“Harapannya, buku ini bisa jadi pedoman bagi pengajar dan mahasiswa fakultas hukum dan ekonomi yang mempelajari hukum persaingan usaha,” kata Sukarmi yang turut menjadi penulis sekaligus pemberi judul buku ini. Selain dari KPPU, penulis buku juga berasal kalangan akademisi yang fokus di hukum persaingan usaha.
“Tidak semua orang mudah memahami teori. Apalagi bagi mahasiswa hukum yang jarang menggunakan angka atau rumus. Jika teori ini diaplikasikan ke kasus maka isi buku jadi lebih mudah dipahami dan komprehensif. Bahasa yang digunakan juga tidak terlalu kaku dan rumit,” jelas Sukarmi yang juga seorang dosen ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini hukum persaingan usaha memang belum merata jadi mata kuliah wajib untuk mahasiswa hukum ekonomi di S1. Bahkan ada juga yang baru bisa ditemui di S2. “Tentu saja harapan KPPU, mata kuliah hukum persaingan usaha bisa jadi mata kuliah wajib di semua fakultas hukum khususnya hukum ekonomi,” kata Sukarmi.
Pengerjaan buku ini memakan waktu 6 bulan hingga rampung dan mendapat bantuan dana dari GTZ (Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit/German Agency for Technical Cooperation). Kalangan akademisi dari perguruan tinggi seluruh Indonesia diundang dalam pertemuan sekaligus peluncuran buku ini pada akhir 2009.
Mereka adalah universitas swasta dan negeri yang setuju untuk bekerjasama dengan KPPU. Menurut Sukarmi, saat ini jumlah kampus yang sudah bekerjasama dengan KPPU masih di bawah 50% dari total perguruan tinggi yang ada di seluruh Indonesia. Baru ada sekitar 40 perguruan tinggi.
“Potensi Indonesia sangat besar dengan jumlah perguruan tinggi mencapai ratusan. Semakin banyak kalangan akademisi yang bekerjasama dengan KPPU, maka proses sharing informasi dan penyebaran ilmu hukum persaingan usaha akan lebih baik lagi,” kata Sukarmi.
Sejauh ini, beberapa perguruan tinggi dan swasta yang sudah menandatangi MoU dengan KPPU meliputi: Universitas Islam Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Sumatera Utara. Selain bertukar informasi dan narasumber dengan perguruan tinggi, KPPU juga bekerjasama dengan perguruan tinggi, dalam hal ini Universitas Indonesia, pada program pemberian beasiswa S2 untuk sekretariat KPPU.
Saat ini KPPU memang masih terkendala beberapa halangan. “Dana kami terbatas. Belum ada lembaga lain yang membantu menghidupkan kerjasama KPPU dengan kampus-kampus secara sustainable. Padahal belum semua mahasiswa paham apa itu KPPU.”
“KPPU pada masa mendatang akan mendorong penulisan karya ilmiah tentang kartel atau tender untuk melihat dampak yang diperoleh mahasiswa setelah membaca buku ini. Dengan demikian saya berharap dunia kampus sebagai lembaga yang netral dapat menjadi agen pengembangan hukum persaingan usaha,” pungkas Sukarmi.
(adv/adv)