Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Keterpilihan Perempuan

PUSKAPOL FISIP UI

Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Keterpilihan Perempuan

- detikNews
Kamis, 30 Des 2010 11:01 WIB
Jakarta - Tingkat keterpilihan perempuan di parlemen lokal berhubungan erat dengan tingkat pembangunan manusia di wilayah yang bersangkutan. Semakin bagus indikator pembangunan manusia, semakin tinggi keterwakilan perempuannya.

Berdasarkan perspektif dan indikator gender, kesetaraan gender merujuk pada tiga dimensi pengukuran. Pertama, dimensi kapabilitas yang merujuk pada kemampuan dasar individu, misalnya pendidikan, kesehatan dan nutrisi, yang diterjemahkan melalui HDI (Human Development Index).

Kedua, dimensi akses dan peluang atas sumberdaya, yang merujuk pada kesamaan peluang dalam memanfaatkan atau mengaplikasikan kemampuan dasar yang diterjemahkan dalam GDI (Gender Development Index).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiga,dimensi perlindungan untuk mengurangi kerentanan yang berpotensi mengancam kondisi fisik maupun psikis, khususnya perempuan dan anak perempuan yang diterjemahkan dalam indeks GEM (Gender Empowerment Measurement).

Ketiga dimensi ini dipakai untuk mengukur kualitas kehidupan dan peran perempuan dalam kerangka pembangunan manusia Indonesia. Ketiganya saling terkait, karena tanpa peningkatan kapabilitas, maka peluang perempuan mengakses peluang kerja, berpolitik dan sebagainya, menjadi sangat terbatas. Akses ini perlu dijamin melalui perundangan dan kebijakan publik.

Meningat peringkat HDI, GDI dan GEM Indonesia terus meningkat, PUSKAPOL FISIP UI memeriksa kaitan antara indeks HDI, GDI dan GEM provinsi dengan tren representasi perempuan di provinsi yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara capaian indeks pembangunan manusia dan kondisi pemberdayaan perempuan dengan representasi perempuan di legislatif.

Tujuh provinsi memiliki representasi perempuan konsisten-tinggi, yaitu provinsi-provinsi yang keterwakilan perempuannya di DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota di atas rata-rata nasional. Mereka adalahLampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Provinsi-provinsi tersebut memiliki.

Lampung, DKI Jakarta dan Sulawesi Utara memiliki peringkat indeks HDI, GDI dan GEM tinggi. HDI DKI Jakarta (1), Sulut (2) dan Kaltim (5) termasuk 10 peringkat teratas. Sementara indeks GEM Sulut (2), DKI Jakarta (5) dan Lampung (6) menunjukkan relatif terbukanya peluang perempuan dalam akses publik di daerah-daerah tersebut. Hal ini sejalan dengan tingginya representasi perempuan di tiga provinsi tersebut, baik di nasional maupun lokal.

Di lain pihak, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Timur berperingkat rendah dalam tingkat HDI, GDI dan GEM, namun mereka berhasil mencapai keterwakilan perempuan konsisten-tinggi.

Selanjutnya, ada tujuh wilayah yang tren representasi perempuan di DPR dan DPRD termasuk kategori konsisten-rendah yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Bali, NTB dan NTT.

Ketujuh wilayah konsisten-rendah ini berada di peringkat rendah indeks GEM. Khususnya NTB dan NTT memiliki peringkat yang rendah untuk indeks HDI, GDI dan GEM. Sementara peringkat HDI Riau (3) dan Sumbar (9) termasuk 10 besar namun di sana terdapat kesenjangan gender karena tingkat GDI dan GEM kedua provinsi tersebut peringkatnya rendah.

Aceh, Babel, Bali dan NTB memiliki indeks GEM rendah, yang berhubungan dengan rendahnya representasi perempuan di sana. Bahkan tidak ada calon perempuan terpilih untuk DPR dari provinsi-provinsi tersebut. Jumlah perempuan yang terpilih untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kotanya juga amat sedikit.

Kajian ini menunjukkan, umumnya jumlah perempuan di legislatif kabupaten/kota yang rendah sejalan dengan angka GEM yang rata-rata juga rendah di kabupaten/kota. Semakin ke pelosok, kondisi indeks pembangunan manusia dan pemberdayaan perempuan di politik yang minim, maka peningkatan jumlah keterwakilan perempuan lebih berat untuk dicapai dibandingkan di tingkat provinsi.

Wilayah yang memiliki representasi perempuan rendah baik di nasional, provinsi, kabupaten/kota umumnya mengadapi kendala kultural seperti pemahaman agama, adat istiadat, etnis, kasta, pemimpin lokal yang rendah pemahamannya mengenai keadilan gender, perda dan aturan lokal yang diskriminatif, dan politik identitas. Hal-hal ini memperberat upaya perempuan untuk terjun ke arena politik.

Daerah-daerah dengan kebutuhan dasar relatif terpenuhi dan kesenjangan gender tidak terlalu timpang, memiliki representasi perempuan yang lebih baik. Di daerah-daerah ini, perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki kesempatan dan akses untuk memperebutkan sumber-sumber ekonomi dan politik melalui kontestasi pemilu.

Informasi selengkapnya silakan baca www.puskapol.ui.ac.id dan akun twitter @Puskapol_UI

(adv/adv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads