Semangat dan retorikanya tetap berapi-api, akan tetapi fisiknya menunjukkan pertambahan umur dan mungkin beban hukum yang dialami.
Kesan ini saya ambil dari perbandingan dua wawancara khusus dengan Datuk Seri Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia yang kini menjadi pemimpin oposisi di parlemen.
Pertemuan pertama terjadi April 2007 di London School of Ecomonics, ketika ia memberikan kuliah terbuka di salah satu universitas ternama di Inggris itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuh tahun kemudian Tokoh berganti nama menjadi Bincang dan saya kembali mewawancarai Anwar Ibrahim. Status politikus dari Partai Keadilan Rakyat ini kini sebagai terpidana lagi dalam kasus sodomi jilid II.
Saya pasrah ya. Kita beriman, kita tawaqal. kita ikhtiar. Kalau saya rasa kalah, mundur karena takut ugutan atau dipenjara, saya sudah harus mundur dari dulu," tutur Anwar Ibrahim dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia, di markas Partai Keadilan Rakyat di Petaling Jaya, Selangor.
Atasi rasa cemas
Akan tetapi ia mengaku tidak akan mudah baginya untuk kembali mendiami sel.
"Tidak ada siapapun terutama di umur saya yang ingin mengulangi episode derita, ngeri di penjara. Tetapi saya bersyukur Alhamdulillah karena saya bisa mengatasi rasa cemas dan takut tentang apa yang mereka harus lakukan."
"Cuma seperti yang pernah disebut oleh Pak Habibie (mantan presiden RI) kepada Mahathir (mantan PM Malaysia, kalaupun dipenjarakan janganlah apa-apakan adik saya itu."
"Itu saja yang saya anggap, saya tidak dipukul atau didera, tidak dicambuk. Tetapi akan saya hadapi, tidak mudah. Tetapi saya sudah dapat menguasai rasa takut dan cemas," ungkap pemimpin oposisi Malaysia ini kepada Rohmatin Bonasir.
Datuk Seri Anwar Ibrahim, nama resminya di Malaysia, divonis lima tahun penjara dalam dakwaan sodomi oleh pengadilan banding.
Putusan pengadilan banding ini menganulir vonis pengadilan lebih rendah yang membebaskan pemimpin de facto Partai Keadilan Rakyat tersebut dalam kasus sodomi atas mantan asistennya yang dituduh dilakukan tidak lama setelah pemilihan umum pada 2008.
Masa depan
Ia tidak serta merta menjalani hukuman setelah menyerahkan uang jaminan sambil menugngu sidang di pengadilan tertinggi, Mahkamah Federal.
Namun hukuman tersebut secara otomatis menjegal langkah Anwar Ibrahim mencalonkan diri dalam pemilihan sela di Kajang, negara bagian Selangor pada 16 Maret lalu. Sebagai gantinya, istrinya, Datuk Seri Wan Azizah Ismail, dicalonkan dan menang dengan suara mayoritas melawan calon dari koalisi Barisan Nasional.
Pemilihan sela semula disebut-sebut diadakan untuk membuka jalan bagi Anwar menjadi menteri besar Selangor, negara bagian terkaya di Malaysia.
Beberapa warga Malaysia menyatakan keyakinan bahwa Anwar Ibrahim masih mempunyai peluang di dunia politik negara itu.
"Dia ada peluang lagi, dia ada masa lagi sebab golongan-golongan muda banyak support [mendukung] dia. Golongan tua akan mati, golongan muda akan kembali," kata Pak Ya, seorang sopir taksi di Kuala Lumpur.
Di antara golongan muda itu adalah Nurul Amirah Abdul Rahman, seorang mahasiswi di Tawau, negara bagian Sabah. Mahasiswa jurusan pendidikan ini yakin Datuk Seri Anwar Ibrahim masih mempunyai asa di bidang politik.
"Kalau Doktor Mahathir kita sering melihat beliau di kaca televisi memberi pendapat bermacam-macam dalam bidang politik, mengapa kita tidak beri peluang kepada Anwar Ibrahim untuk berkecimpung dalam bidang politik," kata Nurul Amirah.
Akan tetapi, Tuan Saripah, seorang pegawai negeri asal negara bagian Kelantan, berpendapat langkah politik Anwar Ibrahim dijegal dengan persoalan-persoalan pribadi.
"Faktor-faktor pribadi seperti kasus liwat [sodomi] dan kasus-kasus anggota keluarga seperti perceraian anak perempuannya Nurul Izzah. Jadi kalau kita campur adukkan faktor politik dengan faktor politik itu mengganggu tetapi saya rasa rakyat dapat menentukan mana yang betul dan mana yang tidak," jelas Tuan Saripah.
Simak Bincang BBC Indonesia melalui puluhan radio FM mitra di berbagai kota di Indonesia 1 April 2014 dan di BBCIndonesia.com.
Rohmatin Bonasir, Wartawan BBC Indonesia
(bbc/bbc)