Sejumlah rekaman video yang menunjukkan warga tak bisa keluar dari kompleks bangunan saat gempa melanda kota Chengdu, China, telah memicu kemarahan dan ketidakpercayaan publik.
Sejumlah orang di Chengdu mengatakan, mereka diminta untuk tetap tinggal di dalam gedung meskipun terjadi gempa bumi dengan magnitudo 6,6 yang menewaskan sedikitnya 65 orang.
Mereka yang berusaha menyelamatkan diri mengaku terjebak karena pintu keluar ditutup menyusul kebijakan karantina wilayah (lockdown) Covid yang ketat oleh pemerintah China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga:
- China beri izin penggunaan vaksin Covid yang dihirup
- Covid di China: Cerita dramatis penduduk Shanghai di tengah lockdown, 'Saya bayar Rp883.000 untuk dua daging babi busuk'
- Ikan dan kepiting diwajibkan jalani tes 'swab' akibat kasus Covid yang terus meluas di China
Dalam penanganan virus corona, China menerapkan apa yang disebut kebijakan nol Covid-19. Artinya, pemerintah secara rutin memaksa kebijakan karantina wilayah pada masyarakat saat menemukan kasus baru.
Dalam sejumlah penerapannya, ketika terdapat satu orang yang terdeteksi positif Covid di apartemen, maka satu bangunan ini ditetapkan sebagai "area tertutup" - warganya dilarang keluar rumah, baik mereka terjangkit virus atau tidak.
Video yang dibagikan di Douyin - media sosial di China yang menyerupai Tiktok - menunjukkan warga panik di balik pagar yang terkunci dan mereka berteriak untuk minta keluar.
Dalam rekaman lainnya, seorang pria mengumpat pada petugas keamanan, menggebrak-gebrak gerbang besi dan berusaha untuk membukanya. Ia berteriak "Cepat, buka gerbangnya, ini ada gempa!".
Namun, penjaga merespons dengan mengatakan: "Sudah berakhir, gempanya sudah berakhir."
Kondisi sesudah gempa di Provinsi Sichuan, China. (Getty Images)
Video lainnya diklaim berisi rekaman pengeras suara yang berseru: "Pulanglah! dan jangan berkumpul di sini. Ini hanya gempa bumi. Kami [di Sichuan] punya banyak pengalaman [ketika terjadi gempa bumi]."
Seorang pria mengatakan kepada BBC, ia keluar dari apartemennya di lantai 30 setelah merasakan getaran gempa. Saat ia menyadari terjebak, dia menjadi bagian di antara banyak orang yang yang mengeluh dan berkumpul di balik gerbang.
"Mana yang lebih penting? Lockdown atau gempa bumi?" teriak Lu Siwei seorang pengacara di Chengdu.
Kata dia, teriakan itu mendapat respons dari tetangganya: "Jangan menyulut emosi, dan jangan bicara politik." Setelah sempat adu argumen, Lu mengatakan pria itu menyerangnya secara fisik.
Belum ada laporan yang menghubungkan antara korban jiwa akibat gempa dengan kebijakan karantina wilayah. Tapi laporan semacam ini telah memicu kecaman luar biasa dari warganet di Weibo.
"Ini konyol kalau kita harus membahas pertanyaan seperti itu," kata seorang komentator di bawah unggahan situs berita lokal. Berita ini mengutip seorang pengacara yang mengatakan warga negara "secara konstitusional" bebas untuk melarikan diri ke tempat yang aman.
Unggahan ini telah dilihat lebih dari 3,7 juta kali pada Selasa kemarin.
"Menurut saya, tidak apa-apa saya mati di dalam bangunan, asalkan saya tidak mati karena terinfeksi virus corona," kata komentator lainnya secara sarkas.
Komisi Kesehatan Chengdu kemudian mengunggah dalam akun resmi WeChat bahwa "prioritas harus diberikan untuk keselamatan hidup masyarakat jika terjadi gempa bumi, kebakaran, banjir dan bencana lainnya".
Baca juga:
- Beijing tes jutaan orang di tengah naiknya kasus, Shanghai perketat lockdown, pintu dipasang alarm agar orang tak keluar
- Covid di China: Shanghai longgarkan lockdown setelah berlaku dua bulan
- Covid di China: Mengapa warga panik akan dilakukan lockdown ketat kembali?
Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan, yang juga dilanda gelombang panas dan kekeringan musim kemarau ini, menjadi daerah yang dikarantina pekan lalu karena terjadi peningkatan kasus Covid.
Kebijakan China terkait Covid, mengharuskan kota-kota untuk melakukan karantina ketat - bahkan ketika hanya beberapa kasus yang dilaporkan.
Beijing beralasan langkah ini diperlukan untuk mencegah lonjakan virus yang lebih luas dan dapat membanjiri rumah sakit.
Namun, upaya Beijing untuk memastikan "nol kasus Covid" telah memicu silang pendapat di publik, yang jarang terjadi.
Sejak pandemi dimulai pada 2020 lalu, negara ini secara resmi mencatat sedikitnya 15.000 kasus kematian, menurut laporan Universitas Johns Hopkins.
Simak video 'Korban Gempa di China Bertambah, Petugas Berpacu dengan Waktu':