Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dinilai sebagai Badan Publik Pemerintah Provinsi Kualifikasi Informatif dengan nilai terbaik, yakni 96,95. Penghargaan tersebut diberikan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla kepada Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP.
Penyerahan penghargaan dilaksanakan pada acara Penganugerahan Keterbukaan Informasi Badan Publik, di Istana Wakil Presiden, Senin (5/11).
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyampaikan bahwa ada 3 hal yang terjadi dalam 20 tahun setelah reformasi. Negara yang sebelumnya sedikit otoriter manjadi sangat demokratis, dari strukturalistik menjadi otonomi, dan pers yang semula dikotomi menjadi bebas.
Melihat kondisi tersebut, ia menyambut baik Komisi Informasi Pusat yang memberikan penghargaan kepada lembaga instansi kementerian dan daerah. Sebab lembaga dan instansi tersebut memberikan informasi yang baik bagi masyarakat dalam keseharian.
"Mengapa kita butuh informasi yang terbuka? Pertama, sistem negeri ini yang demokrasi dan menuntut akuntabilitas. Tanpa akuntabilitas, kita tidak bisa menjalankan demokrasi yang baik dan juga sistem pemerintahan yang futuristik. Kedua, memudahkan kita mengadakan pengawasan karena suatu keterbukaan tanpa pengawasan akan sulit. Karenanya, keterbukaan informasi sangat penting," bebernya dalam keterangan tertulis.
Wapres juga mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya merupakan negara dengan pengawas terbanyak. Masing-masing instansi pemerintah memiliki irjen atau inspektur. Ada pula pengawas dari KPK, BPK, BPKP, kepolisian, dan sebagainya yang semuanya ikut memeriksa. Namun keterbukaan tetap diperlukan untuk mempermudah pengawasan, termasuk dalam meningkatkan partisipasi publik.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi penghargaan yang diberikan. Ia menambahkan sejak awal kepemimpinannya, pihaknya sudah menekankan kemajuan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk membuka informasi. Responsnya pun positif. Seluruh SKPD memiliki keikhlasan dan cara berpikir yang terbuka hingga akhirnya saat ini jajarannya terbiasa transparan.
"Hak masyarakat untuk bisa tahu informasi yang ada di kami. Tidak ada yang kami tutupi, karena sebenarnya kalau pikiran bersih, hatinya bersih, kemauan melayaninya juga tinggi. Semua akses yang ada di pemerintah boleh dibaca dengan batasan ketentuan perundang-undangan. Cara berpikir ini yang kemudian saya dorong ke teman-teman yang di provinsi dan ini kita pantau," terangnya.
Ia melanjutkan bahwa uji coba dilakukan dengan membuka complain handling melalui gawai. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, ketika masyarakat mengadu akan dijawab oleh SKPD terkait. Kegiatan itu semakin mendorong tidak adanya informasi yang disembunyikan.
"Maka cara-cara yang gampang, membuka birokrasi baru dan sebagainya, yang paling mudah untuk membuka informasi publik," ujar Ganjar.
Nantinya, mantan anggota DPR RI ini akan mendorong pemerintah kabupaten/ kota untuk melakukan hal yang sama dengan spirit Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi. Pihak yang telah melakukan hal serupa dengan sangat baik bisa menjadi benchmark.
"Bareng-bareng kita tularkan, termasuk informasi yang kita buka ini. Yang belum ada politik anggaran di tingkat APBD kita dorong. Atau tiap SKPD diasistensi oleh Diskominfo Provinsi, bagaimana dalam penggunaan anggaran agar sistem informasi publiknya dibuka, dan kalau sudah terbiasa itu akan sangat baik," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana menambahkan tahun ini pihaknya telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap 460 badan publik. Indikator penilaian meliputi pengembangan website yang terkait dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), serta pengumuman informasi publik yang dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh masyarakat.
Ada pula indikator pelayanan informasi publik dan penyediaan informasi publik yang dinilai melalui kuesioner. Selanjutnya, dilakukan tahap presentasi badan publik untuk menilai komitmen, koordinasi, dan inovasi dalam implementasi keterbukaan informasi publik.
"Tingkat partisipasi badan publik yang dilihat dari pengembalian kuesioner pada tahun ini mengalami kenaikan. Dari 460 badan publik, yang mengembalikan kuesioner sebanyak 289 badan publik atau 62,83 persen," ungkap Gede.
Pada kesempatan tersebut, ia juga melaporkan kepada Wapres adanya tiga pemerintah provinsi yang belum membentuk Komisi Informasi Provinsi, yakni Papua Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Ia lantas berharap perhatian dari Wapres untuk mendorong terbentuknya lembaga tersebut. (adv/adv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini