Foto seorang ibu dengan jenazah putranya di kakinya menjadi viral di India.
Foto itu menampilkan Chandrakala Singh yang tampak kelelahan, duduk terdiam di sebuah bajaj. Adapun tubuh putranya, Vineet Singh, terbujur kaku di kakinya.
Kejadian ini berlangsung di sebuah jalanan ramai di Kota Varanasi, yang terletak di Negara Bagian Uttar Pradesh, India utara. Negara bagian itu termasuk yang paling parah terkena dampak gelombang kedua COVID-19 yang melanda India.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Varanasi, yang berjuang untuk mengatasi pandemi, adalah daerah pemilihan Perdana Menteri Narendra Modi.
Foto memilukan ini hanyalah salah satu contoh dari penderitaan penduduk India yang terperangkap di antara pandemi yang "mengganas" dan sistem perawatan kesehatan di ambang kolaps.
- 'Di mana-mana ada ambulans dan jenazah', Covid-19 di Uttar Pradesh, India
- Gelar ritual massal keagamaan dan pawai politik, India dilanda tsunami Covid - 230.000 kasus dalam sehari
- Covid-19 'mengganas' di India: WNI bercerita soal warga kasta atas yang 'merasa boleh langgar protokol kesehatan'
Pada Senin (19/04) pagi, Chandrakala bersama putranya menuju rumah sakit yang terafiliasi dengan Universitas Hindu Banaras (BHU) dari rumah mereka. Perjalanan memakan waktu lebih dari satu jam, kata saudara laki-lakinya, Jai Singh, kepada BBC Hindi.
"Vineet menderita penyakit ginjal dan telah berkonsultasi dengan dokter di rumah sakit BHU selama beberapa waktu. Dia telah membuat janji pertemuan untuk Senin, sepekan yang lalu," kata Jai Singh.
Namun, ketika sang ibu dan anak ini sampai di rumah sakit, mereka diberitahu bahwa dokter yang akan mereka temui tak ada di rumah sakit. Mereka kemudian dirujuk ke pusat trauma yang menerima kasus gawat darurat.
Vineet kolaps di pintu masuk pusat trauma, dan seperti kata ibunya, staf rumah sakit menolak memeriksanya.
"Mereka berkata dia terpapar Corona. 'Bawa dia dari sini'. Putra saya, anak saya kehabisan napas. Kami minta oksigen dan ambulans, tapi kami tidak dapat apa-apa," tutur Chandrakala sambil menangis.
Foto yang menggambarkan Chandrakala dengan tubuh putranya yang terbujur kaki menjadi viral di sosial media. (Vikash Chandra)
Chandrakala kemudian membawa putranya ke rumah sakit swasta terdekat menggunakan bajaj, tetapi mereka juga menolak untuk menerimanya.
Dalam perjalanan ke rumah sakit ketiga, Vineet meninggal dunia. Tubuhnya terbujur kaku di kaki ibunya.
Dan saat Chandrakala duduk di sana dalam kondisi duka, hancur oleh kematian putranya dan sangat membutuhkan bantuan, dia dirampok. Catatan medis dan telepon putranya dicuri.
Foto itu, pertama kali diterbitkan oleh surat kabar Hindi lokal Dainik Jagran, telah beredar secara luas di India.
Shravan Bharadwaj, reporter yang meliput kisah tersebut, berkata pada BBC bahwa lokasi Vineet meninggal berada di luar BHU dan ada beberapa rumah sakit sepanjang jalan itu.
Rumah sakit dipenuhi dengan pasien, seringkali satu tempat tidur ditempati dua orang. (Reuters)
"Namun tak ada satupun yang menawarkan bantuan," katanya.
Belum jelas apakah Vineet meninggal karena komplikasi COVID-19, atau bahkan terpapar virus Corona sebab keluarganya berkata "dia tak memiliki gejala".
"Seandainya dia diperiksa, diberi oksigen, dan dirawat karena masalah ginjalnya, hidup Vineet bisa diselamatkan. Dia meninggal karena kelalaian. Kelalaian semacam ini bisa menyebabkan lebih banyak lagi kematian," kata pamannya.
Adegan serupa terjadi di seluruh India, dengan kerumunan orang menunggu di luar rumah sakit yang kewalahan dan deretan ambulans dengan pasien yang menunggu giliran untuk dirawat.
Banyak orang, seperti Vineet, meninggal di luar rumah sakit atau dalam perjalanan ke salah satu rumah sakit.
Media sosial dibanjiri dengan seruan oksigen, ambulans, tempat tidur ICU, dan obat-obatan penyelamat jiwa saat India memerangi gelombang kedua yang mematikan.
Rumah sakit BHU di Varanasi adalah fasilitas medis utama yang menjadi pusat kesehatan bagi hampir 25 juta orang yang tinggal di 40 distrik di bagian timur Uttar Pradesh.
Tetapi lonjakan kasus COVID telah membuat rumah sakit dan stafnya kewalahan.
Seorang pejabat rumah sakit mengatakan kepada BBC bahwa karena pandemi, mereka hanya melakukan konsultasi online.
Dr Sharad Mathur, pengawas medis rumah sakit, mengatakan mereka berusaha melakukan yang terbaik, tetapi "ada terlalu banyak tekanan".
"Ada kekurangan tenaga kerja yang akut, dan semua orang yang ada telah dikerahkan. Setiap hari, kami menyelamatkan banyak nyawa. Tetapi orang-orang hanya bergegas ke rumah sakit ketika pasien sangat kritis. Dan semua ini terjadi di tengah pandemi."
"Semua pasien yang dirawat dalam keadaan darurat dan mereka mendatangi kami dalam kondisi kritis. Tapi kami tidak bisa menyelamatkan nyawa setiap pasien," katanya.
(nvc/nvc)