Salah satu peneliti dari Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si turut terlibat dalam riset pengembangan Vaksin Merah Putih yang akan masuk uji klinis manusia pada Desember 2021 mendatang. Selain itu, ia juga tengah mengembangkan enzim industri lokal dengan skala besar.
Untuk diketahui, Prof Nyoman merupakan lulusan S1 Fakultas MIPA Kimia Unair pada tahun 1982 dan lulus tahun 1986. Kemudian, ia melanjutkan S2 pada tahun 1992 dan lulus tahun 1994 di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Kimia dan minatnya ke bidang Biokimia hingga kini. Lalu dia meneruskan jenjang S3 pada 2000-2004 di Insitut Pertanian Bogor (IPB).
Adapun penelitian yang sedang dilakukan oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Community Development Unair itu seputar rekayasa protein (protein engineering), khususnya enzyme engineering. Enzim merupakan biokatalis yang terdapat pada seluruh sistem hidup.
Selama hampir 20 tahun, Prof Nyoman mengembangkan enzim alam hingga direkayasa menjadi produk unggulan yang berkontribusi pada green industry. Dengan konsep saintifik dan transdisiplin, maka studi enzim virus COVID-19 juga ia lakukan guna berkontribusi dalam pengembangan inhibitor, analisis varian.
"Protein engineering, khususnya enzyme engineering itu tidak hanya aspek lokal biomass untuk green industry saja, tapi semua kehidupan dikatalisis enzim, biokatalis aspek. Aspek penelitian protein engineering biocatalysis enzim itu sangat luas. Basic ilmunya sama, tapi aplikasinya sangat luas. Karena biocatalys ini ramah lingkungan, mekanisme kerja spesifik, pengembangan obat baru yang berperan sebagai inhibitor (penghambat) enzim-enzim di target organisme," kata Prof Nyoman.
Menurutnya di dalam virus COVID-19 terdapat 2 enzim utama. Sehingga ia mengerjakan riset yang mengarah ke health security. Dalam hal keamanan bidang kesehatan, ada inhibitor enzim yang perlu dihentikan kerjanya. Misalnya dari bakteri atau virus yang menyebabkan penyakit infeksi. Untuk itu, pihaknya mengembangkan satu enzim yang dapat mendegradasi bakteri penyebab tuberkolosis.
"Untuk memperluas wawasan saya, setelah lulus S3 ambil Postdoc di University of Groningen Belanda, itu saya dapat projek KNAW projek riset untuk kegiatan Postdoc Multiyears dapat itu 3 tahun. Setiap tahun datangnya, tidak stay 3 tahun, tapi setiap tahun bisa 3 bulan dan boleh mengajak tim. Waktu itu saya mengajak teman-teman kimia dan biologi yang ilmunya terkait, kita mendapatkan 3 kali projek KNAW. Sejak 2005 sampai 2007. Selanjutnya 2009 mendapatkan KNAW multinetworking program dengan menggandeng kolega Malaysia, Belanda dan kami (Unair)," jelasnya.
Pada saat projek KNAW, ia dan tim mengaku bisa lebih mendalami struktur dan fungsi enzim. Tidak hanya itu, Prof Nyoman juga turut membawa penelitiannya jauh-jauh ke belanda, dan diperkuat ke arah penentuan struktur, fungsi dan mekanisme enzim. Dia menilai sekarang ilmu protein engineering inilah yang berkembang, juga dengan bioinformatika sehingga mempercepat temuan vaksin platform next generation.
"Vaksin next generation berbasis RNA, DNA, protein rekombinan, sub-unit, peptide, itu sangat dibantu oleh bioinformatika. Vaksin cepat sekarang 1-2 tahun bisa jadi karena perkembangan kemajuan dr bidang ilmu teknologi yang disupport oleh bioinfornatik, termasuk whole genome sequence, genotyping, dan lainnya," terangnya.
Selama di Belanda sampai dengan tahun 2019, Nyoman bersama tim sukses menemukan 1 struktur enzim yang dikembangkan. Bahkan sudah masuk protein Data Bank global (PDB). Postdoc diakuinya mendatangkan banyak manfaat. Dia menyebut setiap tahun bisa berganti tim, supaya semakin banyak yang. Adapun strategi yang digunakan mencakup pendekatan pertama struktur, analisis produk, karakterisasi membuat jaringan kerja sama.
"Selama itu bisa membawa 1 dosen untuk studi PhD dan lulus dari University of Groningen Belanda. Kita mendapatkan 1 struktur mekaniske dari enzim, hasil kerja sama kita dengan Belanda. Kami mendapatkan salah satu struktur-struktur enzim dari hasil penelitian saya, Salah satu enzim tersebut merupakan satu dari 3 gene cluster, yang saya beri nama pTP510. Dari 3 gene cluster tersebut, penelitiannya nggak pernah habis, sampai saat ini masih terus dikembangkan dan melibatkan tim kolaborator," terangnya.
Nyoman menceritakan, jika nama dari gene cluster hasil penelitian diuraikan maka p merujuk ke plasmid, TP adalah Tri.Puspaningsih, selanjutnya 510 ialah nomor genomic library yang berhasil ditemukan.
"pTP510 itu rekombinan yang saya dapatkan dari biokatalis engineering. saya mendapatkan klaster 3 gen itu, penelitian terus berjalan sampai sekarang. Struktur sudah didapatkan, yang saya dapat pertama p.T.P.510 transformen no 510 Gen klaster ada 3 yang mengolah biomass alam. Kemudian 2 itu baru belum ada kesamaan waktu itu, sehingga saya pada 2006 sudah masukkan hasil ke gen bank sudah diterima dan diakui. Kami eksplor sampai sekarang, kami masih punya 1 enzim lagi yang sedang dalam proses untuk riset penentuan struktur," tuturnya.
Setelah kembali ke Indonesia, pengembangannya diinfokan kepada mahasiswa S1, S2, dan S3 agar bisa diteruskan. Ia juga menyampaikan, jika peneliti Unair turut mengambil bagian di Gen Bank dan Protein Data Bank (PDB).
"Setelah penelitian secara hulu kita ingin aplikasi. Aplikasi kami mulai memformulasi medium, supaya bisa diproduksi dalam secara besar industri. Kalau skala lab, bahan-bahannya akan mahal kalau digunakan skala besar. Misalnya biasa memproduksi 1 1/5 liter, dipindahkan ke 200 liter, formulasi lab nggak bisa dipakai. Kita punya 2 paten dari riset ini, 1 paten Excelzyme ada konsorsium, 1, 2, 3 formula beda-beda dan manfaatnya juga berbeda. 2016 dapat paten formulasi untuk skala industri yang terus kita kembangkan, lakukan inovasi tidak hanya 1 rekombinan, tapi 2 rekombinan, bisa tidak ekspresi bareng. Kalau bisa dilakukan, efisien. Dan kita mengganti induser lab mahal dengan yang lebih murah. Ini usulan paten ke-3, tinggal mengunggu assesment penilaian substansi dalam proses inovasi itu kita desain sendiri," paparnya.
Proses berikutnya ialah design improvement, penemuan enzim unik dan baru dipatenkan desainnya. Ada 13 paten yang masih dalam tahap register, karena desain juga dinilai penting. Setelah pTP510, pihaknya juga mendapatkan enzim lain, dan semua adalah lokal dari sumber daya alam Indonesia.
Tantangan yang dihadapi adalah memproduksi skala pilot untuk memproduksi enzim. Sementara manfaatnya, permintaan masyarakat bisa dipenuhi. Mengingat selama ini Indonesia masih impor. Selain itu juga ukuran tim yang masih dalam skala kecil, yakni sekitar 1,2 dan 2 liter. Sehingga untuk 50 liter memerlukan waktu seminggu. Sementara itu jika dalam skala besar ini bisa memproduksi 200 liter per hari.
"Ini akan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan tantangan kita. Mudah-mudahan akhir November selesai, sehingga Desember uji coba. Karena enzim industri selama ini import, ini salah satu langkah kita dalam kemandirian. Enzim tidak hanya 1, 2, sudah cukup banyak koleksi kami dan semoga bermanfaat untuk industri yang ada. Manfaat lain tidak hanya dipakai oleh kami yang dapat dana, tapi siapa pun di Unair yang ingon memproduksi berbasis mickroorganism," kata peneliti kelahiran Pangkalpinang ini.
"Penelitian itu tidak pernah berhenti dan kita bisa mengembangkan, karena basic kita protein engineering. Jadi protein itu tidak hanya fokus pada yang kita kembangkan sejak awal, tapi bisa memperluas wawasan kita yang arahnya ke bidang health security," tambahnya.
Nyoman berharap, dengan hasil selesainya produksi 200 liter ini, banyak hal yang bisa dilakukan oleh Unair. Walaupun dari satu judul yang ia kembangkan, namun ke depannya bisa untuk macam-macam, selama memakai bioreactor, reaksi untuk organisme hidup. Karena bisa rekombinan bakteri, bisa untuk enzim, antibiotika, biosurfaktan, probiotik, dan protein rekombinan lainnya. Tentunya beberapa protein-protein yang sifatnya untuk produk halal, misalnya tripsin rekombinan.
"Tantangan yang belum dilakukan pilot, produksi skala besar 200-500 liter. Tantangan itu peluang untuk produk lain," ujarnya.
Berikutnya, ingin menjadi pusat unggulan Iptek. Diketakannya tim peneliti diberikan kesempatan dari Dikti untuk mengajukan pusat riset dan menjadi pusat unggulan. "Kalau pusat unggulan ada hal-hal unggul yang menonjol dibanding lain. Pusat unggulan kami sejak tahun 2020 dapat dana hibah dari Dikti, namanya pusat unggulan Iptek pusat riset rekayasa molekul hayati, atau bio-molecule engineering," katanya.
"Saya sekarang tidak bekerja sendiri, dulu riset individu sekarang sudah menjadi tim riset semua hasil adalah bersama. Awalnya pTP510 sekarang sudah tidak ada T.P lagi, tapi sekarang team work. Dari individual menjadi research group. Selanjutnya bersama research group lain menjadi research center yang berisi inter-, dan transdiscipline research, Hasil kami sekarang dari pusat unggulan kami, bukan lagi hasil si A dan B," tuturnya.
Selain itu, Nyoman juga aktif membuat jurnal internasional bereputasi. Ini mencakup 40 jurnal yang sudah diunggah dan masuk indeks Scopus. Tahun ini ada 6 paper yang telah di-upload.
"Kalau saya tahun ini ada 6 paper, tahun lalu 8 paper. Masih banyak draf tersimpan, ada submit 2 akhir tahun ini. Indeks Scopus ada 40, nonScopus banyak. Paten yang granted 2, masih substansi 1, register sekitar 11-12, H-index 10 yang di Scopus. Menurut saya masih harus ditingkatkan," pungkasnya.
(adv/adv)