Negara bagian Manipur di perbatasan India mencabut perintah yang meminta para pejabatnya agar "menolak dengan sopan" para pengungsi yang menyeberang dari Myanmar.
Kementerian dalam negeri Manipur, yang mengeluarkan perintah tersebut, mengatakan instruksinya telah "disalahartikan".
Perintah sebelumnya dikeluarkan di tengah laporan pengungsi dari Myanmar memasuki Manipur, yang terletak di timur laut India.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak dari mereka melarikan diri setelah kudeta militer bulan lalu yang menggulingkan pemerintahan demokratis.
Pada hari Selasa, kementerian dalam negeri mengeluarkan perintah kedua yang menyatakan bahwa pemerintah negara bagian mengambil "semua langkah kemanusiaan" dan "terus memberikan semua bantuan", termasuk merawat para pengungsi yang terluka dari Myanmar.
- 'Bintang-bintang jatuh' dalam hari paling berdarah di Myanmar
- Kudeta Myanmar: 107 warga sipil tewas 'dibantai' dalam sehari, para jenderal berpesta
- 'Aku tidak tahan, Ayah, sakit sekali', anak perempuan tujuh tahun 'tewas ditembak aparat keamanan' di Myanmar
Meskipun perintah pertama, tertanggal 26 Maret, mengatakan siapa pun yang "terluka parah" dapat menerima perawatan medis, ia melarang pendirian kamp yang menyediakan makanan atau tempat berlindung.
Perintah itu juga meminta para pejabat supaya menghentikan upaya apa pun untuk mendaftarkan pengungsi dalam skema identitas biometrik nasional India, Aadhaar.
Ratusan pengunjuk rasa anti-kudeta telah tewas. (Reuters)
"Orang yang berusaha masuk/mencari suaka harus ditolak dengan sopan," kata perintah tersebut.
Perjanjian antara India dan Myanmar memungkinkan warga di dua negara itu melintasi perbatasan dan tinggal di negara tetangga hingga selama 14 hari. Namun perbatasan ditutup sejak Maret tahun lalu karena Covid-19.
Jumlah pengungsi dari Myanmar yang masuk ke India sejak kudeta sulit dipastikan, namun beberapa perkiraan menyebutkan jumlahnya 700 orang.
Jumlahnya diperkirakan akan meningkat seiring kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta terus berlanjut.
Awal bulan ini, sekelompok petugas polisi dari Myanmar menyeberang ke India. Mereka mengatakan kepada BBC bahwa mereka kabur setelah menolak perintah militer untuk menembak pengunjuk rasa.
Pada 1 Februari, militer yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing dan para jenderalnya, menguasai Myanmar. Mereka menahan Aung San Suu Kyi, pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang menang telak dalam pemilihan umum.
Aksi protes terhadap kudeta telah ditekan secara brutal - lebih dari 500 orang telah tewas dalam kekerasan sejak 1 Februari, menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP). Kelompok pemantau itu mengatakan angka sebenarnya mungkin lebih tinggi.
Pada hari Sabtu lalu saja, lebih dari 100 orang tewas, termasuk anak-anak.
Militer menggelar parade untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata. (EPA)
Pada hari itu para jenderal mengadakan parade militer untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata, hari raya tahunan yang menandai dimulainya perlawanan militer Myanmar terhadap pendudukan Jepang pada tahun 1945.
India adalah salah satu negara yang perwakilannya menghadiri pawai tersebut, menuai banyak kritik. Pejabat dari Rusia, China, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos dan Thailand juga hadir dalam pawai tersebut.
Pada malam yang sama, para jenderal mengadakan pesta mewah, yang memicu kemarahan dan kecaman.
(ita/ita)