Kabinet Prancis mendukung rancangan undang-undang (RUU) yang menargetkan pendukung Islam radikal, menyusul serangkaian serangan yang diyakini dilatari oleh pemahaman agama yang ekstrem.
RUU yang menjadi bagian dari upaya jangka panjang Presiden Emmanuel Macron untuk menegakkan nilai-nilai sekuler, memperketat aturan tentang sekolah di rumah (home schooling) dan ujaran kebencian.
Beberapa kritikus, baik di dalam maupun di luar negeri, menuduh pemerintahan Macron memanfaatkan RUU ini untuk menargetkan agama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Prancis tindak keras Islam radikal di tengah cekcok dengan Turki
- Sekularisme, karikatur Nabi Muhammad, 'separatisme Islam', sikap Macron dan tiga serangan teror di Prancis dalam sebulan
- Protes terhadap Presiden Prancis berlanjut: Ribuan orang 'marah' atas pernyataan Macron
Namun, Perdana Menteri Jean Castex mengatakan, legislasi ini ditujukan untuk membebaskan Muslim dari kelompok-kelompok radikal.
Ia menegaskan RUU tersebut tidak "ditujukan untuk melawan agama atau terhadap agama Muslim pada khususnya".
Apa isi RUU itu?
RUU yang "mendukung prinsip-prinsip Republik" ini akan memperketat pembatasan pada ujaran kebencian online dan melarang penggunaan internet untuk tujuan jahat, termasuk mengatur sanksi bagi orang-orang yang mengungkap identitas orang lain di internet.
Pasal ini dimasukkan untuk merespons pemenggalan seorang guru setelah ia menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-muridnya.
Para pejabat Prancis membela penerbitan karikatur Nabi Muhammad yang disebut sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. (Getty Images)
RUU itu juga melarang sekolah "klandestin" yang mempromosikan ideologi Islam dan memperketat aturan tentang home-schooling.
Rancangan regulasi itu juga akan memperkuat larangan poligami dengan menolak izin tinggal bagi pelamar poligami.
Dokter bisa didenda atau dilarang melakukan tes keperawanan pada anak perempuan.
Kelompok Muslim berdemonstrasi menentang Islamofobia di Prancis. (Getty Images)
Ada aturan baru tentang transparansi keuangan untuk asosiasi Muslim dan persyaratan bahwa mereka wajib mendaftar ke nilai-nilai Republik Prancis demi mendapat imbalan pendanaan.
Larangan pejabat mengenakan pakaian religius di tempat kerja diperluas ke pekerja transportasi dan staf di kolam renang dan pasar.
Rancangan produk hukum ini juga mewajibkan semua pejabat publik untuk menunjukkan netralitas beragama.
Mengapa RUU ini diperkenalkan?
RUU tersebut telah dipertimbangkan selama beberapa waktu, tetapi serangan yang terjadi baru-baru ini mendesak aturan ini untuk segera diterapkan.
Pembunuhan Samuel Paty, seorang guru setelah ia menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-muridnya adalah satu dari tiga serangan yang membuat marah Prancis.
Tiga orang tewas dalam penusukan di sebuah gereja Nice pada Oktober lalu.
Spanduk gambar Samuel Paty, seorang guru sejarah yang meninggal dibunuh oleh remaja Muslim karena memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad saat mengajar. (AFP)
Dua orang ditikam dan terluka parah pada September di Paris dekat bekas kantor majalah Charlie Hebdo, tempat militan Islam melakukan serangan mematikan pada 2015.
Presiden Macron adalah pembela setia nilai-nilai Republik Prancis termasuk sekularisme negara.
Ia menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis" dan membela hak Charlie Hebdo untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad.
Prancis diperkirakan memiliki lima juta Muslim, populasi minoritas Muslim terbesar di Eropa.
Terdapat sekitar lima juta Muslim di Prancis, komunitas Muslim terbesar di Eropa Barat. (Getty Images)
Bagaimana reaksinya sejauh ini?
Macron telah menjadi sasaran kritik tajam di beberapa negara mayoritas Muslim.
Hubungan dengan Turki, yang sudah tegang, semakin panas ketika Presiden Recep Tayyip Erdogan menggambarkan undang-undang itu sebagai "provokasi terbuka" dan mengatakan Macron "sakit jiwa".
Demonstrasi menentang Prancis terjadi di Pakistan, Bangladesh dan Lebanon.
Komunitas Muslim di sejumlah negara mengecam Emmanuel Macron. (EPA)
Utusan AS untuk kebebasan beragama, Sam Brownback, juga mengkritik Macron, dengan mengatakan: "Ketika Anda menjadi kaku, situasinya bisa menjadi lebih buruk."
Di Prancis sendiri, beberapa politisi sayap kiri telah menyatakan keprihatinan bahwa RUU tersebut dapat dilihat sebagai menstigmatisasi Muslim.
Surat kabar Le Monde mengatakan RUU itu juga bisa memberatkan kelompok agama lain yang mempraktikkan home-schooling.
Tapi wartawan BBC Lucy Williamson di Paris mengatakan tekanan semakin meningkat pada Presiden Macron untuk bertindak.
Menanggulangi pengaruh Islam atas nama sekularisme Prancis mungkin populer di dalam negeri, tetapi itu masih merupakan operasi yang rumit bagi negara itu, tambahnya.
(ita/ita)