Api dari kebakaran hutan bisa menjadi jalan untuk penyebaran penyakit menular, menurut studi terbaru.
Para ilmuwan mengatakan mikroba dan jamur (fungi) mampu bertahan hidup dalam jumlah besar melalui sebaran asap.
Mereka percaya ada kemungkinan organisme dari tanah, yang dikenal menyebabkan infeksi, dapat berpindah dengan cara ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam studi telaah yang diterbitkan di jurnal ilmiah Science, tim ilmuwan berpendapat bahwa otoritas kesehatan sangat perlu memantau asap kebakaran hutan dengan lebih teliti.
- Pembawa virus corona 'sangat menular lima hari awal' terpapar Covid-19
- Kenapa wabah seperti virus corona semakin banyak di dunia?
- Deforestasi hutan Amazon 'terparah sejak 2008'
- Kebakaran hutan dan lahan tahun ini diprediksi sebagai yang terburuk sepanjang 18 tahun terakhir, bagaimana di Indonesia?
Selama puluhan tahun, diyakini secara luas bahwa tidak banyak yang bisa hidup dalam sebaran asap kebakaran hutan.
Juga selalu diasumsikan bahwa jika ada ancaman dari asap terhadap kesehatan manusia, itu karena materi partikulat.
Partikel-partikel mikroskopik jelaga dikenal sebagai penyebab iritasi, yang mengakibatkan berbagai masalah pernapasan dan kardiovaskular.
Namun, telah muncul kekhawatiran yang semakin besar kalau asap kebakaran hutan juga bisa membawa mikroba atau jamur penyebab penyakit.
Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) mengatakan bahwa petugas pemadam kebakaran berisiko terkena coccidioidomycosis, infeksi umum yang disebabkan oleh jamur yang terlempar ke udara ketika tanah terganggu.
Para ilmuwan kini mulai mengungkap seberapa besar potensi ancaman penyakit menular dari asap kebakaran hutan.
Menggunakan teknik termutakhir untuk menangkap mikroba dalam asap, para ilmuwan berkata mereka menemukan lebih dari 900 jenis bakteri dan 100 jenis jamur.
"Keragaman mikroba yang kami temukan sejauh ini dalam segelintir studi yang telah dilakukan sungguh luar biasa," kata Dr. Leda Kobziar, dari Universitas Idaho, di Moscow, AS, yang memimpin studi telaah ini.
"Taksa-taksa (kelompok makhluk hidup) ini tidak ditemukan dalam udara tanpa asap di lokasi yang sama sebelum kebakaran, yang membuktikan bahwa pembakaran dan angin yang ditimbulkannya meng-aerosol-kan mikroba ke kolom-kolom asap."
Para peneliti percaya bahwa mikroba itu menumpangi materi partikulat dalam asap.
Bahkan dalam kebakaran intensitas tinggi, para ilmuwan menemukan bakteri dalam jumlah banyak 300 meter di atas api. Lebih dari 60 persennya masih hidup.
Mereka menduga bahwa materi partikulat yang ditunggangi mikroba melindungi mereka dari radiasi ultraviolet, yang dapat membunuh mereka.
Sementara para ilmuwan telah menunjukkan bahwa terdapat bakteri dalam jumlah besar dalam asap dan mereka dapat bertahan hidup dalam sebaran asap, pertanyaan kuncinya ialah seberapa besar ancamannya bagi kesehatan.
"Kami menemukan sejumlah mikroba yang diketahui menyebabkan penyakit pernapasan - memicu asma, misalnya," kata Dr. Kobziar, lewat email.
"Kemungkinan keberadaan organisme dari tanah dan tumbuhan yang dikenal menyebabkan infeksi tinggi, tapi belum diuji dengan eksperimen."
Studi sebelumnya dengan angin topan dan badai menunjukkan bahwa agen infeksi ini bisa pergi sampai jarak yang sangat jauh, meskipun belum ditemukan yang sejauh bakteri dalam sebaran asap.
Namun kemampuan asap untuk menyebar ke seluruh dunia mengindikasikan bahwa ini bisa jadi "mata rantai yang hilang" dalam menjelaskan beberapa pola infeksi.
"Ketika suatu infeksi dideteksi pada pasien, kemungkinan agen penyebab infeksi yang dicari biasanya berdasarkan pada apa yang diketahui sebagai endemik di wilayah tertentu," kata Kobziar.
"Namun, asap mengaburkan batas antara wilayah. Bisa jadi banyak kasus infeksi oleh agen penyebab yang tidak diketahui terjadi karena mikroba yang dibawa oleh asap dari wilayah tempat ia endemik."
"Bisa jadi asap adalah mata rantai yang hilang untuk menjelaskan beberapa pola infeksi ini, yang melintas ruang dan waktu."
Ia menambahkan: "Ini juga bisa menyebabkan konsekuensi ekologi."
(nvc/nvc)