Rakyat Sri Lanka mulai menanam pohon nangka untuk mendapatkan ketahanan pangan selama penjajahan Inggris dan sejak itu buah nangka telah membantu negeri kepulauan itu mencegah kelaparan.
Ibu saya dibesarkan di rumah berpenghuni delapan orang di Kurunegala, yang berjarak 100 km arah timur laut dari Kolombo, ibu kota Sri Lanka.
Selama kekeringan parah di pulau itu pada tahun 1970-an, keluarganya yang sederhana terbiasa menyantap nangka rebus yang disajikan dalam panci tanah liat dengan segenggam kelapa parut segar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makanan sederhana yang kaya karbohidrat ini, ditambah lemak alami, memberi cukup energi bagi keluarga petani itu untuk bekerja keras siang dan malam di dataran kering.
Dewasa ini, Starbucks menyajikan buah nangka dalam bingkisan, sementara Pizza Hut menawarkannya sebagai pugasan (topping).
London Evening Standard menyebut nangka sebagai "kimchi, kale, dan kembang kol semuanya digabung menjadi satu".
Sementara, Pinterest menjulukinya "tren makanan terpanas tahun 2017", dan baru-baru ini, The Guardian menyebutnya "sensasi vegan" berkat teksturnya yang mirip daging parut.
- Menemukan 'buah aneh' mirip Sawo Duren hingga disengat 'serangga menakutkan' - kisah penjelajahan di pedalaman hutan tropis Kolombia
- Goji beri: Buah yang dipercaya sebagai resep awet muda dan usia panjang hingga 100 tahun
- Apakah jus buah segar baik untuk Anda? Antara mitos dan fakta
Tapi bagi ibu saya, kenangan masa kecilnya dipenuhi segudang hidangan nangka buatan kakak tertuanya.
Ia sangat menyukai kiri kos, hidangan kari nangka yang dimasak dalam santan. Untuk kiri kos, bibi saya memetik buah nangka yang belum matang dari pohon.
Beberapa dekade kemudian, pada awal tahun 2000-an, dari pohon yang sama saya memuaskan rasa ngidam saya akan buah nangka sebagai anak.
Ibu saya mengingat hari-hari ketika saya duduk berdampingan dengannya saat ia melepas dan membuang getah putih lengket - koholla, sebutannya dalam bahasa Sinhala - dari nangka matang, melahap daging buahnya yang berbentuk seperti telur berwarna kuning.
Saya menyukai wangi buah nangka yang matang. Orang-orang di Barat sering menyebutnya "bau", namun bagi saya, orang Sri Lanka lainnya dan mereka yang tinggal di antara banyak bagian India dan hutan hujan Malaysia tempat buah ini tumbuh secara alami, wangi nangka matang saat musim berbuah membawa sukacita besar.
Nangka adalah buah pohon terbesar di dunia dan memiliki kulit runcing yang berubah warna dari hijau menjadi kuning saat matang.
Kami menggunakan nangka mentah dalam masakan kami dan memakan langsung buahnya yang matang, seperti halnya kita memakan mangga matang atau apel.
Sementara negara-negara Barat sekarang menggembar-gemborkannya sebagai alternatif untuk daging, selama berabad-abad, buah sederhana ini dihormati oleh orang Sri Lanka, karena telah berulang kali menyelamatkan pulau itu dari kelaparan.
Di Sri Lanka, pohon nangka dikenal sebagai gasa mandi atau "pohon nasi". Warga Sri Lanka adalah pemakan nasi; dan sebelum dijajah Inggris, banyak dari mereka yang membudidayakan padi dengan sawah tadah hujan.
Namun ketika pasukan Inggris menduduki negara kepulauan itu mulai tahun 1815 dan kemudian merebut lahan dari para petani, mereka mempersulit penduduk pulau untuk menanam padi dan alih-alih memperluas tanaman perkebunan seperti teh, karet, dan kayu manis untuk keperluan ekspor.
Pada tahun 1915, seorang anggota gerakan kemerdekaan Sri Lanka bernama Arthur V Dias, yang telah dijatuhi hukuman mati oleh Inggris karena diduga terlibat dalam pemberontakan, dibebaskan dari penjara.
Setelah dibebaskan, Dias mendedikasikan dirinya untuk membantu warga Sri Lanka melawan pemerintahan Inggris.
Ia menyadari bahwa penduduk pulau akan segera kekurangan makanan karena budidaya padi terus memudar.
Selama memimpin gerakan kemerdekaan di dataran tinggi Sri Lanka, ia juga menyaksikan penghancuran pohon nangka asli di pulau itu.
Setelah belajar tentang kekurangan pangan mengerikan yang disebabkan oleh Perang Dunia Pertama di seluruh Eropa, Dias berusaha untuk membangun ketahanan pangan dan swasembada di seluruh Sri Lanka.
"Satu orang tidak dapat membangun tangki air untuk budidaya padi, tetapi Arthur V Dias menyadari bahwa ia bisa menanam pohon nangka, yang [akan] sama dengan beras dan membasmi kelaparan di Sri Lanka," kata Damith Amarasinghe, seorang guru sejarah di St Mary's Maha Viduhala di kota Uswetakeiyawa.
Dias menetapkan tujuan ambisius: menanam satu juta pohon nangka di seluruh Sri Lanka.
Ia mengimpor biji nangka dari Malaysia dan memilah benih yang sehat untuk dikecambahkan. Ia berkunjung ke desa-desa untuk mendistribusikan bibit dan mengirimkan benih ke pelosok-pelosok negeri.
Seiring waktu, kampanye Dias membuka jalan bagi banyak perkebunan nangka yang sukses di seluruh negeri dan memberinya julukan heroik Kos Mama, atau Paman Jack.
Dewasa ini, Dias dianggap sebagai pahlawan nasional, dan seperti kebanyakan anak-anak Sri Lanka, saya pertama kali belajar tentang Dias dalam buku pelajaran sekolah.
'Kampanye nangka' yang diprakarsainya membantu membangun ketahanan pangan di Sri Lanka selama Perang Dunia Kedua sementara tempat-tempat terdekat seperti Bengal dan Vietnam mengalami kelaparan pada tahun 1940-an.
Amarasinghe menjelaskan bahwa nangka juga dikenal sebagai "buah kelaparan" di Sri Lanka selama tahun 1970-an, sekilas mengingatkan saya akan kenangan ibu saya tentang masa kecilnya.
Pada tahun 1970-an, kombinasi inflasi, kekeringan dan kekurangan pangan mendorong Sri Lanka ke ambang kehancuran.
Sebuah artikel New York Times tahun 1974 mengutip perdana menteri Sri Lanka saat itu Sirimavo Bandaranaike yang mengatakan situasi ekonomi yang mengerikan telah "hampir mengimpit kami sampai sesak - kami sungguh-sungguh berjuang untuk bertahan hidup".
Tetapi berkat kampanye Dias pada awal 1900-an, orang-orang menanam pohon nangka di halaman belakang mereka.
Amarasinghe menjelaskan bahwa anakan-anakan itu - yang telah tumbuh menjadi pohon tinggi dan berbuah jauh sebelum tahun 1970-an - membantu rakyat Sri Lanka melalui krisis.
"Nenek saya berasal dari keluarga berada, tapi pemerintah hanya mengizinkan mereka untuk membeli 2kg beras untuk seminggu.
Selama bertahun-tahun, buah nangkalah yang membuat mereka bisa tetap makan," kata Amarasinghe.
Baru-baru ini, Amarasinghe mengatakan bahwa nangka juga menjadi makanan pokok selama berbulan-bulan karantina di Sri Lanka untuk mengendalikan Covid-19.
Dalam pekan-pekan awal pandemi, banyak orang di pedesaan kehilangan pendapatan mereka dan perlu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan bagi program kesejahteraan pemerintah untuk mencapai dusun-dusun terpencil ini.
Tanpa akses ke uang atau makanan, banyak penduduk desa terpaksa merebus nangka - seperti yang dilakukan keluarga ibu saya pada tahun 1970-an.
Tapi nangka bukan hanya 'buah kelaparan'. Cinta dan rasa syukur yang mendalam untuk nangka di pulau ini telah melahirkan sejumlah hidangan beraroma, dan kami menggunakan setiap bagiannya dalam beragam masakan kami.
Buah nangka muda yang lembut tanpa biji masuk ke kari beraroma yang dikenal sebagai polos ambula.
Proses pembuatan kari yang padat-karya terdiri dari memasak nangka muda dalam panci tanah liat di atas api selama sedikitnya enam jam.
Seiring berjalannya waktu, irisan nangka muda mendidih dalam kaldu kelapa yang dicampur rempah-rempah, menyerap rasa cengkeh, kapulaga, asam kering dan bumbu aromatik lainnya.
Biji nangka matang berlendir dan rasanya lebih enak dengan taburan garam. Biji tidak menjadi sampah di rumah kami; kami merebusnya.
Biji nangka rebus jadi bahan kari berwarna hitam pekat yang disebut kos ata kalu pol maluwa, dimakan dengan nasi goreng dan kelapa parut.
Ibu saya suka memakan biji nangka sebagai camilan, mengasapinya di atas api arang.
Saya pribadi paling suka bila ayah membuat kos ata aggala, dengan menumbuk biji nangka lalu mencampurnya dengan parutan kelapa, gula, dan sedikit lada sebelum membentuk adonannya menjadi bola dan memanggangnya di wajan.
Ia membuatnya sebagai teman minum teh di malam hari saat saya di rumah sebagai tanda cintanya.
Fleksibilitas buah nangka juga bisa ditemukan di luar dapur.
"Sulit untuk memikirkan pohon lain dengan begitu banyak kegunaan," kata Diwani Welitharage, seorang apoteker yang memasak dengan bahan-bahan lokal di waktu luangnya.
Welitharage mengutip popularitas pohon nangka sebagai sumber kayu dan banyak penggunaan daun dan bunga dalam pengobatan Ayurvedic untuk mengobati diabetes. Kaya karbohidrat, nangka juga merupakan sumber serat makanan dan vitamin C yang baik.
Welitharage menggunakan tepung nangka dalam muffin dan kue, dan kentang goreng irisan polong nangka menjadi keripik yang sarat dengan gula. Demikian pula, banyak restoran Hela Bojun - prakarsa Departemen Pertanian yang memberdayakan perempuan untuk mencari nafkah dengan memasak masakan tradisional Sri Lanka - menyajikan kos kottu.
Kottu, jajanan pinggir jalan dan obat pengar yang populer, adalah campuran sisa roti pipih, irisan sayuran, telur dan daging. Hela Bojun yang dikelola para ibu-ibu itu menyajikan kottu vegan yang lebih sehat menggunakan nangka rebus.
Nangka seringkali digoreng dan dibuat menjadi keripik renyah sebagai camilan. (Getty Images)
Meskipun nangka secara tradisional dimasak di rumah, buah sederhana ini semakin banyak ditemukan di banyak restoran kelas atas di seluruh negeri.
"Suatu hari kami punya nangka muda berlebih, jadi saya berpikir untuk mengolahnya jadi cutlet [camilan seperti kroket] untuk tamu yang vegetarian atau vegan," kata koki Wasantha Ranasinghe di Upali's by Nawaloka, sebuah restoran populer di Kolombo yang menyajikan hidangan lokal otentik.
Potongan nangkanya yang lembut, disajikan dengan saus cabai pedas buatan sendiri, segera menjadi populerdi antara para pencari kenikmatan yang kerap mengunjungi restoran itu.
Ingin tahu berapa harga nangka di kafe hipster, saya mengunjungi restoran populer di Kolombo bernama Cafe Kumbuk, yang menyajikan taco dengan nangka muda goreng bersama salsa mangga dan guacamole.
"Tinggal di Sri Lanka, saya menyadari nangka adalah buah yang tersedia secara luas dan serbaguna yang dapat dimasak dan dinikmati dalam banyak hal," kata pendiri kafe Shana Dandeniya, yang kembali ke Sri Lanka beberapa tahun lalu setelah menghabiskan masa kecilnya di Inggris.
"Bagi saya, ini adalah salah satu superfood lokal terbaik yang kami punya, dan kami harus lebih memperjuangkannya."
Ia sangat menyukai tekstur nangka rebus yang mirip daging babi dan berencana menyediakan kembali burger nangka yang sempat dihapus dari menu kafe untuk memenuhi permintaan pelanggan.
"Rasanya enak ketika dimasak lambat-lambat dan disuwir; menurut saya bahkan lebih enak dari daging babi."
Saat saya berbicara dengan ibu saya lagi, ia mengajak saya untuk mengunjungi bibi saya di desa untuk semangkuk kiri kos yang dimasak di atas api unggun dan dinikmati dengan sepiring nasi panas dan kari ikan air tawar beraroma serai.
Saya tidak bisa menciptakan rasa otentik bibi di dapur saya di Kolombo dengan kompor gas, tapi saya bisa mengunjunginya; dan kemudian mengunjungi ayah saya untuk tanda cintanya yang berupa secangkir teh dan sepiring kos ata aggala.
Anda dapat membaca versi bahasa Inggris dari artikel ini, Jackfruit: the 'vegan sensation' that saved Sri Lanka, di BBC Travel.
(ita/ita)