Menteri Komunikasi Israel Ayoub Kara menuduh bahwa saluran tersebut mendukung terorisme, dan mengatakan bahwa saluran bahasa Arab dan bahasa Inggrisnya akan diblokir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh jaringan televisi Qatar itu 'menghasut.'
Al Jazeera mengutuk keputusan tersebut.
- Negara-negara Arab ajukan 13 tuntutan termasuk tutup Al Jazeera
- Krisis Qatar: Akun Twitter Al Jazeera bahasa Arab sempat ditangguhkan
- Apakah blokade politik dan ekonomi terhadap Qatar selamanya?
Pemerintah Israel mengatakan bahwa mereka mendasarkan keputusan itu atas larangan serupa yang diberlakukan Arab Saudi dan sejumlah negara Arab Sunni lain, menyusul sengketa diplomatik mereka dengan Qatar, yang merupakan pendana Al Jazeera.
Ayoub Kara mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan penyedia layanan TV kabel telah sepakat untuk mencabut jaringan itu dari udara, namun upaya untuk menutup biro Al Jazeera di Yerusalem akan memerlukan ketentuan hukum lebih lanjut.
"Al Jazeera telah menjadi alat utama Daesh (kelompok yang menamakan diri negara Islam atau ISIS), Hamas, Hizbullah dan Iran," katanya dalam sebuah konferensi pers.

Netanyahu memuji Ayoub Kara melalui cuitannya, "yang melaksanakan instruksi saya untuk mengambil langkah nyata untuk mengakhiri hasutan-hasutan Al Jazeera."
Seorang pejabat Al Jazeera di ibukota Qatar, Doha, mengatakan kepada AFP bahwa mereka"menyesalkan tindakan dari sebuah negara yang mengaku sebagai satu-satunya negara demokratis di Timur Tengah, dan menganggap apa yang mereka lakukan itu merupakan langkah berbahaya".
- AS: Tuntutan negara-negara Arab kepada Qatar sulit dipenuhi
- Mengapa hanya Qatar yang dituduh danai terorisme?
- Tujuh negara Arab putuskan hubungan diplomatik: Ada apa dengan Qatar?
Netanyahu menuduh saluran TV pan-Arab tersebut menyulut krisis di kawasan yang bagi orang Islam disebut al-Haram al-Sharif dan bagi penganut Yahudi disebut Bukit Bait Suci atau Temple Mount.
Saat itu, langkah keamanan Israel menyusul tewasnya dua polisi mereka di sekitar kawasan itu memicu demonstrasi warga Palestina.
Pada akhir Juli lalu, Perdana Menteri Israel menyatakan akan 'mengusir Al Jazeera' terkait laporan mereka atas masalah itu, yang dinilai Israel telah memicu kekerasan.
Pimpinan Al Jazeera menyangkal dan mengatakan bahwa liputan mereka "profesional dan objektif".
Editor jaringan itu di Yerusalem menuduh Netanyahu berkolusi dengan tetangga-tetangga Arab mereka yang otokratis dalam melancarkan serangan terhadap media bebas dan independen.

Al Jazeera mendapat tekanan dari sejumlah pemerintah negara-negara Arab dalam beberapa bulan terakhir, menimbulkan kecemasan di kalangan pembela kebebasan pers.
Arab Saudi dan Yordania sudah menutup kantor jaringan pemberitaan yang didanai Qatar tersebut.
Uni Emirat Arab, Bahrain dan beberapa negara lain telah memblokir saluran dan situs Al Jazeera.
Pada hari Minggu, Kementerian komunikasi Israel mengatakan bahwa "hampir semua negara di kawasan ini ... menyimpulkan bahwa Al Jazeera memicu terorisme dan ekstremisme agama".
Menurut kementerian, "merupakan hal yang konyol bahwa saluran itu terus melakukan siaran dari Israel".
Penutupan Al Jazeera merupakan satu dari 13 tuntutan empat negara Arab yang mengucilkan Qatar.
Saluran berita berbahasa Arab AL Jazeera pertama kali diluncurkan pada tahun 1996, dan langsung mengguncang lanskap media di Timur Tengah dengan siaran yang menayangkan pemberitaan kritis pada pemerintah dan penguasa di wilayah tersebut.
Al Jazeera mengatakan mereka adalah saluran Arab pertama yang menampilkan politisi dan komentator Israel di udara.
Namun, Israel sering menuduhnya bias melaporkan konflik Israel-Palestina.
(ita/ita)