Laporan itu mengungkap bahwa pasokan yang dikirim secara diam-diam tersebut mencakup ubin tahan zat asam, pipa antikarat, dan termometer. Ubin-ubin itu akan dipakai sebagai bahan konstruksi fasilitas di tempat senjata kimia diproduksi.

Barang-barang ini dikirim ke Suriah dalam lima kali pengapalan menggunakan jasa sebuah perusahaan Cina pada akhir 2016 dan awal 2017, sebagaimana dilaporkan Wall Street Journal.
Pembayaran pasokan dilakukan Pusat Kajian dan Riset Sains (SSRC)βsebuah badan pemerintah Suriahβmelalui beragam perusahaan.
- Presiden Prancis ancam serang Suriah jika terbukti gunakan senjata kimia
- Serangan udara Suriah di wilayah pemberontak dilaporkan gunakan 'klorin'
- Kecaman internasional atas dugaan serangan kimia Suriah
Hasil pemantauan PBB, seperti dikutip harian New York Times, menyebutkan sejumlah ahli rudal asal Korea Utara terlihat di berbagai fasilitas pembuatan senjata Suriah.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, tidak mengatakan apakah laporan PBB tersebut akan dipublikasikan secara resmi.
Meski demikian, dia menegaskan kepada New York Times bahwa "Pesan yang terkandung di dalamnya adalah semua negara anggota punya tugas dan kewajiban untuk mematuhi sanksi-sanksi yang berlaku."

Beragam temuan dan laporan Panelis Pakar PBB tersebut mengemuka di tengah kemunculan kasus-kasus dugaan penggunaan gas klorin oleh pasukan militer Suriahβyang dibantah pemerintahan Bashar al-Assad.
Pemerintah Suriah juga diketahui telah memberitahu Panel PBB bahwa warga Korea Utara di Suriah saat ini hanyalah pelatih dan atlet olahraga.
Sejumlah pakar mengatakan Suriah dan Korea Utara punya hubungan militer yang telah dijalin selama berpuluh tahun lalu.
Hubungan ini tumbuh subur karena Korut diketahui sejak lama menawarkan pasokan militer dan teknologi persenjataan di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Amerika Latin dengan imbalan uang tunai.

Suriah telah menandatangani Konvensi Senjata Kimia dan sepakat menghancurkan persediaan senjata kimia yang ada pada 2013 setelah serangan gas sarin menewaskan ratusan orang di Ghouta.
Namun, sejak saat itu, pemerintah Suriah berulang kali dituduh menggunakan senjata kimia.
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) menyimpulkan gas sarin telah digunakan di Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, pada April 2017 lalu, sehingga menewaskan lebih dari 80 orang. Para penyelidik PBB mengatakan Angkatan Udara Suriah patut disalahkan.
Kasus serangan senjata kimia ditengarai kembali terjadi pada Minggu (25/02) di Ghouta Timurβsebuah kawasan yang dikuasai kelompok pemberontak dekat Damaskus.
OPCW kini tengah menyelidiki serangan itu, sebagaimana dilaporkan kantor berita Reuters yang mengutip sumber-sumber diplomat.
[Gambas:Video 20detik]
(dkp/dkp)