Hal ini ditandai dengan penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) EBT dengan 46 pengembang di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2017)
![]() |
Total kapasitas pembangkit pada penandatanganan PPA 257,62 MW yang tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara. Proses penyediaan ini telah dimulai tahun lalu. Harga juga telah disepakati dan disetujui oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Dalam sambutannya, Jonan menekankan pentingnya pemanfaatan EBT yang optimal.
"Biaya Pokok Produksi (BPP) tolong dijaga agar tetap rendah jadi masyarakat bisa mendapatkan akses listrik dengan harga terjangkau, listrik berkeadilan," ujar Jonan.
![]() |
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Nicke Widyawati menyatakan penandatangan ini merupakan bukti komitmen PLN dan para pengembang untuk meningkatkan manfaat EBT sesuai dengan target, yakni 23 persen hingga 2025.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada saat mengikuti Conference Of Parties (COP) ke 21 pada 2015 lalu di Paris dan COP ke 22 di Maroko, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yakni 29 persen pada 2030. Untuk itu, PLN merasa penting untuk menggenjot pemanfaatan energi baru terbarukan.
Selain itu, PPA juga menunjukkan komitmen antara PLN dan pengembang untuk memenuhi kebutuhan listrik di sejumlah wilayah, terutama di isolated system dengan harga yang kompetitif. Hal ini sesuai tujuan PLN untuk menjaga tarif listrik agar tetap terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan industri.
![]() |
Selanjutnya, khusus untuk PV, PLN akan mengembangkan PV terpusat untuk melistriki daerah terpencil yang relatif jauh dari jaringan yang ada. Kawasan ini merupakan daerah tertinggal, daerah perbatasan, dan pulau terluar.
Berdasarkan RUPTL 2017-2026, tambahan pembangkit yakni 77,9 GW. Untuk itu sejumlah langkah strategis telah disiapkan oleh PLN. Antara lain pengembangan pembangkit listrik EBT harus dioptimalkan dan PLN memanfaatkan sumber energi yang diperbaharui dari sumber energi hidro, panas bumi (termasuk skala kecil atau modular), biofuel, energi angin, energi matahari, biomassa, dan limbah.
PLN akan mengembangkan sistem Smart Grid untuk meningkatkan kehandalan. Begitu pula dengan mengurangi konsumsi bahan bakar menggunakan HSD dan MFO serta mengoptimalkan pembangunan pembangkit EBT yang memiliki potensi besar seperti PLTP dan PLTA. Kemudian juga memaksimalkan potensi EBT setempat untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia bagian timur.
Terakhir, mengembangkan hybrid system untuk daerah-daerah yang sudah dipasok dari PLTD dengan jam nyala di bawah 12 jam per hari.
"Dengan ditandantanganinya PPA, makin menunjukkan komitmen PLN untuk terus mendorong pemanfaatan EBT dalam upaya meningkatkan rasio elektrifikasi dan desa berlistrik. Hal ini agar target rasio elektrifikasi yakni 98 persen pada 2019 dan target porsi EBT 23 persen pada 2025 bisa tercapai juga menciptakan energi listrik yang efisien dengan harga yang terjangkau masyarakat," ucap Nicke. (adv/adv)