
Anak-anak Armenia di sebuah kamp pengungsi Turki sekitar tahun 1915.
Senat Prancis menyepakati sebuah undang-undang kontroversial yang mengkriminalkan penyangkalan pembantaian warga Armenia oleh pasukan Turki Ottoman dalam Perang Dunia I.
Pemerintah Armenia mengklaim sebanyak 1,5 juta warga negeri itu tewas dibantai pasukan Turki pada 1915-1916.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini akan dicatat dengan tinta emas tak hanya dalam sejarah persahabatan Armenia dan Prancis, tetapi juga dalam sejarah perlindungan hak asasi manusia di seluruh dunia," kata Menteri Luar Negeri Armenia Edward Nalbandian, seperti dikutip AFP.
Selain dianggap bersejarah, keputusan senat ini membuat undang-undang ini tinggal menunggu tanda tangan Presiden Nicolas Sarkozy untuk disahkan.
Wartawan BBC di Istanbul Jonathan Head melaporkan keputusan senat ini menimbulkan reaksi keras dari pemerintah Turki.
Kemungkinan terburuk, lanjut Head, Turki bisa saja menarik duta besarnya di Prancis dan menciptakan banyak kendala bagi investasi Prancis di Turki.
Turki mengancam
Ankara menyambut keputusan senat Prancis ini dengan keras. Menteri Kehakiman Turki Sadullah Ergin mengutuk keras keputusan itu.
"Keputusan yang diambil Senat Prancis adalah sebuah ketidakadilan dan menunjukkan mereka tidak menghormati Turki," kata Ergin kepada stasiun televisi CNN-Turk.
Kecaman keras juga datang dari Kedutaan Prancis di Paris yang mengancam jika Presiden Sarkozy mengesahkan undang-undang itu maka kerusakan hubungan kedua negara akan bersifat permanen.
"Prancis sedang dalam proses kehilangan satu mitra strategis," kata juru bicara kedubes Turki, Engin Solakoglu.
Pemerintah Turki berpendapat menghakimi insiden terhadap warga Armenia di Turki timur pada 1915-1916 seharusnya diserahkan kepada para sejarawan.
Turki juga menganggap undang-undang baru ini akan membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat.
Pemerintah Turki mengakui adanya insiden tersebut namun membantah bahwa peristiwa itu adalah upaya sistematis membasmi warga Armenia.
Dalam kekacauan di tengah Perang Dunia I itu, lanjut pemerintah Turki, banyak warga muslim Turki yang juga menjadi korban.
Demi pemilu

Warga Turki melakukan protes menentang terbitnya undang-undang pembantaian Armenia di Prancis.
Pemerintah Prancis secara resmi mengakui insiden di Turki itu sebagai sebuah pembantaian atau genosida pada 2001. Saat ini sekitar 20 negara mengakui hal serupa.
Dengan undang-undang baru ini maka siapapun yang menganggap peristiwa di Turki itu bukanlah sebuah proses genosida terancam hukuman penjara dan denda sebesar lebih dari Rp500 juta.
Di Prancis saat ini terdapat sekitar setengah juta orang yang merupakan keturunan Armenia.
Sejumlah laporan mengatakan suara warga keturunan Armenia ini sangat penting dalam pemilihan presiden mendatang.
Sehingga tak mengherankan jika partai Presiden Sarkozy, UMP yang mengajukan rancangan undang-undang ini ke senat.
Jonathan Head melaporkan untuk mendinginkan ketegangan antara Prancis dan Turki, Presiden Sarkozy sudah mengirimkan surat resmi kepada Perdana Menteri Turki.
Dalam suratnya Sarkozy menegaskan undang-undang ini bukan mengincar negara manapun namun hanya mengakui penderitaan masa lalu warga Armenia.
(bbc/bbc)