BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) mencatatkan hasil positif pada kinerja bidang investasi, kepesertaan dan pelayanan. Hingga akhir 2020, BPJAMSOSTEK mencatatkan hasil investasi sebesar Rp32,30 triliun, dengan Yield on Investment (YOI) yang didapat sebesar 7,38%. Dana dan hasil investasi tersebut mengalami pertumbuhan masing masing sebesar 12,59% dan 10,85% dibandingkan akhir 2019.
Direktur Utama BPJAMSOSTEK Agus Susanto mengutarakan investasi BPJAMSOSTEK dilaksanakan berdasarkan PP No. 99 tahun 2013 dan PP No. 55 tahun 2015, yang mengatur jenis instrumen-instrumen investasi yang diperbolehkan berikut dengan batasan-batasannya. Ada juga Peraturan OJK No. 1 tahun 2016 yang juga mengharuskan penempatan pada Surat Berharga Negara sebesar minimal 50%.
"Untuk alokasi dana investasi, BPJAMSOSTEK menempatkan sebesar 64% pada surat utang, 17% saham, 10% deposito, 8% reksadana, dan investasi langsung sebesar 1%," tuturnya dalam keterangan tertulis.
Selama masa pandemi, lanjutnya, pengelolaan dana investasi mendapatkan tantangan yang cukup berat, mengingat dampak pandemi COVID-19 dirasakan oleh seluruh bidang usaha di dalam negeri. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada awal tahun 2020 dibuka melemah, bahkan sempat terseok ke level 3900-an setelah ditetapkannya COVID-19 sebagai pandemi global.
"Kondisi pandemi termasuk pasar investasi global dan regional tentunya memiliki pengaruh pada hasil investasi yang diraih oleh industri jasa keuangan pada tahun 2020. Tapi kami telah mengalihkan mayoritas portofolio pada instrumen fixed income hingga mencapai 74% dari total portofolio, sehingga tidak berpengaruh langsung dengan fluktuasi IHSG," ujarnya.
Agus mencontohkan pada investasi saham, mayoritas penempatan atau 98% penempatan dana dilakukan pada saham kategori Blue Chip atau LQ45. Meski demikian, penempatan pada saham non-LQ45 juga tetap dilakukan dengan menerapkan protokol investasi yang ketat. Jumlah saham non-LQ45 tersebut hanya sekitar 2% besarannya dari total portofolio saham BPJAMSOSTEK.
"Untuk saham, BPJAMSOSTEK hanya berinvestasi pada emiten BUMN, emiten dengan saham yang mudah diperjualbelikan, berkapitalisasi besar, memiliki likuiditas yang baik dan memberikan deviden secara periodik. Tentunya faktor analisa fundamental dan review risiko menjadi pertimbangan utama dalam melakukan seleksi emiten. Jadi, tidak ada investasi pada saham-saham gorengan," tegasnya.
Dirinya menambahkan untuk lebih memaksimalkan hasil kelolaan investasi, BPJAMSOSTEK juga mengurangi broker fee atau biaya transaksi penempatan dana dengan manajer investasi.
Sementara untuk penerimaan iuran (unaudited) dari peserta BPJAMSOSTEK tercatat sebesar Rp 73,31 triliun sepanjang 2020. Hasil itu berhasil diperoleh kendati terdapat implementasi PP 49 tahun 2020 tentang relaksasi iuran Program JKK, JK sebesar 99% dan penangguhan Program JP sebesar 99%. Jika ditambah dana hasil investasi maka ada peningkatan dana kelolaan mencapai Rp 486,38 triliun pada akhir Desember 2020.
Agus juga menjelaskan dengan kinerja pengelolaan dana di atas, sebagai Badan Hukum Publik yang bersifat nirlaba, seluruh hasil pengelolaan dana dikembalikan kepada peserta. Sehingga BPJAMSOSTEK dapat memberikan hasil pengembangan Jaminan Hari Tua (JHT) kepada pesertanya mencapai 5,63% p.a yang tentunya selalu di atas rata-rata bunga deposito bank pemerintah yang pada 2020 ini sebesar 3,87%.
Jika ditilik dari 2016 hingga 2020, dana kelolaan BPJAMSOSTEK dapat tumbuh mencapai 2 kali lipat dengan CAGR sebesar 18,74%, hingga mencapai Rp 486,38 triliun. Padahal sejak 1977 hingga 2015, dana kelolaan BPJAMSOSTEK berada pada angka Rp 206,58 triliun. Hal ini jelas membuktikan kinerja BPJAMSOSTEK dalam meningkatkan kepesertaan dan mengelola dana investasi sangat baik dengan peningkatan signifikan dari dana kelolaan yang diperoleh.
Peningkatan dana kelolaan investasinya ini juga tentunya tidak lepas dari protokol penempatan dana yang dimiliki BPJAMSOSTEK yang sangat ketat. Jika dilihat dari aturan yang dimiliki, sangat kecil kemungkinan penempatan dana investasi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.
Contohnya pada aturan penempatan dana, kapitalisasi pasar dari emiten yang dituju minimal Rp 3 triliun. Contoh lainnya seperti rerata nilai transaksi saham yang akan dibeli minimal Rp 20 miliar. Protokol ketat dalam mengatur penempatan dana investasi ini yang menjadi rahasia BPJAMSOSTEK agar tetap mendapatkan hasil investasi yang selalu meningkat, untuk kepentingan seluruh peserta BPJAMSOSTEK.
Meski demikian, dirinya mengaku lonjakan klaim JHT imbas dari PHK tidak bisa dihindari, yaitu sebesar 15,22% atau sebanyak 2,2 juta pengajuan klaim JHT pada tahun 2019 dengan nominal yang juga melonjak 24,25% atau sebesar Rp26,64 Triliun.
Sepanjang tahun 2020, pembayaran klaim atau jaminan yang dikucurkan BPJAMSOSTEK mengalami peningkatan sebesar 20,01% atau mencapai Rp 36,5 triliun. Dengan perincian klaim sebagai berikut.
- Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai Rp 33,1 triliun untuk 2,5 juta kasus.
- Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 34,7 ribu kasus dengan nominal sebesar Rp 1,35 triliun.
- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 221,7 ribu kasus dengan nominal sebesar Rp 1,55 triliun.
- Jaminan Pensiun (JP) sebanyak 97,5 ribu kasus dengan nominal sebesar Rp 489,47 miliar.
"Tentunya kami akan selalu optimis dengan tetap waspada terhadap tantangan-tantangan yang mungkin akan muncul di depan, seperti dengan mewujudkan transformasi digital berkelanjutan. Tahun 2021 ini harus bisa dijadikan titik balik pulihnya perekonomian Indonesia setelah didera pandemi. BPJAMSOSTEK siap mendukung upaya ini agar perlindungan menyeluruh pekerja Indonesia dapat segera terwujud," pungkasnya.
(adv/adv)