Pada Minggu sore, Chriag Mucchadiya, 20, bersama kedua saudaranya, Dharmik, 17, dan Chetan, 15, pergi berjalan-jalan.
Mereka memberi tahu ibu mereka, Kantaben, bahwa mereka akan pergi ke "julto pul, atau jembatan gantung bersejarah peninggalan era kolonial yang baru dibuka kembali beberapa hari sebelumnya setelah berbulan-bulan diperbaiki.
Saat itu masih pekan perayaan Diwali. Sekolah-sekolah diliburkan dan banyak keluarga berpikiran sama seperti Chirag dan kedua adiknya.
Mereka membeli tiket seharga 17 rupee (sekitar Rp3.200) untuk dewasa dan 12 rupee (sekitar Rp2.200) untuk anak-anak demi berjalan melintasi jembatan sepanjang 230 meter itu.
Baca juga:
- 'Saya selamat, tapi adik saya masih belum ditemukan' - cerita saksi mata jembatan gantung ambruk di Gujarat
- Tragedi Halloween di Itaewon, Korsel: setidaknya 154 orang meninggal akibat berdesakan
- 'Pabrik kematian' di India: Kecelakaan industri dengan korban meninggal ratusan orang dan ribuan cacat permanen
Nitin Kavaiya juga berada di sana bersama istri dan kedua putrinya yang berusia tujuh tahun dan tujuh bulan.
Keluarga itu berfoto, termasuk mengambil foto-foto selfie. Sekitar pukul 18.30 waktu setempat, mereka turun dari jembatan dan duduk di tepi sungai Macchu.
"Di atas jembatan itu sangat ramai. Saya kira mungkin ada 400-500 orang di sana, kata Nitin.
"Saya memberi tahu orang-orang yang menjual tiket bahwa mereka harus mengurangi kerumunan itu. Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan untuk mengatasi itu.
Sepuluh menit kemudian, ketika Nitin memberi minum bayi perempuannya, dia mendengar suara teriakan dan jeritan.
Jembatan itu putus, mengarah ke sisi sungai di seberang Nitin, jalur logamnya menjuntai di kedua sisi.
"Saya melihat orang-orang tergelincir ke dalam sungai, lalu tidak muncul lagi ke permukaan setelahnya, kata Nitin. "Yang lainnya berpegangan pada bagian jembatan untuk bertahan dan tetap mengapung. Banyak dari kami mencoba membantu siapa pun sebisa kami.
Setidaknya 141 orang tewas dalam peristiwa itu. Chirag, Chetan, dan Dharmik adalah tiga di antaranya.
Nitin Kavaiya mengambil foto selfie bersama keluarganya di jembatan sebelum jembatan itu ambruk. (BBC)
Di rumah ketiga bersaudara, salah satu teman mengabari ibu mereka, Kantaben, bahwa jembatan itu runtuh.
"Saya mencoba menelpon putra-putra saya, tetapi tidak tersambung, kata Kantaben.
"Saya sangat gelisah dan mulai mondar-mandir di rumah.
Suaminya, Rajesh, bergegas ke tempat kejadian. Setelah itu, dia mulai mendatangi sejumlah rumah sakit. Pada pukul 23.00, jenazah Dharmik dan Chirag ditemukan di Rumah Sakit Sipil Morbi.
Dalam kegelapan malam, polisi, pejabat setempat, tim tanggap bencana, dan personel militer melanjutkan pencarian orang-orang yang selamat hingga jasad-jasad korban.
Pukul 03.00, jasad Chetan juga ditemukan. Di rumah keluarga Mucchadiya, pelayat mulai berdatangan.
"Kami kehilangan semua putra kami, segalanya bagi kami, kata Kantaben.
"Apa yang kami punya sekarang? Saya dan suami saya sekarang sendirian.
Kantaben Mucchadiya, ibu yang kehilangan tiga putranya akibat jembatan ambruk di Gujarat, India. (BBC)
Chirag, 20, bekerja di pabrik kacamata. Penghasilannya dari pabrik itu, ditambah penghasilan ayahnya sebagai sopir adalah sumber penghidupan keluarganya.
"Chirag adalah orang yang sangat baik. Dia mendengarkan semua yang saya katakan. Saya juga mencoba memberikan apa pun yang dia minta, kata Rajesh.
Anak kedua mereka, Dharmik akan genap berusia 18 tahun pada 14 Desember mendatang. Dia baru mulai mencari pekerjaan.
"Dia sangat jahil. Kami bersenang-senang bersama-sama. Sekarang mereka semua sudah tiada, tutur Rajesh.
"Dia menyukai tel paratha (roti pipih goreng) dan selalu meminta saya membuatkannya, tambah ibunya.
Sedangkan Chetan, si bungsu, duduk di bangku kelas sepuluh di sekolah. Rajesh menggambarkan putra bungsunya sebagai "ahli belajar.
Mereka dengan bangga menampilkan foto ukuran paspor dari putra-putra mereka yang sepertinya diambil beberapa tahun lalu ketika mereka lebih muda.
"Siapa pun yang bertanggung jawab atas kematian putra-putra saya harus dihukum, kata Kantaben.
"Mereka harus membusuk di penjara selama sisa hidup mereka. Mereka harus dijatuhi hukuman mati."
"Kami menginginkan jawaban. Dan kami menginginkan keadilan, tambah Rajesh.
Sembilan orang telah ditangkap
Ada banyak keluarga yang kehilangan lebih dari satu anggota dalam peristiwa itu.
Polisi di negara bagian Gujarat sejauh ini telah menangkap sembilan orang termasuk manajer-manajer dari Oreva selaku perusahaan yang merenovasi jembatan.
"Dari sembilan ini, dua bekerja sebagai manajer, sementara dua bekerja sebagai petugas pemesanan tiket (semuanya dipekerjakan oleh Oreva) di lokasi jembatan," kata polisi senior Ashok Kumar Yadav.
Lima tersangka lainnya adalah dua orang yang dikontrak untuk memperbaiki struktur jembatan serta petugas keamanan di lokasi.
Oreva belum merespons pertanyaan soal peristiwa maupun penangkapan ini. Sejumlah pihak juga mempertanyakan apakah petinggi perusahaan itu juga akan diselidiki.
Banyak pula yang mempertanyakan peran pemerintah setempat dalam kasus ini, menanyakan apakah pemeriksaan keamanan dilakukan sebelum jembatan dibuka kembali.
Jembatan sepanjang 230 meter di sungai Macchu itu dibangun pada 1880 pada era pemerintahan Inggris di India.
Dalam brosus perjalanan soal wilayah Morbi, jembatan gantung itu termasuk salah satu destinasi yang direkomendasikan sehingga menarik banyak wisatawan dan penduduk lokal pada hari libur.
Polisi memperkirakan sebanyak 400-500 orang ada di jembatan itu saat kejadian. Lebih dari 177 orang telah diselamatkan.
"Setiap kali saya memejamkan mata, saya melihat gambaran jembatan yang runtuh itu dan suara-suara orang yang tercebur ke sungai, kata Nitin.
"Saya merobek potongan tiket yang saya miliki dengan marah. Dan bukan hanya saya semua orang di kota ini berduka dan marah."
Sementara itu, Rajesh menyerukan dilakukannya "penyelidikan yang layak.
"Kalau tidak, orang-orang akan terus mati seperti anak-anak saya, katanya.
(ita/ita)