Ternyata saya benar. Dia langsung tergugah.

Setelah saya berhasil membuka dialog dengannya, selanjutnya adalah bagaimana mendapatkan kepercayaannya, terutama karena saya tidak pernah menyembunyikan profesi saya.

Dalam sejumlah percakapan awal kami, saya mengatakan kepadanya bahwa saya adalah seorang jurnalis.

Obrolan awal kami mulanya berkisar soal pengalaman kami yang serupa. Terlepas dari kekayaannya yang luar biasa, dalam beberapa hal kami memiliki banyak kesamaan.

Kami bertukar cerita soal bermain ski di resor Swiss yang sama, belajar di sekolah internasional, hingga tempat yang kami sukai di London.

Dan kemudian dia mulai terbuka.

"Saya melakukan sesuatu ketika saya masih muda, itu adalah kesalahan," kata dia melalui pesan singkat.

"Saya sudah memberitahumu nama asli saya, saya tidak bisa pergi ke Inggris karena sesuatu yang terjadi di sana."

"Satu-satunya alasan saya takut karena kamu memberi tahu saya bahwa kamu adalah seorang jurnalis."

"Kamu adalah orang terakhir yang seharusnya saya ajak bicara."

Betapa cepatnya dia mulai mempercayai saya mungkin terdengar mengejutkan. Tetapi ingatlah bahwa Farouk sangat terisolasi. Seluruh keluarganya tinggal di luar Yaman termasuk mantan istri dan putrinya setelah melarikan diri dari perang saudara yang menghancurkan negara itu.

Namun dia tidak berani mengunjungi salah satu dari mereka karena takut ditangkap.

Tidak satu pun dari temannya yang saya tanyakan selama penyelidikan mendengar kabar darinya sejak dia melarikan diri, meskipun semuanya mengatakan bahwa mereka terkejut ketika membaca mengenai kematian Martine pada saat itu, namun mereka juga mengatakan bahwa dugaan keterlibatannya benar-benar tidak disangka.

Begitu Farouk tampak siap untuk berbagi lebih banyak, saya menegaskan bahwa saya bekerja untuk BBC dan ingin melaporkan kisahnya. Hebatnya, hal ini tidak menghentikannya untuk angkat suara.

Jadi saya memintanya untuk menguraikan pesan yang sebelumnya dia sampaikan di mana dia mengatakan tentang "penyesalan terbesar". Dia membalas:

"1: Saya sangat menyesali kecelakaan malang yang terjadi. 2 penyesalan datang ke sini [ke Yaman] semestinya saya tetap tinggal [di Inggris] dan seharusnya saya membayar konsekuensinya."

Pada saat yang sama, saya juga mewawancarai orang lain terkait kasus tersebut, termasuk ayah Martine dan teman-teman dekatnya.

Ini menjadikan investigasi ini hal tersulit yang pernah saya kerjakan. Ketika saya berbicara dengan mereka yang hidupnya telah dihancurkan oleh kematian Martine dan sangat membutuhkan jawaban, telepon saya terus-menerus mendapat pesan dari Farouk.

Teman-teman Martine, Nina Brantzeg dan Cecilie Dahl, ada bersamanya di klub pada malam dia meninggal.

Cecile pernah bertemu Farouk dengan Martine sebelumnya, dan mengatakan bahwa mereka berteman.

Tapi malam itu, dia mengatakan Farouk tampak berbeda. Farouk kesal ketika salah satu dari mereka mengambil foto dia dan Martine, meskipun Martine sepertinya tidak menyadari ada sesuatu yang tidak biasa.

Teman Martine lainnya, Thale Lassen, mengatakan bahwa menurutnya Farouk pernah mencoba mencium Martine dan Martine mengatakan bahwa dia tidak tertarik dengan Farouk.

Namun faktanya, Martine sering mendatangi flat Farouk karena berada di pusat kota. CCTV juga menunjukkan lengannya menggandeng Farouk saat mereka meninggalkan klub.

Ketika Martine tidak pulang keesokan harinya, teman-temannya melaporkan bahwa dia hilang.

Baru setelah seseorang menyadari Farouk menghapus akun Facebook-nya, polisi menangani masalah ini dengan serius. Mereka menggeledah apartemen Farouk dan dengan cepat menemukan tubuh Martine yang setengah telanjang berada di ruang bawah tanah.

Pada saat itu, Farouk telah melarikan diri dari Inggris. Polisi mengetahui bahwa dia pergi menggunakan penerbangan komersial dari London ke Kairo, namun tidak tahu secara detil tentang pelariannya.

Saya berhasil melacak salah satu teman terdekat ayah Farouk di London, seorang pria yang saya panggil Samir.

Dia memberi tahu saya bahwa dia menerima panggilan dari Farouk pada dini hari tanggal 14 Maret meminta uang tunai. Saat itu, Farouk mengatakan dia sangat membutuhkan uang tunai itu dan kartu kreditnya tidak berfungsi.

Menurut Samir, ketika dia mengeluarkan uang tunai, Farouk pingsan di sofanya, dan dia menyiram air dingin ke wajahnya untuk menyadarkannya.

"Seolah-olah dia sedang menghadapi sesuatu," kata Samir.

Farouk kemudian membeli tiket untuk penerbangan berikutnya ke Kairo, dan dari situ ayahnya membawanya ke Yaman tempat yang belum pernah ditinggali Farouk sebelumnya, namun merupakan negara yang tidak mungkin mengekstradisinya kembali ke Inggris.

Saya juga berbicara dengan teman ayah Farouk lainnya, seorang pengusaha asal Yordania, Abdulhay Al Mejali.

"Putranya ingin pergi ke Inggris, duduk di pengadilan dan membela diri," katanya kepada saya.

"Tapi ayahnya menasihatinya untuk tidak terlibat [dan] bertahan di Yaman."

Jessica Wadsworth, penyelidik dari kepolisian London yang menangani kasus ini pada saat itu, mengakui bahwa hatinya hancur ketika mereka mengetahui ke mana Farouk pergi.

"Tentu saja karena kesempatannya sudah terlewatkan. Saya tidak pernah menyelidiki pembunuhan di mana dalam tiga atau empat hari, Anda menyadari bahwa tuduhan Anda tidak mungkin dibuktikan," kata dia.

Farouk Abdulhak terlihat saat acara pemakaman ayahnya

Farouk Abdulhak terlihat saat acara pemakaman ayahnya (BBC)

Polisi menemui keluarga Martine saat baru mendarat dari Norwegia untuk menyampaikan kabar kematiannya.

Ayahnya, Odd Petter Magnussen, bercerita betapa hancur perasaannya saat itu.

"Sebagai orang tua, itu adalah masa tersulit dalam hidup saya. Rasanya hampir seperti dicabik-cabik," kata dia.

Dalam kondisi putus asa mengharapkan keadilan, Odd Petter menulis kepada Ratu Elizabeth pada tahun 2010, yang meneruskannya kepada Wali Kota London saat itu, Boris Johnson. Pemerintah berkomitmen kepada Petter untuk membantu menyelesaikan kasus ini.

Saya tetap menjalin kontak dengannya selama 12 tahun terakhir, dan berjanji untuk berupaya mendapatkan jawaban atas apa yang terjadi pada putrinya.

Saya akhirnya mendapat kesempatan untuk mendengar kisah Farouk pada malam itu. Sekitar sebulan setelah korespondensi kami, saya benar-benar mulai mencoba menggali kebenarannya secara langsung.

N: "Apakah Anda mau menceritakan apa yang terjadi?"

F: "Saya tidak tahu apa yang terjadi, itu semua buram."

F: "Sesekali kilas balik kejadian itu muncul."

F: "Jika saya mencium parfum perempuan tertentu, saya merasa tidak nyaman."

Saya akhirnya berbicara dengannya di telepon. Saya bertanya apakah dia akan kembali ke Inggris untuk menghadapi konsekuensi atas kematian Martine.

"Saya tidak berpikir keadilan akan ditegakkan," katanya.

"Saya mengetahui bahwa sistem peradilan pidana di sana [di Inggris] sangat bias. Mereka ingin menjadikan saya sebagai anak orang Arab, menjadi... anak dari orang kaya... semua sudah sangat terlambat," kata Farouk.

Saya terbang ke Yaman untuk mencoba menemuinya secara langsung, tetapi ketika saya sampai di sana, dia mengatakan bahwa dia hanya akan menemui saya di rumahnya. Saya tidak siap mengambil risikonya.

Saya mengatakan kepadanya soal betapa ayah Martine sangat ingin tahu apa yang terjadi.

"Sebagai seorang laki-laki, sebagai manusia, sebagai seseorang yang bermoral, saya pikir seseorang harus melakukan itu," katanya melalui sambungan telepon.

Tetapi dia kemudian melanjutkan, "Beberapa hal lebih baik tidak diungkapkan. Faktanya sebenarnya adalah jika saya tidak ingat apa yang terjadi, tidak ada yang perlu dikatakan."

Kembali ke London, saya mencoba lagi untuk mendapatkan kebenaran dan mengirim SMS bahwa saya selalu ingin tahu apa yang terjadi.

Dan kemudian dia menjawab: "Itu hanya kecelakaan. Tidak ada yang jahat."

"Hanya kecelakaan seks yang salah."

"Tidak ada yang tahu karena saya hampir tidak bisa menyimpulkan apa yang terjadi," sambungnya.

Ketika saya bertanya mengapa, dia hanya menjawab dengan satu kata: "Kokain."

Saya bertanya apakah dia pernah berdiskusi dengan pengacara di sini. Dia mengaku sudah.

"Percayalah, saya benar-benar sudah melakukannya," ujarnya.

"[Karena itulah] meninggalkan Inggris dan jenazahnya dipindahkan."

Saya bertanya kepadanya mengapa dia memindahkan jenazah Martine.

"Saya tidak ingat," katanya.

Saya juga menanyakan apakah dia pernah berpikir untuk menyerahkan diri. Menurutnya, pengacara telah menyarankan untuk tidak menyerahkan diri karena dia akan "menjalani hukuman terberat".

"Sudah terlambat, Nawal."

Sepanjang percakapan kami, saya berulang kali memintanya untuk melakukan wawancara yang direkam, tetapi dia menolak.

Short presentational lineBBC

Sudah waktunya untuk memberi tahu ayah Martine tentang komunikasi saya dengan Farouk.

Bagi Odd Peter, mendengarkan percakapan telepon itu sangat sulit. Untuk pertama kalinya, dia mendengar suara orang yang diduga membunuh putrinya.

"Dia jelas tidak memiliki empati dengan keluarga kami, dan dia tidak menunjukkan penyesalan atau sejenisnya," kata dia.

Namun dengan terjalinnya komunikasi dengan Farouk, dia berharap bisa ada kemajuan pada kasus ini.

"Saya optimistis kami bisa mendapatkan solusinya dalam jangka panjang karena kita bisa berbicara dengannya. Lebih dari sebelumnya, saya yakin akan ada solusi untuk kasus ini. Saya hanya berharap ini akan sesuai dengan standar etika saya."

Saya bertanya kepadanya, apa yang ingin dia sampaikan kepada Farouk.

"Kembalilah ke Inggris. Ceritakan apa yang terjadi pada Martine. Karena bukan hanya Martine yang pantas mendapatkannya, tapi juga keluarga kami.

"Satu-satunya hal yang benar yang bisa dilakukan untuk hal ini, tentu saja, membantu kami menuntaskan kasus ini, juga untuk diri Anda sendiri."

(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads