Sri Mulyani Ingin Indonesia Eximbank Bantu Ekspor UKM Tembus ke Afrika

Sri Mulyani Ingin Indonesia Eximbank Bantu Ekspor UKM Tembus ke Afrika

advertorial - detikNews
Minggu, 29 Okt 2017 00:00 WIB
Sri Mulyani Ingin Indonesia Eximbank Bantu Ekspor UKM Tembus ke Afrika
Semarang -

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank terus menggenjot pembiayaan untuk segmen Usaha Kecil dan Menengah Ekspor (UKME). Targetnya, hingga akhir tahun nanti, lembaga ini bisa menyalurkan kredit khusus usaha mikro ekspor itu sebesar Rp 14,8 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengharapkan Indonesia Eximbank bisa mengarahkan lebih banyak eksportir-eksportir UKM yang bisa menyasar pasar-pasar gemuk, namun selama ini belum tergarap maksimal atau yang biasa disebut pasar negara non tradisional, Benua Afrika salah satunya.

"Penduduk dunia pada tahun 2045 akan menjadi 9 miliar. Dari jumlah itu, 2 miliar ada di Afrika yang anda sebut sebagai negara non tradisional. Kita contohnya bangga banyak permintaan sarung di Afrika," kata Sri Mulyani saat peringatan Sewindu Indonesia Eximbank di Aston Hotel, Semarang, Sabtu (28/10/2017).

Menurut dia, perlu bagi lembaga keuangan yang dimiliki pemerintah seperti Indonesia Eximbank, bisa mendorong lebih besar peran UKM di perdagangan luar negeri. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bahkan berharap porsi kredit LPEI untuk UKM bisa ditingkatkan menjadi 25%.

"Saya enggak menargetkan pertumbuhan berapa. Tapi porsi yang sekarang bisa dinaikkan dari sekarang 12% menjadi 20%, kalau bisa 25%. Bisa dengan temukan UKM yang sudah dibina Pemda atau instansi lain. Enggak perlu cari yang baru, tapi bisa meningkatkan dari UKM yang selama ini sudah mendapatkan bantuan dari instansi," ujar Sri Mulyani.

Sementara itu, Direktur Pelaksana II Indonesia Eximbank, Indra Wijaya Supriadi, menjelaskan dari target penyaluran kredit ke UMKE itu, saat ini sudah terealisasi Rp 12 triliun. Tahun 2016 lalu, kredit untuk UKME bisa terealisasi Rp 10,5 triliun.

"Pembiayaan UKM hingga akhir tahun nanti targetnya Rp 14,8 triliun. Posisi terakhir di September 2017 adalah Rp 12 triliun, jadi memang dalam dua bulan ini kejar ketertinggalan Rp 2,8 triliun," terang Indra.

Diungkapkannya, risiko yang tinggi bagi pelaku usaha seperti UKM, apalagi untuk memasuki pasar ekspor ke negara-negara non tradisional, membuat mereka sulit mengakses modal lantaran kurang dilirik perbankan umumnya. Di sinilah peran Eximbank menjembatani kebutuhan eksportir dari sisi finansial.

Negara-negara tujuan ekspor non tradisional sendiri merujuk pada negara-negara dengan potensi ekonomi besar, namun belum banyak digarap pelaku eksportir Indonesia seperti Afrika Barat, Amerika Selatan, Asia Tengah, dan Asia Tengah.

"Beberapa nasabah coba masuk ke pasar baru ke negara-negara non tradisional. Ini tergolong risiko tinggi. Kita coba beberapa potensi pasar yang masuk seperti Asia Selatan dan Afrika. Kita harap ini bisa menutup gap (kekurangan pembiayaan di 2017) Rp 2,8 triliun. Tahun depan, trennya sama, ada diversifikasi pasar non tradisional," kata Indra.

Lanjut dia, selama ini UKM kesulitan masuk ke pasar ekspor tak hanya karena masalah permodalan. Namun melebar pada hambatan lainnya seperti perizinan hingga hambatan non tarif di negara tujuan.

"Masalah itu bukan hanya pembiayaan atau akses ke modal, tapi mereka juga mengalami problem multidimensi seperti perizinan, larangan-larangan, dan kendala lain terkait di lapangan," ujar Indra.

Kondisi ini pula yang disiasati LPEI dengan mengeksekusi sejumlah program bantuan untuk UKME seperti FORSA (Forum Bersama Satu Atap). Layanan informasi berbasis web tersebut mempertemukan dapat pelaku UKME hingga regulator dari sejumlah kementerian lembaga terkait ekspor-impor.

Di luar itu, pihaknya membentuk jasa konsultasi yakni CPNE (Coaching Program for New Exporter). Dimana Indonesia Eximbank setiap tahun menyaring pelaku usaha UKME yang berorientasi ekspor. Tercatat sejak tahun 2015, ada 13 pelaku UKM yang bisa naik kelas lantaran menjadi eksportir baru.

"Jadi saya tegaskan, kami salurkan pembiayaan bukan hanya mengejar size saja, tapi yang mendayagunakan. Jadi tidak disalurkan ke yang sebenarnya tidak berhak. Kita sangat konservatif, kita sasar pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Eximbank, Sinthya Roesly, menuturkan pihaknya juga membantu UKME memetakan pasar-pasar ekspor di negara non tradisional. Caranya, dengan menginisiasi sinergi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri.

"Non tradisional ini dengan Asia Selatan dan Afrika jadi fokus bersama, Ada misi-misi dagang dari Kementerian Perdagangan. Kami juga dengan Kementerian Luar Negeri awal November akan mengunjungi beberapa negara seperti Kongo, Mozambik, Ethiopia, Nigera, Angola, dan Sudan," ungkap Sinthya.

"Kita coba bangun upaya yang lebih sistematis atau Indonesia cooperated. Kita melihat dan mengkaji kondisi demand di sana terhadap produk ekspor dari Indonesia. Kita kemarin kedatangan Presiden Niger, negara yang secara geografis lebih luas, tapi secara ekonomi lebih kecil dari Nigeria. Mereka menawarkan beberapa area, kerjasama industri strategis, hingga kereta api," imbuhnya.

Struktur Dana Pembiayaan

Pada kesempatan tersebut, papar dia, struktur pendanaan yang digunakan Indonesia Eximbank menopang penyaluran kredit pun sebagian besar dari pinjaman dan obligasi. Meski secara struktural berada di bawah Kementerian Keuangan.

"Struktur pembiayaan dari LPEI itu dari PMN (penyertaan modal negara) yang sudah diterima sampai saat ini Rp 8 triliun. Sementara aset kita sudah Rp 108 triliun. Pembiayaan untuk dorong ekspor ini dari market. Terbitkan surat utang efek dan pinjaman, 85% pendanaan dari market. Karena bisnis bisnis modelnya distruktur seperti itu," terang Sinthya.

Sri Mulyani Ingin Indonesia Eximbank Bantu Ekspor UKM Tembus ke Afrika

Meski dari struktur pendanaan berasal dari non APBN, sambungnya, LPEI masih bisa memberikan bunga yang kompetitif jika dibandingkan dengan perbankan umumnya kepada UKME.

"Kita melihat dari struktur permodalan kita harus disesuaikan, tapi kita juga mendapatkan mandat untuk meningkatkan ekspor. Sehingga margin atau profit yang dicari LPEI enggak sama dengan bank secara umum. Rate LPEI bisa sekompetitif mungkin," tukasnya.

Ditambahkan Dewan Direktur Indonesia Eximbank, Arief Budimanta, LPEI yang berada dibentuk sejak tahun 2009 ini bahkan bisa memberikan pembiayaan dengan bunga 9%, atau sama dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disubsidi pemerintah.

"Bahwa kita punya KUR orientasi ekspor. Bedanya, KUR lain maksimal pembiayaan Rp 500 juta, di kita bisa sampai Rp 50 miliar, dengan bunga sama 9%. Beda jauh, tapi enggak ada subsidi di dalamnya. Kenapa bisa? Karena kita bisa efisien, NIM (margin bersih) kita 2,3%, bank rata-rata di atas 5%," pungkas Arief.

(adv/adv)
Berita Terkait