Tinggal di negara yang memiliki iklim tropis, membuat masyarakat Indonesia lebih rawan terkena katarak. Ini disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara yang nontropis.
Dewan Penasehat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Nila F. Moeloek menuturkan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kacamata hitam, gaya hidup serta pencemaran makanan ikut mempengaruhi peningkatan jumlah penderita katarak di Indonesia.
"Kenapa di negara kita cukup tinggi kataraknya? Karena (Indonesia negara) tropis sehingga ultraviolet tinggi, jarang pakai kacamata hitam, gaya hidup, makan kita tidak baik kemudian pencemaran dari makanan," ujarnya di sela-sela acara seremoni Operasi Katarak Gratis Sido Muncul di RSUD Al-Ihsan, Kabupaten Bandung, Rabu (18/12/2019).
"Katarak itu kalau dihitung 0,1% jumlah penduduk, atau sudah 240.000 penderita perhitungannya per tahun. Kami (dokter mata) tidak bisa semuanya mengoperasi. Jadi ada backlog, sisa-sisa tahun lalu diperkirakan total ada 2 jutaan orang buta karena katarak," tuturnya.
Kerja sama dengan korporasi melalui donasi ini pun diapresiasi oleh Nila. Seperti yang dilakukan oleh PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (Sido Muncul). Menurut Nila, komitmen Sido Muncul sejak 2011 terhadap pengurangan katarak mampu memberikan kontribusi yang besar.
"Jadi Sido Muncul lakukan ini selama 2011 untuk 53.000 orang. Kalau operasi sendiri, mereka bisa bayar Rp 10 juta dikalikan sudah Rp 530 miliar, artinya sudah setengah triliun itu baru (bantuan) dari Sido Muncul. Belum perusahaan-perusahaan atau donasi lainnya," katanya.
![]() |
Sementara itu, Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan selama 2019 pihaknya telah menggelar puluhan operasi katarak gratis di berbagai daerah di Indonesia. Menutup tahun ini, Sido Muncul mengadakan operasi katarak gratis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung. Ada sebanyak 116 orang yang berhasil lolos proses screening dan dioperasi pada Rabu (18/12/2019).
"Dari 352 orang yang terdaftar ada 116 orang yang berhasil melewati proses screening dan siap dioperasi. Targetnya ada 100 orang. Ini capaian yang luar biasa (melebihi), karena biasanya susah (cari pasien katarak yang mau dioperasi)," tuturnya.
Irwan menerangkan ada beragam kendala yang biasanya ditemui saat menjaring pasien katarak. Ada yang takut dioperasi, bisa juga karena alasan eksternal lain seperti gula darah, tensi darah atau kondisi kataraknya yang belum mature.
Salah seorang pasien asal Ciparay, Lisdiawati (65), menuturkan ia sudah menderita katarak sejak satu tahun lalu. Penglihatannya mulai terganggu tepatnya usai Idul Fitri 2018. Ia yang sehari-hari berjualan kelontong dan goreng-gorengan di rumah tiba-tiba saja kabur penglihatannya.
Tepatnya satu bulan lalu, Lisdiawati pun harus berhenti berjualan lantaran sakit kataraknya membuat dia sering keliru membedakan nominal mata uang.
Padahal, ia berjualan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan sampai membayar listrik dan lain-lain. Selama warungnya ditutup, Lisdiawati mendapatkan bantuan dari anak-anaknya untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
"Jadi saya kalau jualan suka keliru mau ngasih kembalian. Nggak kelihatan itu pecahan uangnya (nominal)," tuturnya kepada detikcom.
![]() |
Lantas ia pun langsung berobat ke RSUD Al-Ihsan dan divonis terkena katarak. Ia juga sempat bertanya tentang biaya operasi yang harus ditebus jika ingin mengobati kataraknya.
"Tetangga ada yang sudah operasi Rp 12 juta. Ya saya kan juga mikir-mikir uang dari mana," kata ibu empat anak ini.
"Alhamdulillah ada orang Puskesmas kasih tahu tentang operasi katarak gratis ini. Walaupun antre banyak, tetapi tidak apa-apa lah. Yang penting mah sembuh lah," ujarnya.
Ia pun berterima kasih kepada seluruh pihak yang menginisiasi bantuan ini. Rencananya, usai pemulihan pasca operasi, Lisdiawati akan kembali berjualan lagi untuk mencari uang tambahan.
"Saya berterima kasih sekali. Pokoknya mah saya ingin bisa melihat lagi, bisa jualan lagi," pungkasnya.