
Pemilihan presiden ini merupakan yang pertama sejak huru-hara pada 2011 lalu.
Kandidat presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi, mengklaim telah merebut 55,5% suara dalam pemilihan presiden pertama yang digelar seusai huru-hara Arab Spring pada 2011 lalu.
Dalam pidato kemenangannya, dia mengucapkan terima kasih kepada kandidat petahana Presiden interim Moncef Marzouki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kantung pendukung Beji Caid Essebsi kebanyakan berada di daerah pesisir.
Klaim kemenangan tersebut disambut gembira para pendukung Partai Nidaa Tounes. Mereka menyalakan kembang api dan petasan di depan markas partai yang beraliran sekuler itu.
Di sisi lain, para pendukung Marzouki menegaskan bahwa terlalu dini untuk mengklaim kemenangan.
Juru bicara Marzouki mengatakan klaim Essebsi tanpa dasar.
Marzouki adalah pegiat hak asasi manusia yang dipaksa mengungsi oleh pemerintahan Ben Ali. Ketika Ben Ali lengser pada 2011, dia menjadi presiden sementara dan populer di kalangan konservatif dan bagian selatan negeri.

Moncef Marzouki merupakan presiden sementara Tunisia setelah Zine el-Abedine Ben Ali lengser pada 2011 lalu.
Dia diperkirakan mampu menarik sokongan dari partai Islam moderat, Ennahda, yang memainkan peranan kunci dalam politik Tunisia sejak Arab Spring. Namun, Ennahda tidak mengemukakan seorang kandidat dalam pilpres ini.
Adapun Essebsi lebih populer di kalangan kaum kaya dan daerah pesisir di utara.
Dia pernah menjadi menteri luar negeri Tunisia pada 1981 hingga 1986.
Tunisia adalah negara pertama yang melengserkan pemimpinnya. Insiden itu memulai gelombang Arab Spring yang menular ke negara-negara tetangga, termasuk Libia dan Mesir.