Kisah Perempuan China yang Jadi Korban Kekerasan Seks Tingkat Tinggi

Kisah Perempuan China yang Jadi Korban Kekerasan Seks Tingkat Tinggi

BBC Indonesia - detikNews
Rabu, 29 Sep 2021 12:16 WIB
Xianzi, seorang aktivis berusia 28 tahun, telah melihat hidupnya berubah sejak kasus itu dimulai. (Getty Images)
Jakarta -

Suara aktivis perempuan China, Zhou Xiaoxuan, yang juga disebut Xianzi, terdengar kelelahan. "Maaf. Saya menangis selama setengah jam terakhir," katanya kepada BBC melalui telepon dari Beijing.

Pembicaraan itu terjadi sehari setelah pengadilan memutuskan kasus pelecehan seksual tingkat tinggi yang dialami Xianzi dengan terduga salah satu selebriti terbesar di negara itu - yang menjadikan Xianzi sebagai wajah dalam gerakan feminis #MeToo di China.

Tiga tahun mencari keadilan, perjalanan Xianzi menemui jalan buntu. Pengadilan membatalkan kasusnya dengan mengatakan tidak ada cukup bukti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum panggilan BBC, Xianzi telah mencoba menghubungi seorang pendukungnya melalui Weibo, platform media sosial mirip Twitter, di mana perempuan berusia 28 tahun itu telah membangun dukungan yang erat.

Tapi akses dia di Weibo telah sepenuhnya diblokir setelah persidangan, dan begitu juga pendukungnya.

ADVERTISEMENT

Baca juga:

Terputusnya hubungan dia dengan komunitas online telah membuat Xianzi menangis.

"Akun komunitas terus-menerus diblokir. Tidak ada cara bagi saya untuk menghubungi mereka. Saya telah kehilangan kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka. Tiga tahun terakhir adalah tentang gerakan feminis Tiongkok yang dipisahkan satu sama lain."

Perjuangan Xianzi dan gerakan #MeToo

Pada tahun 2018 ketika gerakan #MeToo muncul di China, Xianzi - nama aslinya adalah Zhou Xiaoxuan, tetapi dia lebih dikenal dengan nama penanya - adalah salah satu dari banyak perempuan yang mulai berbagi cerita pengalaman tentang pelecehan seksual.

Dalam esai 3.000 kata yang kemudian menjadi viral, Xianzi menuduh Zhu Jun - pembawa acara stasiun televisi CCTV - melecehkannya secara seksual pada tahun 2014 ketika mengunjungi ruang ganti dengan harapan bisa melakukan wawancara dengannya.

Pada saat itu Xianzi hanyalah seorang pekerja magang berusia 21 tahun, sementara Zhu adalah sosok terkenal di China dengan wajahnya yang akrab di mata puluhan juta orang karena mempersembahkan acara televisi Gala Festival Musim Semi tahunan.

Tulisan berikutnya menjelaskan peristiwa yang lebih detail - menuduh Zhu meraba-raba berulang kali selama sekitar 50 menit meskipun Xianzi berusaha menolaknya, dan menciumnya secara paksa.

Pelecehan itu diinterupsi beberapa kali oleh staf yang keluar masuk ruangan sebentar, tetapi Xianzi menjelaskan sangat ketakutan dan malu saat itu sehingga tidak bisa mengingatkan staf tersebut.

Xianzi mengatakan dia baru bisa keluar dari ruangan itu ketika Zhu teralihkan saat berbicara dengan seorang anggota kru, yang memberikan kesempatan baginya untuk "secara perlahan sadar".

"Saya takut menyinggung Zhu Jun akan mempengaruhi studi saya, jadi saya tidak berani melawan," tulisnya saat itu.

Zhu secara konsisten membantah semua tuduhan itu. Dia mengatakan adalah korban dari kampanye kotor dan telah mengalami "penghinaan yang luar biasa".

Sehari setelah peristiwa itu, Xianzi melapor ke polisi namun ditolak.

Alasannya, Zhu adalah teladan nasional dari "energi positif" - kampanye negara yang bertujuan untuk mempromosikan perilaku yang baik - sehingga reputasinya tidak dapat dinodai.

Maka Xianzi memilih diam - sampai gerakan #MeToo terjadi.

Pembawa acara televisi Zhu Jun menyelenggarakan pertunjukan musik di XianReutersZhu Jun adalah bintang TV terkemuka di China

Kasus ini semakin menyita perhatian publik setelah Zhu menggugat Xianzi karena pencemaran nama baik.

Tidak berhenti, Xianzi menggugat balik dengan atas "pelanggaran atas hak kepribadian", menggunakan undang-undang yang pada saat itu mengatur tentang diskriminasi dan anti-pelecehan seksual.

Sejak itu, kehidupan Xianzi telah berubah.

Lahir dari keluarga kelas menengah di Wuhan, dia pindah ke Beijing untuk belajar penyutradaraan film ketika berusia 18 tahun dan bekerja sebagai penulis naskah.

Sejak kekerasan itu dia berhenti. Dalam tiga tahun terakhir ini ia hidup dari tabungan serta pendapatan sporadisnya sebagai penulis lepas. Untungnya, pengacaranya hanya membebankan sedikit biaya pada Xianzi.

Xianzi telah fokus pada perjuangan hukumnya dan berkampanye untuk korban pelecehan seksual - banyak di antara mereka meminta nasihat - di akun media sosialnya dengan lebih dari 300.000 pengikut.

Pada saat yang sama, upaya pihak berwenang untuk menyensornya semakin intensif, menutup diskusi dan melarangnya mengunggah di Weibo.

Bahkan frasa "kelinci nasi", sinonim China untuk kampanye #MeToo, telah dihapus dari media sosial di Tiongkok.

Pendukung Zhou Xiaoxuan, seorang tokoh feminis yang menjadi terkenal selama gerakan #MeToo China dua tahun lalu, memajang poster di luar Pengadilan Rakyat Distrik Haidian di Beijing pada 2 Desember 2020, dalam kasus pelecehan seksual terhadap salah satu televisi paling terkenal di China tuan rumah.Getty ImagesPendukung Zhou Xiaoxuan muncul di persidangannya dengan membawa tanda protes, pemandangan yang semakin langka di China.

Pada awalnya, Xianzi memberikan esainya kepada para pendukung untuk diunggah ke akun mereka atas namanya. Tapi kemudian akun mereka juga ditangguhkan.

Xianzi juga semakin menjadi sasaran kritik, dengan beberapa blogger nasionalis yang menuduhnya berbohong dan "berkolusi dengan kekuatan asing" untuk menimbulkan kontroversi.

Minggu ini sebuah komentar tentang kasusnya di Global Times yang dikelola pemerintah mengeklaim bahwa gerakan #MeToo digunakan oleh kekuatan Barat untuk "memecahkan masyarakat China".

Lalu, ada kemunduran hukum. Menurut Xianzi, pengadilan menolak permintaannya untuk melabeli kasus itu sebagai gugatan pelecehan seksual setelah aturan pengadilan baru diberlakukan.

Dia juga mengatakan bahwa selama persidangan, pengadilan memberinya sedikit kesempatan untuk berbicara, dan menghalangi usahanya untuk menyajikan bukti pendukung, seperti rekaman video di luar ruang ganti dan foto pertemuannya dengan Zhu.

Pada tahun 2014, dia menyerahkan bukti, gaun yang dikenakan saat bertemu Zhu, ke pengadilan. Pemeriksaan awal tidak menemukan jejak DNA.

Tetapi ketika Xianzi meminta pemeriksaan lebih lanjut, pengadilan memberitahukan bahwa gaun itu "tidak dapat ditemukan".

Xianzi juga mengatakan bahwa pengadilan "tidak perlu" memaksa Zhu untuk bersaksi.

Pakar hukum China Darius Longarino mengatakan kepada BBC bahwa alasan pengadilan itu "tidak meyakinkan".

Beberapa orang di China percaya ada motivasi politik di balik keputusan pengadilan ini.

Di atas semua itu, Xianzi masih harus bergulat dengan gugatan pencemaran nama baik. Zhu menuntut 650.000 RMB (atau sekitar Rp1,4 miliar) sebagai kompensasi.

BBC telah berusaha untuk menghubungi Zhu dan pengacaranya, tetapi belum ada jawaban apa pun.

Runutan peristiwa ini telah menjatuhkan Xianzi. Dalam sebuah video yang dibagikan oleh para pendukung pekan lalu, Xianzi tampak sedih saat berbicara kepada mereka tak lama usai meninggalkan ruang sidang di Beijing.

"Saya berusia 21 tahun ketika insiden itu terjadi. Sekarang saya berusia 28 tahun, saya sangat lelah ... saya tidak tahu apakah saya bisa mengumpulkan keberanian saya untuk bertarung tiga tahun lagi," katanya, yang terlihat gugup dan meremas salinan hukum perdata China.

Tokoh terkemuka dalam gerakan #MeToo Tiongkok Zhou Xiaoxuan, yang dikenal juga sebagai Xianzi, kiri, berbicara kepada wartawan dan pendukung di luar Pengadilan Rakyat Distrik Haidian sebelum sidang kasusnya melawan pembawa acara televisi terkemuka Zhu Jun pada 14 September 2021 di Beijing, Tiongkok.Getty ImagesXianzi telah mendapat sorotan yang meningkat

Xianzi mengatakan kepada BBC bahwa terkadang dia cemas dengan karir dan masa depannya akibat kasus ini. Jadi dia mencoba mengalihkan perhatiannya - dengan menonton film, atau tidur siang.

Teman-teman aktivis, keluarga, dan pacarnya sangat penting dalam memberikan dukungan emosional.

Tetapi terapi yang paling efektif untuknya adalah berbicara melalui esai dan berbicara dengan teman-temannya - "Berbicara itu menyembuhkan," katanya.

"Jika Anda melarang orang mengatakan bahwa mereka terluka, maka Anda benar-benar berusaha menghancurkan mereka," kata Xianzi.

"Saya tidak mengerti apa kesalahan saya. Mengapa mereka ingin menghancurkan saya?"

Beban yang berat

Kasus Xianzi adalah kasus profil kekerasan seksual tingkat tinggi kedua dalam beberapa pekan terakhir yang dihentikan.

Awal bulan ini, jaksa membatalkan tuntutan terhadap seorang karyawan raksasa teknologi Alibaba yang dituduh memperkosa seorang rekan dalam perjalanan kerja saat mabuk.

Meskipun dalam hasil penyelidikan, polisi menemukan pria itu "melakukan ketidaksenonohan" dengannya.

Pria itu akhirnya dipecat dari Alibaba dan ditahan selama 15 hari.

Hanya sedikit kasus pelecehan seksual yang sampai ke pengadilan di China.

Hal itu disebabkan karena aturan yang tidak berpihak dalam bukti seperti rekaman vdeo atau foto saat kejadian, yang menempatkan beban pembuktian kepada para penggugat untuk menunjukkannya, kata para ahli hukum.

Beberapa korban akhirnya menceritakan pengalaman kekerasan seksual itu melalui akun media sosial karena atasan atau institusi gagal mengambil langkah yang memadai.

"Para korban ini merasa tidak punya pilihan selain menjangkau publik, yang mencerminkan kegagalan lembaga-lembaga ini untuk menangani pengaduan. Seorang korban tidak perlu mempublikasikan pengalaman mereka di Weibo agar atasan mereka memperhatikan," kata Aaron Halegua, rekan peneliti di New York University Law School.

Tetapi dengan melakukan ini menempatkan para korban dalam risiko dituntut atas pencemaran nama baik - dan studi tentang kasus semacam itu menunjukkan bahwa para korban cukup sering kalah.

Pada Januari, sebuah undang-undang perdata baru mulai berlaku di China. Pada Pasal 1.010 secara jelas menetapkan bahwa seseorang dapat menuntut orang lain jika dia telah dilecehkan secara seksual, dan institusi atau organisasi harus mengambil tindakan untuk mencegah perilaku tersebut dan melakukan penyelidikan kasus.

Ketika pertama kali diperkenalkan tahun lalu, aturan itu digembar-gemborkan sebagai kemenangan.

Tetapi kenyataan sangat berbeda di lapangan, sistem hukum mengirimkan "pesan yang campur aduk", kata Longarino, seorang peneliti di Yale Law School.

"Ada lebih banyak kerugian daripada keuntungan dalam pelaksanaanya, yang menciptakan efek mengerikan," tambahnya.

Halegua mengatakan hukum perlu menjelaskan lebih eksplisit tentang kewajiban apa dilakukan atasan jika mendapat laporan tentang pelecehan seksual, dan juga melindungi para korban kekerasan dari laporan pembalasan.

'Bersama kita bertahan'

Hasil dari kasus Xianzi menjadi kemunduran nyata bagi gerakan #MeToo China, kata para aktivis.

Beberapa orang melihat itu sebagai gambaran pahit atas sulitnya para korban kekerasan seksual mencari keadilan.

Aktivis Liang Xiaowen mengatakan kepada BBC bahwa 300 anggota kelompok feminis di aplikasi obrolan Wechat telah dibungkam tak lama setelah persidangan Xianzi.

Anggota masih dapat mengunggah dalam obrolan, tetapi tidak dapat melihat pesan dari orang lain.

"Anda terisolasi, tetapi Anda bahkan tidak menyadarinya," kata Liang.

Baca juga:

Setelah persidangan Xianzi, para pendukungnya menemukan cara untuk berkomunikasi dengannya secara online dengan mengunggah lagu berjudul Rose-coloured You.

Bagian dari liriknya berbunyi: "Kamu terlihat lelah tetapi kamu tidak pernah berhenti ... Aku akan mengingat apa yang kamu lakukan di era ini. Kamu melampaui dirimu sendiri."

Pengalaman dan perjuangan berat yang dialami Xianzi memberikan warisan yang signifikan akan peningkatan kesadaran atas hak-hak perempuan di China.

"#MeToo penting karena pemberontakannya... itu adalah salah satu dari sedikit suara bermakna terakhir yang masih berbicara di China," kata feminis veteran Lu Pin.

"Dan itu tidak bisa hilang, karena itu berasal dari pengalaman nyata yang dialami perempuan China."

Xianzi mengatakan, kasusnya telah membuat "kemajuan" dalam perjuangan untuk keadilan, dan saat ini dia sedang bersiap untuk mengajukan banding.

"Bersama-sama kita bertahan. Ini sudah menjadi kemenangan sampai batas tertentu," katanya dengan penuh tekad.

"Saya tidak pernah berpikir bahwa perjuangan kami itu tidak layak [semua usaha kami]. Tidak untuk satu detik pun."

(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads