Β

Kontestan Miss China 2014 mempelajari etiket dari instruktur di Seatton.
Lima perempuan Cina duduk tegak di kursi, dengan tas tangan desainer berada di dekat kaki, mereka mendengarkan dengan penuh perhatian seorang fotografer majalah Tatler versi Cina yang sedang trendi menjelaskan bagaimana berpose di muka umum. Fotografer itu berbicara tentang tata rias wajah, pencahayaan dan tulang pipi. Ruangan itu didekorasi dengan kertas dinding Pierre Frey dan para peserta meminum teh menggunakan perangkat teh buatan Bernardaud. Dengan buku catatan di tangan, mereka mempelajari etiket kamera, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Kursus yang berjudul "Bagaimana berpose dengan anggun di depan kamera" ini merupakan salah satu yang ditawarkan oleh Institute Sarita, versi sekolah etiket Eropa zaman modern yang melayani orang-orang kaya baru Cina. Kursus lain yang ditawarkan sekolah, yang terletak di distrik Sanlitun yang sedang naik daun di Beijing ini, termasuk juga bagaimana membesarkan anak, etiket makan yang benar dan cara melafalkan merek-merek mewah dengan benar.
"Kebanyakan klien saya mengalami saat yang memalukan, di luar negeri atau saat makan malam untuk urusan bisnis. Mereka datang ke sini karena mereka ingin membuat semua hal menjadi lebih mudah bagi mereka," kata Sara-Jane Ho, pendiri sekolah yang berpenampilan sempurna, saat ia duduk di ruang tamu yang dihiasi dengan perkakas antik yang diimpor dari Prancis.
"Kebanyakan di sini adalah untuk belajar bagaimana bertingkah laku di lingkungan internasional," kata Ho, yang memang mendalami etiket di Institut Villa Pierrefeu di Swiss, salah satu sekolah etiket terakhir yang ada di dunia. Sejauh ini ia sudah menarik perhatian beberapa ratus orang Cina yang kaya untuk belajar di sekolahnya. Ia membuka cabang sekolahnya di Shanghai pada bulan Mei.
Dengan adanya 190 miliarwan dan lebih dari dua juta jutawan, Cina kini berada di belakang Amerika Serikat dalam peringkat jumlah individu yang bernilai tinggi, menurut penelitian majalah Forbes dan Boston Consulting Group.
Banyak dari kekayaan ini tumbuh dengan cepat, bersamaan dengan perekonomian Cina yang baru meluas dan meningkatnya kesempatan berbisnis. Sejumlah orang yang baru menjadi kaya hanya memiliki sedikit pengetahuan atau pelatihan mengenai bagaimana berperilaku di acara bisnis atau panggung sosial taraf internasional.
"Negara ini begitu terisolasi 30 tahun lalu," kata Ho. "Pertumbuhan kekayaan terjadi dalam waktu yang singkat. Transformasi ini menciptakan banyak tekanan bagi orang-orang."
Sebagai akibatnya, sejumlah pengusaha mungkin tampaknya kasar atau tidak tahu tata krama di mata rekan mereka dari Barat atau Asia. Kecakapan, di lain pihak, dapat memuluskan banyak transaksi bisnis. "Hanya dengan mengetahui bagaimana makan dengan nyaman menggunakan pisau dan garpu dapat membuat kesepakatan bisnis dilakukan," kata James Hebbert, yang mewakili Seatton, sekolah etiket Inggris di Cina.
Mengisi kekosongan
Klien yang mengikuti kursus etiket di Cina termasuk para pejabat pemerintah, anak-anak yang mendaftar ke sekolah-sekolah di luar negeri, para istri yang akan menjamu tamu penting dan mereka yang senang bepergian ke luar negeri.
"Ada permintaan besar dari semua kalangan," kata Hebbert, yang kliennya terutama adalah mereka yang mengendarai Rolls Royces dan ingin tampil sesuai, kemudian ada juga pelanggan kelas menengah yang menginginkan pengalaman gaya hidup Inggris. "Dalam beberapa tahun saja, saya melihat perubahan besar klien. Kini lebih banyak orang Cina melakukan perjalanan. Mereka melihat keuntungan dengan memiliki sentuhan internasional."
Jika mempelajari cara mengupas jeruk menggunakan pisau dan garpu kelihatannya mungkin agak berlebihan di Eropa, di Cina orang kaya baru siap membayar untuk mendapatkan tata krama yang sesuai dengan status baru mereka.
"Lain kali jika saya pergi ke Milan dan makan di restoran yang bagus, saya bisa dengan percaya diri memberi tahu suami saya bahwa dia tidak boleh memegang pisaunya seperti memegang belati," kata seorang peserta kursus etiket makan Barat yang berlangsung dua jam dengan James Hebbert di Shanghai, yang tidak mau namanya dikutip.
Hebbert mengenakan biaya 20.000 yuan (Rp42 juta) per grup yang berisikan 10 orang untuk sesi di sore hari.
Kursus paling populer di Institute Sarita, "Menjadi tuan rumah", berharga 100.000 yuan (Rp213 juta) untuk 12 hari di mana klien mempelajari keterampilan mulai dari berbincang-bincang ringan sampai mencocokkan anggur dengan makanan.
Tidak bertata krama
Media dan bahkan presiden Cina sendiri sudah mengkritik bagaimana sejumlah pelancong Cina berperilaku ketika bepergian. Dalam perjalanannya di bulan September ke Maladewa, Presiden Cina Xi Jinping menyarankan agar para warga Cina bersikap " lebih sopan ketika melakukan perjalanan ke luar negeri."
Dengan lebih dari 100 juta orang Cina melakukan perjalanan di tahun 2014, perilaku yang salah sudah banyak ditampilkan dalam berita-berita utama di seluruh dunia. Yang paling ekstrem misalnya: merusak patung Mesir, melemparkan air mendidih kepada pramugari dan buang air kecil sembarangan.
Pada bulan Oktober, Badan Administrasi Wisata Nasional Cina mengeluarkan panduan ketat mengenai bagaimana berperilaku ketika melakukan perjalanan. Dalam buklet 64 halaman itu, turis Cina diperingatkan untuk tidak buang air kecil di kolam renang, mencuri jaket pelampung pengaman dari pesawat udara dan meninggalkan tapak kaki di tempat duduk toilet. Hukuman untuk perilaku semacam itu termasuk dengan mendenda operator wisata serta memasukkan wisatawan yang kasar ke dalam daftar hitam.
"Orang Cina memang tidak punya tata krama. Ini bukan hal yang diajarkan oleh orang tua. Saya selalu terkejut ketika para pria membukakan pintu untuk saya di Paris. Hal ini tidak akan pernah terjadi di Cina," kata Yue-Sai Kan, produser dan pembawa acara TV keturunan Cina-Amerika, serta penulis buku Etiket untuk Orang Cina Modern, buku yang laku di negara itu dan telah terjual lebih dari tiga juta eksemplar. Dewasa ini, Kan mengajar tentang etiket dan melatih para kontestan Cina untuk perlombaan Miss Universe.
Ketika sejumlah hal yang dipandang oleh orang Barat sebagai tidak sopan memang berakar dari masalah budaya pengertian tentang ruang umum dan pribadi sangat berbeda di Cina kekasaran sikap lainnya berasal dari Revolusi Budaya saat semua yang dianggap sebagai keanggunan dan tata krama dipandang sebagai sikap borjuis dan bisa dijatuhi hukuman berat.
"Katakanlah ketika Anda berjuang untuk bisa makan, tentu Anda tidak akan memikirkan tentang ruang pribadi," kata Ho menjelaskan.
Apa yang dapat dipandang orang asing sebagai tidak sopan seperti mendorong, memotong antrean, berbicara keras-keras atau mengorek lubang hidung di depan umum merupakan perilaku yang biasa untuk mayoritas orang di Cina. Namun, saat Cina membuka diri dan melibatkan diri dengan dunia, kesadaran mulai tumbuh di antara penduduk Cina mengenai bagaimana mereka dipandang di luar negeri.
Wajah baru
Untuk menjauhkan diri dari reputasi ini, banyak kelompok elite baru mencoba memperbaiki diri di sekolah-sekolah etiket. Pada saat yang sama, mereka juga melihat tata krama yang baik sebagai simbol status.
"[Orang Cina] mengerti bahwa posisi mereka sebagai negara adidaya di dunia menempatkan mereka pada situasi di mana mereka perlu mempelajari mengenai budaya dan perilaku lain untuk memuluskan hubungan politik dan bisnis," kata Viviane Neri, kepala sekolah Institut Villa Pierrefeu, dalam emailnya.
"Dulu memang fokusnya tentang bagaimana memiliki mobil besar," kata Hebbert. "Kini orang kaya mencari sesuatu yang lain untuk berbeda."
Anda dapat membaca artikel ini dalam Bahasa Inggris: Western manners: The latest Chinese status symbol di BBC Capital.