Sampai saat ini masih banyak yang belum memahami perbedaan antara Dana Haji dan Dana Abadi Umat. Sebagian masyarakat masih beranggapan keduanya merujuk pada kumpulan dana (pool of fund) yang sama dan peruntukan yang tidak berbeda pula.
Deputi Bidang Pengembangan dan Kemaslahatan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Hari Prasetya, mengatakan Dana Haji berbeda dengan Dana Abadi Umat.
"Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Dana Haji didefinisikan sebagai dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan ibadah haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam," ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Sedangkan Dana Abadi Umat (DAU) adalah sejumlah dana yang sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 diperoleh dari hasil pengembangan DAU dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji, serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nilai manfaat atau hasil pengembangan DAU digunakan sebagai sumber pendanaan dalam kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam. Dalam upaya menjaga keberlangsungannya, pokok DAU ditempatkan dan/atau diinvestasikan pada instrumen yang memiliki tingkat atau profil risiko yang rendah.
![]() Pembangunan sekolah darurat untuk warga terdampak bencana di Palu Sulsel (Foto: dok. BPKH) |
Selanjutnya dalam UU yang sama diatur bahwa DAU merupakan bagian dari Dana Haji yang diamanahkan pengelolaannya kepada BPKH. Aset haji termasuk DAU mulai diserahkan pengelolaannya oleh Kementerian Agama kepada BPKH pada 2018.
"Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, DAU pada dasarnya berasal dari hasil efisiensi atau penghematan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Nilai manfaat atau hasil pengembangan DAU digunakan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan kemaslahatan umat Islam," tegasnya.
"Kegiatan kemaslahatan itu antara lain, pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi umat, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah," imbuhnya.
Proposal kegiatan kemaslahatan dapat disampaikan oleh pihak internal atau pihak eksternal. Pihak internal hanya berfungsi sebagai pengantar atau penghubung dalam penyampaian proposal tersebut. Sedangkan pihak eksternal yang dapat mengajukan proposal meliputi mitra kemaslahatan atau penerima manfaat.
Mitra kemaslahatan merupakan institusi yang telah memenuhi persyaratan tertentu dan ditetapkan BPKH sebagai mitra kemaslahatan antara lain, DT Peduli, Rumah Zakat, Baznas, LazisMu, LazisNU, Dompet Dhuafa, dan SoloPeduli. Sedangkan penerima manfaat adalah institusi atau individu yang menjadi penerima manfaat secara langsung dari program kemaslahatan.
"Penyaluran dana kemaslahatan dapat dilakukan dalam bentuk tunai (cash) atau natura (inkind) dengan beberapa alternatif akad antara lain hibah, wakaf, atau pinjaman kebaikan (qordul hasan)," terangnya.
Sepanjang 2019, BPKH telah menyalurkan dana kemaslahatan sekitar Rp 156 miliar dari 81 proposal yang disetujui. Penyaluran dana kemaslahatan tersebut memiliki banyak variasi peruntukan antara lain, peringatan hari besar keagamaan, pembelian sound system musala, perbaikan tempat wudhu, pembangunan masjid, sekolah, dan rumah sakit, pengadaan mobil ambulans, akomodasi jamaah haji lanjut usia di Arab Saudi, sampai pembangunan kampung BPKH untuk para penyintas bencana alam di Palu, Sigi, dan Donggala.
![]() |
"Program kemaslahatan BPKH sering dipandang serupa dengan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh perusahaan swasta maupun BUMN. Pelaksanaan CSR perusahaan lebih didorong oleh kewajiban perundang-undangan, sedangkan program kemaslahatan yang sumber dananya dari nilai manfaat DAU pelaksanaannya lebih diilhami oleh maqashid syariah, yakni Hifdzu din, melindungi keimanan dan keagamaan umat Islam; Hifdzu nafs, melindungi jiwa dan kehidupan kemanusiaan; Hifdzu aql, melindungi dan mengembangkan akal dan pikiran; Hifdzu mal, melindungi harta dan hak kepemilikan; serta Hifdzu nasab, melindungi keturunan dan kekerabatan," urainya.
BPKH merupakan badan yang mengelola dua kumpulan dana. Pertama berasal dari setoran awal jamaah yang akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji dan kedua berupa DAU yang nilai manfaatnya digunakan untuk kemaslahatan umat.
Mengingat hal itu, dalam rangka menghindari salah persepsi di masyarakat perlu dipertimbangkan agar BPKH dapat menggunakan tanda pengenal atau simbol yang berbeda dalam bentuk logo atau identitas lainnya dalam pelaksanaan program kemaslahatan.
"Dalam rangka meningkatkan tata kelola program kemaslahatan, selain perlu melengkapi dengan kebijakan, pedoman, dan prosedur, juga akan memanfaatkan aplikasi dan sistem informasi, serta mendayagunakan mitra kemaslahatan dalam membantu pengajuan proposal, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan dan pertanggungjawaban kegiatan," pungkasnya.
(adv/adv)