Untuk menghindari pengenaan sanksi maupun denda sebagai akibat dari tindakan audit oleh Pemeriksa pajak, pengembang perlu memberikan perhatian terhadap jenis-jenis pajak terkait dengan usahanya. Pajak-pajak pusat yang menjadi kewajiban pengembang antara lain meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pengenaan PPh bagi perusahaan pengembang properti dikaitkan dengan penghasilan yang diterimanya dari penjualan produk properti. Dalam hal ini, penjualan seperti rumah, apartemen, maupun ruko akan memberikan penghasilan bagi pengembangnya. Atas penjualan produk tersebut, pengembang harus memungut PPh Pasal 4 ayat (2) kepada pembelinya. Pajak ini biasa disebut sebagai PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas jasa konstruksi tersebut, dikenakan pajak dengan tarif bervariasi mulai dari 2% sampai dengan 6%. Besarnya tarif PPh tersebut tergantung pada jenis jasa yang diberikan dan skala usaha dari pengembang tersebut. Lantas bagaimna cara menghitungnya? PPh Final Pasal 4 ayat (2) dihitung dengan cara mengalikan tarif tersebut di atas dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yakni jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli/pengguna jasa.
Selain PPh atas jasa konstruksi di atas, pengembang juga wajib memotong/memungut pajak-pajak atas pembayaran gaji karyawan, pembayaran jasa kepada pihak ketiga dan sebagainya.
Dengan memahami dan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, diharapkan pengembang dapat terhindar dari sanksi maupun denda perpajakan, sehingga pajak yang dibayar oleh para pengembang akan memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa. Mari hitung dan bayar pajak dengan benar.
(adv/adv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini