Profesi Pengantar Makanan di Australia Digemari WNI, Tapi Perlu Berhati-hati

Profesi Pengantar Makanan di Australia Digemari WNI, Tapi Perlu Berhati-hati

ABC Australia - detikNews
Jumat, 19 Sep 2025 13:50 WIB
Laporan Monash University mencatat pelanggaran yang dilakukan oleh pengantar makanan yang mengendarai sepeda listrik di Melbourne. (Foto: Alexa Delbosc)
Jakarta -

Menjadi pengantar makanan di Australia adalah satu pekerjaan yang digemari banyak mahasiswa dan pemegang Working Holiday Visa (WHV) asal Indonesia.

Salah satunya adalah Tiwi Rizqi, yang datang ke Melbourne, untuk mendampingi suaminya yang sedang kuliah S2 jurusan 'teaching'.

Perempuan asal Bogor tersebut sempat bekerja sebagai 'cleaner' di sebuah universitas dan juga di pabrik coklat, sebelum memutuskan untuk banting setir menjadi kurir pengantar makanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena saya juga punya anak, jadi saya tidak bisa kerja yang full-time," ujar Tiwi kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Kebetulan saya orangnya suka keluar, jadi kenapa enggak saya sambil main keluar tapi menghasilkan uang? Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil [pekerjaan] Uber Eats."

ADVERTISEMENT

Uber Eats adalah platform pemesanan makanan daring yang diluncurkan oleh perusahaan Uber pada bulan Agustus 2014.

Dengan menggunakan 'e-bike' atau sepeda listrik, Tiwi mengaku bisa bekerja selama lima hari dalam seminggu.

Setiap harinya, ia bisa bekerja selama empat jam.

Fleksibilitas yang ditawarkan pekerjaan ini membuatnya populer di kalangan mahasiswa asal Indonesia, menurut Tiwi.

"Banyak yang menarik Uber, ada yang pakai sepeda, ada juga yang pakai mobil," ujarnya.

Diminta tetap berhati-hati

Sebagai profesi yang bisa dilakukan siapa saja, para pengamat memperingatkan agar para pengirim makanan terus berhati-hati.

Peringatan ini dikeluarkan setelah terungkapnya sejumlah pelanggaran di jalan raya yang bisa mengancam keselamatan, menurut sebuah penelitian yang dilakukan Monash University dalam laporan yang ditugaskan oleh Victorian Automotive Chamber of Commerce (VACC).

Salah satu jenis pelanggaran yang sering ditemukan adalah memodifikasi sepeda yang bisa membahayakan pengemudinya.

Doni, kurir pengantar makanan asal Indonesia yang meminta agar identitasnya disamarkan, sempat memodifikasi sepeda listriknya demi bisa mengejar bonus.

"Dulu [saya] juga pakai e-bike yang ilegal ... alasannya karena kita butuh orderan antar cepat, apalagi kalau kita sedang ada quest," ujarnya.

"Quest ini kalau istilah di Uber Eats seperti kalau kita berhasil menyelesaikan jumlah trip yang dilakukan dalam waktu tertentu, kita bakal dapat bonus uang."

Dalam seminggu, Doni menargetkan penghasilan sebesar AU$800 (Rp8 juta) sampai AU$900 (Rp9 juta).

Mengantar makanan menjadi tambahan penghasilan bagi Doni, yang juga bekerja di sebuah restoran cepat saji di Melbourne.

Demi bisa mengejar kecepatan dan bonus, Doni menggunakan sepeda listrik ilegal yang menggunakan 'throttle'.

"Makanya kalau pakai yang ilegal cepat aja sih, apalagi kalau di jalan raya, apalagi kalau terpaksa masuk highway [jalan raya] atau masuk underpass [jalan bawah tanah]," katanya.

Namun menurut Associate Profesor Alexa Delbosc dari Monash University, penggunaan sepeda tersebut tidak aman.

"Kami menarik kesimpulan kalau pengemudi menggunakan sepeda listrik ini sudah seperti sepeda motor," katanya.

"Kendaraan menggunakan 'throttle' yang bisa melaju ... dalam kecepatan yang relatif tinggi, ditambah bobotnya yang relatif berat, bukanlah kombinasi yang baik untuk keamanan."

Profesor Alexa mengatakan perilaku mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi bisa menimbulkan risiko tabrakan dengan sepeda lain, atau kecelakaan dengan pejalan kaki.

Sejumlah pelanggaran pengantar makanan

Bulan Agustus kemarin, Kepolisian Victoria di Melbourne merazia pengemudi sepeda listrik pengantar makanan yang dianggap melanggar aturan.

Kepolisian Victoria mengeluarkan 37 denda bagi pesepeda yang melaju di trotoar, ke arah yang salah di jalan raya, menggunakan telepon seluler ketika berkendara, dan tidak menaati rambu lalu lintas.

Pelanggaran ini juga tercatat dalam laporan Monash University dan VACC awal Agustus lalu, dalam penelitian yang memonitor 27.000 pesepeda selama tiga hari.

"Kami melacak sejumlah perilaku, seperti mengendarai sepeda listrik ini di trotoar, yang tidak sesuai aturan di Victoria," ujar Profesor Alexa.

"Bersepeda ke arah yang salah, [dan] bersepeda 25 kilometer per jam tanpa mengayuh, yang artinya mereka hanya mengandalkan baterai."

Profesor Alexa juga mengaku pernah melihat sepeda listrik pengantar makanan melaju di jalan tol.

"Ini menggambarkan masalah yang lebih besar tentang bagaimana sepeda listrik digunakan," katanya.

"Dan mungkin [minimnya] pemahaman pesepeda tentang aturan di jalan dan persyaratan hukumnya."

Menurutnya, perlu ada penyelidikan lebih lanjut mengenai produk sepeda listrik yang beredar di pasaran.

Sebagai pengantar makanan di Australia, Tiwi mengatakan ia menentang pengantar makanan yang tidak mengikuti aturan jalan raya di Australia.

"Pertama itu bisa mencelakakan orang juga, maksudnya kalau mereka mengendarai sepedanya di trotoar, kan banyak orang yang jalan kaki," ujarnya.

"Apalagi kalau sepedanya dimodifikasi seperti itu, sudah kalau motor kalau cepat banget dan tidak terkontrol bisa membahayakan orang lain."




(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads