Toyota Astra Motor: Tuntutan Serikat Pekerja Metal Tidak Tepat

Toyota Astra Motor: Tuntutan Serikat Pekerja Metal Tidak Tepat

- detikNews
Jumat, 19 Okt 2012 14:17 WIB
Jakarta - - Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menuding PT Toyota Astra Motor (TAM) telah memberangus atau memberlakukan larangan pekerjanya untuk berserikat (union busting).

TAM pun buka suara demi meluruskan tudingan yang sangat berpotensi menyesatkan publik atau masyarakat itu. Perusahaan sales dan marketing kendaraan Toyota di Indonesia ini menyatakan, tudingan FSPMI tersebut sama sekali tidak tepat.

β€œKami tidak pernah melarang atau menghalangi karyawan TAM untuk berserikat atau membentuk organisasi. Sejak 1970-an, karyawan kami sudah tergabung dalam SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), dan kepada karyawan, kami tidak melarang untuk berserikat, sepanjang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada,” kata Bob Azam, General Manager Human Resource (HR) Toyota Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, sejumlah aktivis buruh telah mendaftarkan PUK AMK SPMI PT. Toyota-Astra Motor di Disnaker Karawang. Namun sesuai hasil verifikasi ternyata mereka adalah karyawan perusahaan outsourcing (vendor).

Mengenai tuntutan FPSMI agar TAM mengangkat karyawan outsourcing menjadi karyawan tetap, ini juga dinilai tidak tepat. Ini dikarenakan mereka adalah karyawan perusahaan outsourcing yang telah mengikat perjanjian kerjasama dengan PT TAM untuk melakukan pekerjaan pemasangan aksesoris, yang sebelumnya dilakukan dilakukan di dealer.

Sejak beberapa waktu lalu, TAM sudah mengakhiri kontrak kerja dengan vendor tersebut, karena pekerjaan yang selama ini mereka tangani sudah dialihkan kembali ke dealer TAM. Dalam pengakhiran kontrak kerja dengan kedua perusahaan outsourcing tersebut, mereka telah sepakat untuk akan tetap memenuhi hak-hak karyawannya setelah berakhirnya pengerjaan yang selama ini mereka tangani di PT TAM.

Kepala Pusat Humas Kemenakertrans Suhartono kepada wartawan Rabu (17/10) mengatakan bahwa dalam penyelesaiannya, diharapkan mengedepankan musyawarah dan menghindari aksi-aksi yang merugikan iklim investasi karena juga akan berdampak pada buruh itu sendiri.

Menurut Suhartono, pemerintah saat ini sedang menggodok aturan mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) agar masalah penggunaan tenaga outsourcing ini memiliki kekuatan hukum.

Seperti yang bisa diketahui, dalam beberapa bulan terakhir ini, sejumlah perusahaan industri terutama yang terkait dengan sektor otomotif dihadapkan dengan rentetan aksi demo kalangan buruh. Asosiasi industri seperti GAIKINDO telah mengadukan hal ini ke Kementerian Perindustrian karena aksi-aksi demo tersebut telah berkembang menjadi intimidasi ke pekerja pabrik-pabrik kawasan industri di Bekasi, Karawang dan sekitarnya.

Para buruh mendesak manajemen dan pekerja pabrik menandatangani kesepakatan menghapus status pekerja alih daya (outsourcing) menjadi karyawan tetap. Menurut data Forum Investor Bekasi (FIB), selama empat bulan terakhir tercatat 120 pabrik diintimidasi oleh buruh. Aksi mereka melibatkan 500 sampai 5.000 orang pekerja, tergantung besar pabrik yang diintimidasi.

Ketua Umum Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) Pratjojo Dewo yang juga tergabung dalam Asosiasi Industri Jabodetabek menjelaskan, aksi buruh sudah melewati batas karena sudah mengancam para pekerja pabriknya. Masalahnya, para penggerak ini bukan karyawan pabrik yang didatangi, tapi pihak luar yang memanfaatkan aksi solidaritas.


(adv/adv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads