Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) saat ini mengupayakan pemenuhan hak pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) atau disabilitas. Plt. Deputi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Dharmaputra yang diwakili Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Marwan Syaukani mengatakan banyaknya anak down syndrome yang tidak sekolah harus menjadi perhatian semua pihak.
Saai ini, masih banyak anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas yang ditolak di sekolah umum maupun sekolah inklusi. Faktor utamanya karena masih banyak tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang belum ramah anak, guru pendamping yang kurang, pembiayaan yang mahal untuk penyediaan guru pendamping, serta anak penyandang disabilitas masih rentan mendapat bully dan lainnya.
Menurut Marwan, ABK merupakan sosok yang spesial. Di balik kelemahan fisiknya, mereka memiliki kelebihan yang luar biasa namun sering menerima dampak dari kondisi sosial budaya dan kebijakan yang belum ramah itu, seperti diskriminasi kebijakan, diskriminasi perlakuan masyarakat, deharmonisasi keluarga, bullying, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya.
1. Mendukung terwujudnya 'Pendidikan Inklusi' yang sebenarnya di dalam setiap jenjang pendidikan.
2. Mendukung segala upaya menuju 'Masyarakat Inklusi' di setiap tingkat kewilayahan.
3. Mewujudkan 'Generasi Emas' Indonesia melalui kebijakan dan strategi yang ramah disabilitas.
4. Mewujudkan anak dan remaja berkebutuhan khusus yang mandiri dan memiliki daya saing melalaui pendidikan transisi.
5. Mewujudkan kelembagaan pendidikan transisi sebagai bagian dari upaya menuju masyarakat Inklusi.
"Inilah kenapa kita harus memperhatikan teman-teman disabilitas ini bahwa mereka juga mempunyai hak. Saat ini concern pemeritah adalah bagaimana ketika keluarganya sudah tiada. Pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat termasuk LSM harus bekerja sama supaya mendorong mereka mandiri," jelas Marwan dalam keterangannya, Kamis (27/09/2018).
Dia memaparkan saat ini perhatian kita masih rendah terhadap disabilitas. Menurut data yang dihimpun pada 2016, sebesar 12,5 % anak down syndrome tidak sekolah, 10,8% dari total tersebut masih bisa dididik namun 1,7% nya tidak bisa. Salah satu langkah pemerintah saat ini adalah dengan melatih keluarga agar turut melatih anak-anak yang terkena down syndrome.
Sebagai informasi, ABK sudah dilindungi UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun 2014, UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Prinsip SDG's no one will be left behind dan ini merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemda.
Dijelaskan juga oleh Marwan bahwa masyarakat inklusi merupakan masyarakat yang tidak membeda-bedakan pembangunannya. Serta mampu menerima berbagai bentuk keberagaman, keberbedaan dan menunjang ABK menjadi masyarakat yang mandiri.
Marwan menuturkan yang diharapakan bukan program-program disabilitas itu hanya charity, selebihnya masyarakat harus mengubah pola pikir bahwa itu merupakan hak ABK untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan segala kebutuhan yang dibutuhkan. Lebih dari itu, semua masyarakat harus dapat menunjang mereka supaya mandiri.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Layanan Autis (PLA) Hasto Daryanto menjelaskan bahwa PLA yang diresmikan Wali Kota Surakarta F.X Hadi Rudyatmo pada (17/09/2014) dengan gedung dan alat terapis yang didukung oleh Kemendikbud itu mendukung layanan untuk ABK. Sasaran utamanya adalah penyandang autisme yang merupakan warga kurang mampu dengan anak berusia 1,5 tahun - 18 tahun.
Perwakilan dari Dirjen Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar dan Menengah Baharuddin mengatakan pada 2018 sudah terdapat program pembinaan dengan melakukan berbagai sosisalisi dan memberikan bantuan langsung pada sekolah-sekolah inklusi dan diharapkan dapat melakukan pelatihan kepada guru-guru non ABK agar nantinya memiliki ilmu tentang pemberian pelayanan pendidikan pada ABK di sekolah regular.
![]() |
Kegiatan dalam rakor tersebut ditutup dengan kunjungan ke PLA Surakarta. Hadir pula beberapa perwakilan dari Kemendag, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Ketenagakerjaan.
Untuk mengetahui informasi seputar Kemenko PMK, bisa mengunjungi websitenya di sini.