Aktivitas berat seperti berolahraga dapat membuat otot terasa kaku. Namun apabila hal tersebut disertai dengan tremor sehingga tangan bergerak tanpa kontrol, bisa jadi tanda-tanda penyakit parkinson.
Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS, seorang dokter ahli bedah saraf di Siloam Hospitals Lippo Village menjelaskan parkinson merupakan penyakit degeneratif yang berdampak pada sistem saraf yang mengatur pergerakan tubuh. Parkinson banyak ditemukan pada lansia, mengingat risiko penyakit ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia.
dr. Made mengungkapkan umumnya penderita parkinson akan mengalami empat gejala khusus yang perlu diwaspadai, yaitu tremor atau gerakan tidak terkontrol, tangan dan kaki yang terasa kaku, serta timbul masalah keseimbangan sehingga mudah tersandung dan jatuh. Selain itu, pergerakan tubuh juga cenderung menjadi lambat.
"Dua dari empat gejala itu ada pada seseorang itu sudah bisa kita curigai 80 persen (penderita) parkinson. Kalau empat-empatnya terjadi udah pasti parkinson. Orang tua biasanya tremor, tapi kalau pergerakan tubuh tidak ada melambat, tidak ada kaku itu karena orang tua aja. Kalau parkinson ada tremor plus melambat atau kaku," terangnya.
Diungkapkan dr. Made, hingga kini belum diketahui penyebab penyakit parkinson. Namun, terdapat beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko penyakit ini. Misalnya jika seseorang terbentur di bagian kepala atau terkena stroke. Bisa juga karena terpapar oleh zat kimia seperti obat nyamuk dan pestisida.
"Biasanya kita bilang yang erat dengan faktor risiko (parkinson) itu keracunan obat nyamuk, obat serangga, pestisida di para petani. Itu kemungkinan kena parkinson lebih tinggi. Bukan berarti selalu semua petani yang pakai pestisida itu kena (parkinson)," tuturnya.
Meski banyak yang bilang parkinson termasuk penyakit langka, namun dr Made menyebut kondisi ini sebetulnya banyak dialami oleh masyarakat, baik di kota besar maupun di daerah.
"Persentasenya di Indonesia tidak ada data jelas, tapi dari Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia mungkin sudah sampai 700 ribu per tahun. itu jadi lumayan banyak sebenarnya. Tapi yang keliatan di kita seperti puncak gunung es, keliatan sedikit tapi ternyata banyak," tuturnya.
Lebih lanjut, dr. Made menjelaskan parkinson memiliki lima stadium. Masing-masing stadium memiliki gejala dan keparahan yang berbeda.
Pada stadium pertama, pasien mulai merasakan gejala seperti tremor dan kaku di salah satu sisi tubuh. Lalu stadium dua gejala mulai menyebar ke bagian tubuh yang lain, namun masih tergolong ringan.
Memasuki stadium 3, gejala yang dirasakan semakin berat dan parah. Kemudian stadium 4 pasien biasanya membutuhkan alat bantu dalam beraktivitas, baik menggunakan kursi roda, tongkat, atau alat bantu lainnya.
Sementara pasien dengan penyakit parkinson yang sudah memasuki stadium akhir atau stadium 5 sudah tidak bisa bergerak dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.
"Jadi ada 5 stadium dan itu bertahap. Tidak ada penyakit parkinson yang langsung mendadak stadium 5. Kita bisa tahu. Dia pelan-pelan," ungkapnya.
Untuk dapat melakukan diagnosis awal, dr. Made menyarankan agar melakukan pemeriksaan klinis dan berkonsultasi dengan dokter saraf atau dokter bedah saraf. Dia juga mengatakan terdapat pemeriksaan tambahan untuk mendeteksi penyakit lain yang mirip-mirip, di antaranya MRI kepala untuk mendeteksi tumor dan infeksi, serta DAT Scan.
dr. Made menyebutkan penyakit parkinson tidak bisa disembuhkan. Kendati demikian, ada serangkai metode pengobatan yang dapat mengendalikan dan memperbaiki gejala parkinson.
Pertama yaitu latihan fisik atau rehabilitasi seperti jalan, berenang. Kedua, obat minum yang harus ada unsur Levodopa. Apabila kedua pengobatan tadi tidak berhasil maka bisa dilakukan operasi Deep Brain Stimulation (DBS), yaitu pemasangan chip di dalam otak supaya sistem listrik sesuai dengan yang diharapkan.
"Kita lakukan operasi DBS yaitu: pada parkinson murni, bukan karena stroke atau kelainan. Kedua, sudah menderita parkinson lebih dari 3 tahun. Untuk stadium biasanya kita akan tawarkan di stadium 2, 3, atau 4 awal. Kalau stadium 5 kita tidak akan operasi karena sudah terlalu parah. Tidak mungkin dilakukan operasi," jelasnya.
Meski di tengah pandemi, dr. Made menyampaikan bedah otak parkinson atau DBS tetap aman dilakukan selama melakukan persiapan dan mengedepankan kehati-hatian. Pasien diharuskan untuk menjalani tes PCR Swab dalam waktu 2 hari, serta pastikan tidak ada tanda-tanda seperti demam, batuk, dan pilek. Tidak hanya pasien, lanjut dia, hal tersebut juga berlaku bagi keluarga.
![]() |
Untuk diketahui,Siloam Hospitals Lippo Village merupakan cabang Siloam pertama di Indonesia yang mendapat akreditasi dari Joint Commission International (JCI) empat kali berturut-turut.
Selama pandemi Corona, rumah sakit yang telah mendapat akreditasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ini telah melakukan 4 sampai 5 operasi DBS, sedangkan totalnya sudah mencapai 40-an kasus.
Berbeda dengan yang lain, pasien parkinson yang menjalani DBS di Siloam Hospitals Lippo Village tidak hanya ditangani oleh 1 dokter, melainkan banyak dokter, mulai dari dokter bedah saraf, dokter saraf, hingga dokter anestesi khusus. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi laman ini.
(adv/adv)