
Ratusan ribu orang berunjuk rasa di Hong Kong menentang rancangan undang-undang ekstradisi yang dikhawatirkan mengancam kubu oposisi China di Hong Kong.
Rancangan Undang-Undang Ekstradisi yang kontroversial ini akan memungkinkan tersangka di Hong Kong dikirim ke China daratan untuk diadili.
Penyelenggara unjuk rasa mengklaim ada satu juta demonstran, yang menjadikannya sebagai protes terbesar dalam lebih dari 20 tahun. Namun, polisi mengatakan terdapat 240.000 orang pada puncak demonstrasi.
Setelah unjuk rasa berakhir, bentrokan meletus antara ratusan demonstran dan polisi.
- Unjuk rasa Hong Kong: 'Lebih satu juta orang' menentang undang-undang ekstradisi ke China
- Aktivis pro-demokrasi Hong Kong diadili atas unjuk rasa tahun 2014 yang 'mengganggu publik'
- Sembilan pegiat Hong Kong akan didakwa terkait unjuk rasa 2014
Para pengunjuk rasa, beberapa mengenakan masker, mencoba masuk ke kompleks Dewan Legislatif seraya melemparkan penghalang kendali kerumunan di sekitar. Polisi, dalam perlengkapan antihuru-hara, merespons dengan menggunakan tongkat dan semprotan merica.
Beberapa wajah pengunjuk rasa dan polisi terlihat berlumuran darah.
Para pengkritik RUU itu mengatakan mereka yang berada di teritori bekas jajahan Inggris itu terpaksa mengikuti sistem peradilan China 'yang sangat cacat', dan itu akan menggerus independensi peradilan Hong Kong.
Tetapi para pendukung RUU berdalih beberapa perlindungan diterapkan untuk mencegah siapa pun yang menghadapi persekusi agama atau politik diekstradisi ke daratan China, dan bahwa rancangan undang-undang ini akan menutup celah sistem peradilan.

Selama beberapa jam pada hari Minggu (09/06) waktu setempat, para pengunjuk rasa berbaris di tengah panas terik berpakaian putih, dalam sebuah demonstrasi damai yang mencakup banyak orang - mulai dari pengusaha dan pengacara hingga mahasiswa, tokoh-tokoh pro-demokrasi, dan kelompok-kelompok agama.
Banyak yang membawa spanduk bertuliskan, "Hapus hukum yang jahat!" dan "Menentang ekstradisi Tiongkok!".

Angka-angka yang diberikan oleh penyelenggara dan polisi berbeda-beda karena berbagai metode yang mereka gunakan untuk menghitung kerumunan. Penyelenggara unjuk rasa memperkirakan jumlah keseluruhan, polisi melihat berapa banyak orang yang dikumpulkan pada puncak aksi demo.
Jika jumlah perkiraan penyelenggara dikonfirmasi sebagai benar, protes itu adalah yang terbesar di Hong Kong sejak wilayah itu diserahkan ke China pada tahun 1997.
Unjuk rasa itu dipandang sebagai teguran besar dari pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, yang mendesak amandemen itu disahkan sebelum Juli.
"Ini adalah pertandingan akhir bagi Hong Kong, ini adalah masalah hidup atau mati. Itulah sebabnya saya datang," ujar Rocky Chang, seorang profesor berusia 59 tahun, kepada kantor berita Reuters.

"Suara orang-orang tidak didengar," kata mahasiswa berusia 18 tahun Ivan Wong kepada kantor berita AFP.
"Perubahan undang-undang ini tidak hanya akan mempengaruhi reputasi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional, tetapi juga sistem peradilan kami. Itu berdampak pada masa depan saya."
Menanggapi protes tersebut, seorang juru bicara pemerintah mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa undang-undang itu "didasarkan pada aturan hukum" dan bahwa pembahasan kedua perubahan undang-undang di Dewan Legislatif akan dilanjutkan pada hari Rabu.
Unjuk rasa terbesar setelah Hong Kong diserahkan ke ChinaMartin Yip, BBC Chinese, Hong Kong
Unjuk rasa ini disebut sebagai yang terbesar di Hong Kong, tidak hanya sejak Gerakan Payung pada tahun 2014, tetapi sejak serah terima Hong Kong ke Beijing pada tahun 1997.
Gerakan pro-demokrasi Hong Kong mendapat pukulan telak sejak Gerakan Payung karena pengunjuk rasa gagal mendapatkan konsesi setelah menempati jantung kota selama 79 hari.
Angka-angka pada unjuk rasa terakhir pasti akan meningkatkan moral kelompok pro-demokrasi, tetapi banyak pengunjuk rasa tidak optimis bahwa pemerintah akan mundur sekarang. Bagaimanapun, partai-partai pro-Beijing menjadi mayoritas di legislatif.
Namun bentrokan yang terjadi kemudian menunjukkan beberapa masih tidak percaya politik arus utama.
Bersamaan dengan berakhirnya unjuk rasa, pemerintah bersikeras akan melanjutkan pembahasan kedua perubahan undang-undang tersebut. Akankah bentrokan mengubah pikiran pemerintah? Mundur? Menjadi lebih keras? Kita lihat saja nanti.
Apa saja perubahan yang diajukan?RUU tersebut akan memungkinkan pihak berwenang di China daratan, Taiwan, dan Makau mengekstradisi tersangka yang dituduh melakukan kejahatan seperti pembunuhan dan pemerkosaan.
Permintaan kemudian akan diputuskan berdasarkan kasus per kasus.
Para pejabat Hong Kong mengatakan pengadilan Hong Kong akan memiliki keputusan akhir mengenai apakah akan memberikan permintaan ekstradisi seperti itu, dan tersangka yang dituduh melakukan kejahatan politik dan agama tidak akan diekstradisi.

Pemerintah telah berusaha meyakinkan masyarakat dengan beberapa konsesi, termasuk berjanji untuk hanya menyerahkan buronan pelanggaran yang membawa hukuman maksimum setidaknya tujuh tahun.
Masyarakat banyak yang menentang kebijakan ini dan kritikus mengatakan orang-orang akan dikenakan penahanan sewenang-wenang, peradilan yang tidak adil, dan penyiksaan di bawah sistem peradilan Tiongkok.
Mengapa berubah sekarang?
Rancangan undang-undang terbaru mengemuka setelah seorang pria Hong Kong berusia 19 tahun diduga membunuh pacarnya yang berusia 20 tahun saat mereka berlibur di Taiwan bersama pada Februari tahun lalu. Pria itu melarikan diri dari Taiwan dan kembali ke Hong Kong tahun lalu.
Para pejabat Taiwan telah meminta bantuan dari otoritas Hong Kong untuk mengekstradisi pria itu, tetapi para pejabat Hong Kong mengatakan mereka tidak dapat mematuhinya karena kurangnya perjanjian ekstradisi dengan Taiwan.
Tetapi pemerintah Taiwan mengatakan tidak akan berupaya mengekstradisi tersangka pembunuhan di bawah perubahan yang diusulkan, dan mendesak Hong Kong untuk menangani kasus ini secara terpisah.
Bukankah Hong Kong di bawah pemerintahan China?
Sebagai mantan koloni Inggris, Hong Kong semi-otonom dengan prinsip "satu negara, dua sistem" setelah kembali ke pemerintahan China pada tahun 1997.
Kota ini memiliki undang-undang sendiri dan penduduknya menikmati kebebasan sipil yang tidak tersedia bagi rekan senegara mereka di China daratan.

Hong Kong telah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Inggris dan AS, tetapi tidak ada perjanjian seperti itu dengan China daratan meskipun negosiasi sedang berlangsung dalam dua dekade terakhir.
Para pengkritik mengaitkan rancangan undang-undang tersebut dengan perlindungan hukum yang buruk bagi para terdakwa berdasarkan hukum China.
(haf/haf)