Hal itu diungkapkan oleh Ahmad Luthfi meresmikan pendirian Tempat Pengolahan Sampah Terpadu dan Terintegrasi (TPSTT) 'Bumi Hijau' di Desa Tersono, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang, hari ini.
TPSTT Bumi Hijau berdiri di atas lahan seluas 7.000 meter persegi dan melayani tujuh desa di Kecamatan Tersono serta tiga pasar utama yakni Pasar Tersono, Limpung, dan Bawang.
Dalam pengelolannya, sampah organik diolah menjadi pakan maggot dan pupuk kompos dalam waktu 12-15 hari, sedangkan sampah plastik dihancurkan menggunakan incinerator mini berbasis teknologi hidrogen yang hemat bahan bakar.
"Kalau semua desa melakukan hal yang sama, sampah tidak akan jadi beban besar di TPA. Kita tahu anggaran sampah terbatas, jadi desa harus kreatif dan mandiri seperti Tersono," kata Ahmad Luthfi dalam keterangan tertulis, Senin (6/10/2025).
Dia meminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jateng untuk menjadikan Tersono sebagai model percontohan, serta mendorong desa dan kecamatan lain belajar langsung ke sini.
"Indonesia pada 2029 ditargetkan bebas TPA open dumping. Jateng juga harus bergerak cepat," ujarnya.
Menurut Luthfi, TPSTT 'Bumi Hijau' bukan hanya menjaga kebersihan, tapi juga membuka peluang ekonomi.
"UMKM di sekitar sini ikut tumbuh. Ini bukti bahwa program lingkungan bisa memberi efek ekonomi nyata. Semoga ke depan Batang makin maju, bersih, dan profesional dalam pengelolaan lingkungan," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Tersono Abdul Mukti mengatakan program pengelolaan sampah ini sudah berjalan selama dua hingga tiga bulan. Warga dilibatkan langsung dalam pemilahan dan pengumpulan sampah dari rumah masing-masing.
"Setiap rumah iuran Rp 15.000 per bulan. Petugas mengambil sampah dua kali seminggu. Sosialisasinya dibantu mahasiswa KKN juga, jadi masyarakat mulai terbiasa memilah sampah organik dan anorganik," ujarnya.
Sampah organik kemudian diolah menjadi pakan maggot dan pupuk alami, sementara plastik dikirim untuk didaur ulang.
Menurut Mukti, kunci keberhasilan program ini adalah kemauan dan partisipasi warga untuk mengelola sampahnya secara mandiri.
Seorang warga Desa Tersono, Tin mengaku menyambut antusias kehadiran TPSTT tersebut. Sampah yang menjadi masalah kini bisa diolah dengan baik.
"Kami jadi lebih sadar pentingnya memilah sampah. Iurannya cuma Rp15 ribu, tapi manfaatnya besar lingkungan jadi bersih, udara lebih segar," ujarnya.
Dia menambahkan, ke depan, sampah organik akan diolah menjadi pelet atau pupuk, sedangkan plastik bisa dijadikan produk kreatif seperti vas bunga atau sandal.
Sementara itu, Bupati Batang Faiz Kurniawan mengatakan TPSTT 'Bumi Hijau' Tersono menjadi model percontohan pengelolaan sampah di tingkat desa. Dia mengapresiasi peran aktif masyarakat yang menginisiasi pengelolaan sampah secara mandiri tanpa menunggu program besar dari kabupaten.
"Kami berharap, desa-desa mampu mengalokasikan anggaran untuk mengelola sampah di tingkatnya masing-masing," ujarnya.
Dia menjelaskan langkah ini penting mengingat pertumbuhan industri di Batang yang terus meningkat.
"Tahun 2027 sampai 2028 nanti ada sekitar 32 pabrik di Batang Industrial Park yang beroperasi penuh dengan serapan tenaga kerja 100-125 ribu orang. Artinya, akan ada migrasi besar dan potensi timbulan sampah meningkat. Kalau dari sekarang tidak disiapkan, kita bisa kewalahan," jelasnya.
Dia menyebut dukungan dari pemerintah provinsi dan kementerian sudah mulai terwujud, salah satunya lewat rencana pembangunan TPST regional di Gringsing berkapasitas 100 ton per hari.
Faiz berharap kehadiran Gubernur Ahmad Luthfi di Desa Tersono memberi semangat bagi desa lain untuk menjadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas.
"Tersono bisa jadi role model untuk seluruh Batang," pungkasnya.
(akd/akd)