Namun perjalanan Bantex hingga bisa menjadi besar seperti sekarang tentunya tidak mulus. Banyak tantangan yang harus dihadapi Willianto Ismadi β Komisaris PT Batara Indah (BINO) untuk mengembangkan Bantex dari tahun 80an. Bantex merupakan merek asal Denmark. Dulunya produk-produk Bantex masih diimpor langsung dari Denmark.
Perusahaan milik orangtua Willianto β PT Gading Murni merupakan salah satu importir dan agen distributor Bantex di Surabaya. Tidak hanya Bantex yang dipasarkan saat itu, ada juga berbagai merek perlengkapan kantor dan alat tulis lainnya. Sebagian besar merek dari Eropa karena cikal bakal perusahaan orangtuanya itu sudah ada dari zaman Belanda.
Ketika Willianto kembali ke Indonesia dari studi pascasarjana di Jerman pada tahun 1977, ia langsung dilibatkan dalam usaha keluarga. Sebagai lulusan arsitek dari Universitas Kaiserslautern β Jerman, Willianto sempat akan bekerja di Singapura dan Malaysia. Namun orangtua Willianto meminta agar dia membantu mengembangkan usaha keluarga.
Sebagai anak tunggal, mau tidak mau dia menerima keputusan itu. Sembari mengajar di ITS dan Universitas Petra, Willianto sibuk menjual brankas, sistem keamanan, sistem deteksi kebakaran dan mobil pemadam kebakaran. Hingga orangtua Willianto mengutusnya ke Jakarta untuk membuka cabang PT Gading Murni dan mengembangkan usaha di ibukota.
Itulah asal muasal PT Batara Indah sebagai pemegang lisensi Bantex di Indonesia. "Waktu itu saya bertemu langsung dengan pemilik Bantex dari Denmark, (alm.) Knut Godfredsen. Beliau menawarkan lisensi produksi ke Gading Murni. Saat itu dari gross sales kita bayar royalty fee sekitar 2%," cerita pria kelahiran Surabaya 68 tahun lalu itu.
Maka sejak tahun 1986, PT Batara Indah mulai memproduksi sendiri berbagai produk Bantex. Pabrik pertamanya saat itu berada di Ciluar β Bogor. Willianto langsung dihadapkan dengan tantangan pertamanya yaitu kesulitan mencari bahan baku karton yang memenuhi standar Bantex. Ia pun memutar otak untuk mendapatkan hasil yang baik dengan bahan yang tersedia di Indonesia.
Tantangan kedua adalah produk-produk Bantex saat itu masih sulit diserap pasar. "Konsumsi ordner pada tahun 1985 β 1986 berkisar 7 juta pieces per tahun. Saya berpikir, kira-kira bisa kah kita mendapatkan 5% saja market share ordner. Akhirnya saya coba buat produk-produk baru seperti school binder dan lever arch binder," tutur pria yang sempat menjadi rektor Universitas Widya Kartika β Surabaya periode 2001 β 2009 itu.
![]() |
"Pemasaran itu paling sulit. Toko grosir dan pasar pagi tidak ada yang mau terima barang. Akkhirnya saya coba strategi cetak ordner dengan logo perusahaan-perusahaan seperti farmasi dan bank. Lalu dibagikan gratis ke perusahaan. Tidak lama kemudian order langsung masuk. Saya bersyukur saja meski bisnisnya jadi seperti tukang jahit β jual barang berdasarkan pesanan," kenang Willianto.
Perlahan-perlahan seiring perubahan kebijakan pemerintahan dan sebagainya, pasar untuk produk-produk Bantex mulai timbul dan terbentuk. Tantangan berikutnya pun muncul yaitu krisis moneter. "Saat itu banyak yang stop produksi karena takut stok numpuk tidak laku. Tapi bagi saya saat krisis seperti itu merupakan kesempatan. Saya produksi terus," papar ayah dua anak itu.
Menurut Willianto, situasi ekonomi di Indonesia saat ini hampir mirip dengan tahun 1998. Banyak pengusaha memilih wait and see. Sementara bagi Willianto, justru ini merupakan momentum yang bagus untuk masuk ke pasar. Dia juga mengakui bukan tipe pengusaha yang suka ekspor.
"Menurut saya ekspor itu bisnis yang rapuh. Kalau tidak hati-hati dan benar-benar kuat, lebih baik jangan ekspor. Falsafah saya, jadi raja di negeri sendiri. Kalau ada lebih, baru diekspor. Bagi bidang usaha seperti Bantex, ekspor itu medan perang yang dimensinya berbeda," lanjut Willianto.
Falsafah dan insting bisnis Willianto membawa Bantex semakin berkibar. Pabrik di Ciluar β Bogor sudah tidak cukup menampung permintaan produksi. Pabrik baru seluas 2,5 hektar pun berdiri di kawasan industri Sentul. Hingga saat ini PT Batara Indah memiliki lebih dari 20 kantor cabang di seluruh Indonesia.
Selama 20 tahun lebih perjalanan mengembangkan PT Batara Indah hingga menjadi seperti sekarang, BCA senantiasa di sisi Willianto. Hampir seluruh fasilitas yang ditawarkan BCA sudah digunakan Willianto. Mulai dari KlikBCA Bisnis hingga fasilitas kredit / pinjaman untuk mengembangkan usahanya.
"BCA itu bank yang sangat efisien, praktis dan membantu sekali. Saya tidak bisa membayangkan berbisnis tanpa BCA. Mengurus keuangan dari puluhan cabang PT Batara Indah yang ada di Indonesia jadi lebih mudah dan nyaman dengan KlikBCA Bisnis," puji nasabah Prioritas BCA KCP Kelapa Gading Villa itu.
Namun sekarang Willianto lebih banyak menyerahkan urusan manajemen kepada Managing Director kepercayaannya β Kristanto. Sementara ia menikmati masa tua dengan menjalani hobinya yaitu menari. Di usianya yang sudah menginjak 68 tahun itu, Willianto memang masih lincah. Berbagai jenis tarian mampu dibawakannya. Mulai dari Latin American hingga Modern Ballroom. (adv/adv)