Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji menanggapi soal kewajiban pembelian seragam sekolah bagi peserta didik di Surabaya. Menurutnya, hal ini memberatkan siswa dan evaluasi bagi komisi A agar tidak terjadi maladministrasi.
Kasus ini bermula dari sebuah surat edaran tertanggal 8 Juli 2019 terkait pembelian seragam sekolah peserta didik baru. Surat tersebut berisi imbauan untuk membeli seragam di sekolah yang dinilai memaksakan kepada siswa.
"Awalnya tidak ada surat edaran dari Dinas Pendidikan (Dispendik). Jadi setelah media ramai berita tentang sekolah mengharuskan beli seragam di sana ketika siswa masuk. Nah yang dipermasalahkan siswa itu mereka keberatan," ucap Armuji.
"Inti persoalannya seperti itu. Bukan masalah miskin dan tidak miskin, tapi warga yang diterima secara umum tidak melalui mitra ikut jadi masalah," kata Armuji.
Sebelumnya, hasil temuan Ombudsman sendiri telah memberikan klarifikasi bahwa modus ini merupakan bentuk pelanggaran. Namun, lanjut Armuji, pihak sekolah tidak menghiraukan imbauan Depdiknas. Armuji bahkan mengatakan bahwa Dispendik Kota Surabaya cukup lambat bergerak dan harus menjadi evaluasi bagi Komisi A.
"Sudah ada yang ketahuan, sekolah mana saja dan tindakan apa yang dilakukan. Surat edaran Dispendik baru keluar ketika persoalan sudah muncul. Sisi bagusnya, sekolah dilarang mewajibkan. Ini juga menjadi evaluasi Komisi A yang membidangi tata kelola pemerintahan, sekolah dan institusi publik, jangan ada maladministrasi," pungkasnya.
Sementara itu anggota Komisi A Lidia mengatakan bahwa pihaknya telah berupaya mendorong Dispendik agar teliti dalam pendataan siswa. Menurutnya, banyak siswa dari kalangan tidak mampu tidak menjadi mitra sehingga diwajibkan membeli seragam.
"Banyak anak miskin yang tidak masuk mitra sehingga mereka disuruh beli seragam. Dispendik harus ada pendataan sedangkan sekolah ada izin koperasi, maka mereka memang menjual. Kalau dilarang malah tidak bisa namun harus di bawah harga pasar jangan lebih mahal, tidak boleh," ucapnya.
Adapun Koordinator Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Soeharto menjelaskan bahwa dana personal dengan dana operasional sekolah berbeda. Operasional sekolah masuk dalam RAPPS yaitu menggunakan dana dari BOS maupun BOSDA. Sementara dana personal diperuntukkan bagi siswa itu sendiri yang dibiayai oleh wali murid tetapi sifatnya tidak wajib.
"Personal tidak wajib dan boleh membeli di luar sedangkan untuk jalur mitra warga gratis," terang Soeharto. (adv/adv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini