Para pakar mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait persetujuan penggunaan darurat vaksin di India, padahal uji coba fase ketiga vaksin yang diproduksi secara lokal itu belum tentas.
Pada Minggu (03/01), Delhi menyetujui penggunaan vaksin - yang diberi nama Covaxin - bersama dengan vaksin yang diproduksi Universitas Oxford, AstraZeneca, yang juga diproduksi di India.
Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan persetujuan penggunaan darurat itu adalah sebuah "gebrakan", namun pakar kesehatan memperingatkan bahwa persetujuan itu terburu-buru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- India setujui penggunaan darurat vaksin Bharat Biotech dan Oxford/AstraZeneca
- Presiden Jokowi: Vaksin Covid-19 diberikan ke masyarakat Indonesia pada Januari 2021
- Efek samping vaksin Covid-19: Nakes Indonesia di Inggris cerita soal 'pegal linu'
- 'Saya tidak takut, saya percaya sains', cerita relawan uji coba vaksin yang kehilangan teman dekat karena Covid-19
Pengawas kesehatan dalam organisasi, All India Drug Action Network, menyatakan pihaknya "terkejut".
Mereka mengatakan ada "kekhawatiran intens karena tidak adanya data kemanjuran" serta kurangnya transparansi yang akan "menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban dan kemungkinan tidak akan memperkuat kepercayaan pada badan pengambil keputusan".
Pernyataan itu muncul setelah Pengontrol Obat India, VG Somani, bersikeras bahwa Covaxin "aman dan memberikan respons kekebalan yang kuat".
Ia menambahkan vaksin telah disetujui untuk penggunaan terbatas untuk "kepentingan publik sebagai tindakan pencegahan, dalam mode uji klinis, agar memiliki lebih banyak pilihan untuk vaksinasi, terutama dalam kasus infeksi mutasi galur".
Program imunisasi India adalah salah satu yang terbesar di dunia. (Getty Images)
"Vaksin itu 100% aman," katanya, menambahkan bahwa efek samping seperti "demam, nyeri dan alergi adalah hal yang biasa pada tiap vaksin".
Bagaimanapun, All India Drug Action Network, mengatakan mereka "bingung memahami logika ilmiah" persetujuan "vaksin yang tidak dipelajari secara lengkap".
Mereka juga mengatakan bahwa hipotesis vaksin itu mungkin berguna melawan mutasi virus tidak didukung oleh data dari uji coba.
Ada banyak keraguan di media sosial, termasuk dari politisi oposisi.
https://twitter.com/ShashiTharoor/status/1345943403872231425
Ada perdebatan sengit di Twitter India pada Minggu (03/01) malam, dengan para menteri dan pendukung pemerintah diadu melawan mereka yang khawatir tentang kurangnya data.
Shashi Tharoor, pemimpin partai oposisi Jairam Ramesh, dan Akhilesh Yadav, mantan kepala menteri negara bagian Uttar Pradesh, menyatakan kekhawatirannya terkait persetujuan darurat Covaxin.
"Menawarkan vaksin sebelum kemanjuran fase ketiga terbukti adalah pelanggaran protokol ilmiah dan tidak pernah didengar di dunia," kata Thahoor dalam cuitannya di Twitter.
Kontroversi ini memicu perang kata antara pemerintah dan Oposisi.
Menteri Kesehatan India, Dr Harsh Vardhan dalam cuitannya mengatakan bahwa "memalukan bagi siapa pun untuk mempolitisasi masalah kritis seperti itu."
https://twitter.com/drharshvardhan/status/1345720634014269440
Salah satu pakar kesehatan medis paling terkemuka di India, Dr Gagandeep Kang mengatakan kepada harian Times of Indiabahwa dia "belum pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya."
Ia mengatakan bahwa "sama sekali tidak ada data kemanjuran yang telah disajikan atau dipublikasikan.
Faktanya, mustahil bagi mereka untuk mendapatkannya mengingat vaksin [Covaxin] membutuhkan dua dosis.
Fase ketiga uji klinis vaksin itu baru dimulai November lalu.
Sejumlah orang menegaskan bahwa keputusan itu kontradiktif dengan pedoman pemerintah sebelumnya terkait persyaratan persetujuan penggunaan vaksin.
https://twitter.com/Joydas/status/1345734385165717504
https://twitter.com/drharshvardhan/status/1345762487858200577
https://twitter.com/smitaprakash/status/1345697254804361217
Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, Adar Poonawalla, kepala Serum Institute of India (SII), yang merupakan pembuat vaksin terbesar di dunia, mengatakan bahwa otorisasi darurat diberikan dengan syarat vaksin tidak akan diekspor ke luar India.
Ia juga mengatakan SII tidak akan diizinkan menjual vaksin di pasar swasta.
India berencana melakukan vaksinasi terhadap 300 juta orang dalam daftar prioritas mereka.
Negara itu mencatat jumlah kasus Covid-19 tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, dengan lebih dari 10,3 juta orang terkonfirmasi positif hingga Senin (04/01).
Kedua vaksin yang disetujui penggunaannya dapat di distribusikan dan disimpan dalam pendingin dengan temperatur normal.
(ita/ita)