Mengubah Komoditi Unggulan Indonesia Menjadi Lebih Bernilai Ala Haldin

BCA Indonesia Knowledge Forum 2015

Mengubah Komoditi Unggulan Indonesia Menjadi Lebih Bernilai Ala Haldin

advetorial - detikNews
Senin, 02 Nov 2015 00:00 WIB
Jakarta -

Memang benar, Indonesia adalah negara yang kaya raya jika menilik dari sumber daya alam yang dimilikinya. Indonesia merupakan negara kedua dengan vegetasi alami terbesar di dunia. Begitu banyak komoditas unggulan datang dari Indonesia. Misalnya saja minyak sawit, karet, rempah-rempah, teh, kopi dan masih banyak lagi. Tapi apa artinya kekayaan tersebut jika tidak tahu bagaimana cara menghargainya?

Hal tersebutlah yang menjadi bahan pemikiran Alisjahbana Haliman, ketika merintis PT. Haldin Pacific Semesta. Perusahaan pengolah ekstrak dan perasa buatan berbasis teknologi dari komoditas agrikulutral unggulan Indonesia. Ali, begitu ia biasa disapa, melihat hal tersebut sebagai peluang usaha yang dapat digali dan dimanfaatkan dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Model bisnis yang ia terapkan adalah, mengambil komoditi mentah lokal yang diperlukan semua orang di dunia kemudian mengolahnya dengan teknologi tinggi menjadi bubuk dan liquid. Ia juga memastikan produknya dapat diaplikasikan untuk produk-produk konsumsi apapun. Ini ternyata berhasil.

Haldin kini telah berkembang dan menembus pasar global. Ada 8 kelompok produk unggulan yang masing-masing terdiri atas 200 item produk, 4 pabrik berteknologi dengan kapasitas kurang lebih 15.000 ton esktrak, dan 460 pegawai berkompetensi tinggi yang dimiliki Haldin.

Perusahaan ini juga dikenal sebagai juaranya produsen ekstrak berkualitas dengan konsistensi bubuk dan liquid. Hampir semua produk konsumsi di lebih dari 46 negara di dunia menggunakan produknya. Salah satu produk unggulan Haldin adalah ekstrak dan perasa berbahan madu organik yang kini digunakan secara luas di beberapa negara di dunia. Baik untuk susu, makanan bayi, minuman, hingga produk kecantikan dan kesehatan. Berbicara dari segi finansial, aset Haldin saat ini sudah mencapai Rp 700 Miliar lebih dengan kapital lebih dari Rp 260 Miliar.

"Produk kami adalah building blocks dalam setiap produk konsumsi yang Anda pakai. Aroma, rasa, dan fungsi kesehatan yang dirasa konsumen datang dari produk kita. Seperti komputer, produk kita ini prosesornya, core-nya. Selama 27 tahun bergerak di bidang ini, saya boleh akui kita punya kompetensi terbaik dari segi teknologi pengolahan ekstrak liquid maupun powder," ujar Ali di sesi pertama Indonesia Knowledge Forum 2015.

Ia tidak memulai usahanya di Indonesia melainkan di Amerika Serikat. Setelah lulus dari Fakultas Fisika California State University, pria yang akrab disapa dengan nama Ali ini memang hidup di negeri tersebut. Tetapi jauh dari Indonesia, membuatnya melihat bahwa kekayaan alam Indonesia punya potensi besar di pasar dunia.

"Saat saya start bisnis ini, tidak munafik, driver saya sebagai pengusaha adalah peluang, profit dan kesuksesan. Saya belum berpikir untuk mensejahterakan atau meningkatkan daya saing petani dan sebagainya. Tapi concern saya setelah menjalankan usaha ini adalah kebanyakan orang kita yang belum sampai memikirkan ke meningkatkan daya saing dan nilai kekayaan alam Indonesia dengan mengolahnya," ujar pria lulusan Fakultas Fisika California State University tersebut.

Komoditi pertama yang diliriknya adalah vanila. Ia saat itu mencoba mengekspor sejumlah vanila dan datang ke pabrik-pabrik pengolahan produk ekstrak dan perasa di Amerika Serikat untuk menawarkan diri mempelajari teknologinya. Setelah menguasai pengetahuan di bidang tersebut, barulah ia mantap merintis usaha dengan nama Haldin, yang diambil dari nama kedua orang tuanya.

Setelah berhasil produk ekstrak dan perasa vanilanya diterima luas di masyarakat, ia mulai berekspansi ke komoditi perkebunan lain. Misalnya saja seperti coklat, teh, kopi, madu, kayu manis dan masih banyak lagi. Ia ambil semua bahan baku dari petani dan pengelola perkebunan lokal. Indonesia merupakan negara yang unik di mana komoditas-komoditas unggulan tidak terpusat di satu daerah tapi tersebar. Merangkul petani dari daerah-daerah dan membuat komoditas terbaiknya menjadi bernilai lebih, seluruh area di Indonesia agrikulturnya akan berkembang.

"Negeri ini kaya raya. Kita menduduki peringkat ke-10 di dunia untuk agrikultur. Tapi sayangnya kita belum memikirkan bagaimana kita buat hasil alam kita agar punya added value. Ini yang masih kurang. Kita cabut, petik, panen lalu jual. Makanya ketika harga komoditas dunia jatuh, ikut jatuh juga perekonomian kita. Karena itu langkah inovatif ini harus dilakukan," ujarnya.

Agar nilai, visi dan inovasi yang ia miliki terus berlanjut ke generasi suksesornya dan dimiliki oleh seluruh karyawannya, ia menerapkan sebuah cara yaitu menjadikannya budaya. Selain itu ia juga aktif mengundang insan-insan muda Indonesia berpotensi untuk magang dan berkarya di perusahaannya.

"Sebagai entrepreneur, kita tujuannya kan mau membangun enterprise. Membangunnya butuh long term, tidak instan, pain-staking step. Kita juga pasti ingin ini bertahan untuk jangka panjang. Jadi caranya adalah, kita training pekerja kita, petani yang kerja sama dengan kita, kita anggap mereka partner yang akan bertumbuh bersama kita," terangnya.

Saat ini Haldin tengan memiliki visi besar yaitu membangun desa unggulan di daerah-daerah yang menjadi sumber bahan baku. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing perekonomian mikro di sana. Perlahan-lahan visi tersebut sudah terwujud. (sfq/sfq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads