Mengenal Lebih Dalam Fase Third Wave Coffee

Mengenal Lebih Dalam Fase Third Wave Coffee

advertorial - detikNews
Senin, 27 Nov 2017 00:00 WIB
Ilustrasi foto: Shutterstock
Jakarta - Dahulu kopi dikenal sebagai minuman kaum pria dan bapak-bapak. Uniknya, kopi mendadak dikonsumsi oleh semua kalangan bahkan sampai ke usia remaja.

Kafe pun dipilih menjadi tempat minum kopi terbaik, bahkan dijadikan minuman wajib untuk membahas pekerjaan, peluang bisnis, maupun sekadar menghabiskan waktu bersama orang terdekat. Dalam perjalanannya, minuman kopi telah melewati fase 'First Wave Coffee', 'Second Wave Coffee', hingga 'Third Wafe Coffee'. Masih asing dengan fase-fase tersebut? Yuk simak penjelasannya di sini.

First Wave Coffee merupakan fase 'kopi untuk dikonsumsi'. Fase ini telah dimulai sebelum tahun 1960 oleh merek kopi instan seperti, Nestle, Maxwell, dan Folgers. Para produsen kopi telah menemukan cara untuk mengemas kopi dengan lebih baik sehingga konsumen mendapatkan bubuk kopi berkualitas dan mereka dapat menikmatinya di rumah atau kantor. Di periode ini muncul beberapa pelopor brand kopi di Indonesia seperti, Kopi Kapal Api (1927) dan Kopi Brontoseno (1956) dari Jawa Timur, serta Kopi Kupu-Kupu Bola Dunia (1935) dari Bali.

Tak sampai satu dekade, kemudian muncul fase Second Wave Coffee yang dipelopori oleh Starbucks dengan sajian kopi lebih berkualitas, serta penyajian kopi esspreso yang makin diterima oleh penikmat kopi. Sekadar informasi, Second Wave Coffee merupakan fase yang identik dengan 'kopi untuk dinikmati'. Karena fase Second Wave Coffee inilah, bisnis coffee shop kian bermunculan. Budaya minum kopi di Indonesia pun mulai berpindah dari rumah atau kantor ke coffee shop. Fase ini sekaligus menandai bahwa 'coffee business is a sunrise business'.

Kedai-kedai waralaba internasional ini turut memiliki andil dalam mengubah taste dan coffee preference konsumen Indonesia. Sebelumnya, masyarakat Indonesia didominasi oleh kopi tubruk dan kopi instan. Ketika berada di fase Second Wave Coffee, munculah genre baru dalam meminum kopi, seperti frappucino, espresso, dan americano yang dalam waktu singkat memenangkan hati penikmat kopi di Indonesia. Ukuran gelas yang meliputi Grande, Tall, dan Venti yang sebelumnya tidak dikenal, kini mulai terbiasa di kalangan pengunjung coffee shop.

Kopi makin bersinar ketika memasuki fase Third Wave Coffee sejak 1990an. Para peminum kopi tidak lagi hanya ingin menikmati, tetapi juga ingin tahu lebih banyak tentang perjalanan kopi sejak dipanen hingga tersaji. Penikmat kopi paham bila secangkir kopi mengandung 'cultural experience' yang panjang. Selalu ada cerita penuh kasih dari tangan-tangan yang telah menanam, memanen, menyangrai, hingga carabarista mengeksplorasi keunikan karakter kopi. Inilah fase 'kopi untuk diapresiasi'. Di fase ini sekaligus muncul istilah 'SingleOrigin'.
Mengenal Lebih Dalam Fase Third Wave CoffeeIlustrasi foto: Shutterstock

Single Origin merujuk pada kopi yang memiliki identitas unik berdasarkan daerah ataupun kebun. Hal ini agar kopi bisa dikenali secara lebih spesifik dan bisa ditelusuri jejaknya. Indonesia sendiri memiliki cukup banyak Single Origin yang mendunia, beberapa yang sudah mendapatkan sertifikat indikasi geografis antara lain Sumatra Mandailing, kopi Luwak yang berkelas premium, Bali Kintamani, Kopi Toraja, Flores Manggarai, Aceh Gayo, dan masih banyak lagi.

Saat berbicara Third Wave Coffee, tentu tidak bisa terlepas dari 'Specialty Coffee' yang belakangan naik daun dan makin memantapkan posisinya sebagai kopi pilihan untuk dinikmati dan diapreasiasi.

Menariknya, tidak mudah untuk mendapatkan predikat Specialty Coffee dari kopi yang dihasilkan petani, banyak faktor yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh mulai dari penanaman, panen, proses pasca panen, hingga roasting. Semua hal itu harus sangat diperhatikan agar mampu melalui serangkaian uji kualitas sesuai standar yang telah ditetapkan.

Peran roasters pun menjadi sangat penting di fase Third Wave Coffee ini. Roasters memiliki kebebasan dalam memproses biji kopi dan mengeluarkan seluruh sisi baik kehangatan dan eksotisme biji kopi. Ketika roaster menaruh biji kopi di mesin roasting, saat itulah ia memulai perjalanan pribadinya menyajikan biji kopi terbaik untuk para barista dan brewers.

Selanjutnya, ada ritual dan sensualitas yang membuat kopi tersaji sangat personal dalam bagian akhir dari rangkaian coffee culture ini. Di tahap ini, barista bertanggung jawab mengeluarkan semua sisi kopi yang terbaik, agar seluruh karakter dan cita rasa kopi seperti tekstur, aroma dan rasa alami dalam secangkir kopi dapat tersaji untuk memberikan after taste yang menyenangkan dan mengajak penikmat kopi menuntaskan tegukan demi tegukan.

Coffee shop besar dan kecil pun semakin menjamur seiring dengan meningkatnya daya beli dan apresiasi penikmat kopi terhadap Specialty Coffee. Penikmat kopi memang perlu membayar lebih mahal jika ingin menikmati Specialty Coffee. Namun percayalah, harga yang dibayar sungguh sepadan dengan coffee experience yang dilalui.

Tren Specialty Coffee pun disikapi pebisnis kopi Indonesia dengan melakukan kerja sama yang makin baik dan dekat dengan para petani. Komunikasi yang baik dijalin untuk memastikan ke dua belah pihak bisa mewujudkan impiannya.

Petani merasa dihargai atas jerih payahnya membudidayakan biji kopi spesial dan pebisnis dapat membangun coffee culture yang penuh dengan saling menghormati peran masing-masing.

Anda penggemar Specialty Coffee atau ingin mengenal eksotisme kopi single origin Indonesia maupun manca negara? Anda bisa mengunjungi situs UbruKopi untuk melihat berbagai jenis kopi biji, bubuk dan peralatan seduh manual. Cari tahu informasinya di sini. (adv/adv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.