China Geram dengan Aksi Trio Sekutu di Indo-Pasifik, Konflik Akan Pecah?

ADVERTISEMENT

China Geram dengan Aksi Trio Sekutu di Indo-Pasifik, Konflik Akan Pecah?

BBC Indonesia - detikNews
Jumat, 17 Mar 2023 13:54 WIB
Reuters
Jakarta -

Sesuai prediksi, China berang dengan pengumuman resmi menyangkut pakta Aukus, pekan ini.

Detilnya, yang diungkapkan di San Diego, pada Senin (13/03) , mengikat Australia, Inggris, dan AS dalam aliansi pertahanan dan keamanan berjangkauan luas yang bertujuan menghadapi ekspansi militer China di kawasan Indo-Pasifik.

Beijing merespons trio sekutu Barat itu dengan melontarkan sejumlah tuduhan, seperti "[mereka] menempuh jalan yang berbahaya", "mengabaikan keprihatinan komunitas internasional", hingga "mempertaruhkan jenis senjata baru dan proliferasi nuklir".

Sejak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Nancy Pelosi, melakukan kunjungan kontroversialnya ke Taiwan musim panas lalu, China menyatakan sangat menentang tindakan Barat.

China, negara terpadat di dunia, dengan jumlah personel angkatan darat dan angkatan laut terbesar di dunia, mengatakan mulai merasa "dikurung" oleh AS dan sekutunya di Pasifik barat.

Sebagai tanggapan, Presiden Xi Jinping baru-baru ini mengumumkan China akan mempercepat penambahan belanja pertahanannya dan menyebut keamanan nasional sebagai perhatian utama di tahun-tahun mendatang.

Baca juga:

Tidak heran jika pekan ini Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, berbicara tentang satu dekade yang berbahaya ke depan dan perlunya bersiap untuk menghadapi tantangan keamanan yang berkembang.

Lalu, bagaimana kita sampai pada titik ini dan apakah dunia semakin dekat dengan konflik besar di Pasifik antara China dan AS serta para sekutunya?

Barat salah menilai China. Selama bertahun-tahun ada asumsi naif bahwa liberalisasi ekonomi China pasti akan mengarah pada keterbukaan masyarakat dan kebebasan politik yang lebih besar.

Ketika perusahaan multinasional Barat mendirikan usaha patungan dan ratusan juta warga China mulai menikmati standar hidup yang lebih tinggi, maka tentu saja, menurut pemikiran pada waktu itu, Partai Komunis China (CCP) akan melonggarkan cengkeraman terhadap penduduknya, memungkinkan beberapa reformasi demokrasi sederhana, dan menjadi anggota "tatanan internasional berbasis aturan" seutuhnya.

Namun, ternyata hasilnya tidak seperti itu.

China menyikapi pakta AUKUSGetty ImagesPresiden AS Joe Biden (kanan) bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (kiri) dalam KTT AUKUS di Naval Base Point Loma di San Diego California, 13 Maret 2023.

Ya, China telah menjadi raksasa ekonomi, bagian vital dan integral dari rantai pasokan global dan mitra dagang terpenting bagi negara-negara di seluruh dunia.

Namun, alih-alih menggabungkan ini dengan pergeseran menuju demokrasi dan liberalisasi, Beijing telah memulai jalan yang telah membuat khawatir negara-negara Barat dan banyak negara tetangganya seperti Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.

Misalnya, seperti apa? Ada banyak hal, tetapi inilah yang mendasari pertikaian antara China dan Barat:

  • Taiwan: China telah berulang kali bersumpah untuk mengambil alih pulau yang memiliki pemerintahan sendiri ini, kalau perlu dengan kekerasan. Presiden AS Joe Biden mengatakan AS akan membela Taiwan, meskipun kebijakan resmi AS tidak berkomitmen pada aksi militer.
  • Laut China Selatan: Dalam beberapa tahun terakhir China telah menggunakan angkatan lautnya yang besar untuk menjajah sebagian Laut China Selatan, mengklaimnya sebagai wilayahnya sendiri, bertentangan dengan hukum internasional.
  • Teknologi: China semakin mendapat banyak tuduhan telah memanen data-data pribadi dalam jumlah besar secara diam-diam serta mencuri kekayaan intelektual untuk mendapatkan keuntungan komersial.
  • Hong Kong: Beijing telah berhasil menghancurkan demokrasi di wilayah bekas jajahan Inggris itu, menjatuhkan hukuman penjara yang lama kepada para aktivis.
  • Muslim Uyghur: Data satelit dan saksi mata menunjukkan pengasingan paksa satu juta Muslim Uyghur di kamp-kamp di seluruh Provinsi Xinjiang.

Secara militer, saat ini China adalah kekuatan yang harus diperhitungkan. Dalam beberapa tahun terakhir Tentara Pembebasan Rakyat - sebutan bagi militer China- telah membuat langkah besar dalam teknologi dan inovasi serta jumlah.

Rudal hipersonik Dong Feng China, misalnya, dapat bergerak dengan kecepatan melebihi Mach 5 (lima kali kecepatan suara), dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir atau bahan peledak tinggi.

Hal ini membuat Armada ke-7 Angkatan Laut AS, yang berbasis di Yokosuka, Jepang, berhenti sejenak untuk memikirkan seberapa dekat kesiapannya untuk mengambil risiko berlayar ke sistem artileri besar China di darat.

Untuk rudal balistik nuklir pun China telah memulai program ekspansi cepat, yang bertujuan untuk melipatgandakan jumlah hulu ledaknya saat membangun silo baru di wilayah barat yang terpencil.

Namun, semua ini tidak berarti bahwa China ingin berperang. Tidak.

Ketika berbicara tentang Taiwan, China akan lebih memilih untuk memberikan tekanan yang cukup sehingga wilayah itu menyerah dan tunduk pada aturan Beijing tanpa melepaskan tembakan.

Di Hong Kong, Uyghur, dan soal kekayaan intelektual, China tahu bahwa seiring waktu kritik akan mereda karena perdagangan dengan China terlalu penting bagi seluruh dunia.

Jadi, meskipun ketegangan sedang tinggi saat ini, dan mungkin masih ada masa-masa menegangkan yang akan datang, kedua belah pihak - China dan Barat - tahu bahwa perang di Pasifik akan menjadi bencana besar bagi semua orang dan terlepas dari retorika kemarahan, itu sama sekali bukan kepentingan siapapun.

Simak juga Video 'AS-Inggris-Australia Siapkan Kapal Selam Nuklir Demi Tangkal China':

[Gambas:Video 20detik]



(ita/ita)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT