Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

ABC Australia - detikNews
Jumat, 15 Agu 2025 16:59 WIB
abc
Beberapa hari sebelum pemerintah Australia mengumumkan dukungannya terhadap negara Palestina, lebih dari 100.000 orang berunjuk rasa untuk menyerukan diakhirinya perang di Gaza. (AAP: Flavio Brancaleone)
Jakarta -

Baca beritanya dalam bahasa Inggris

Australia akan mengakui Palestina sebagai sebuah negara di Sidang PBB yang akan digelar bulan September nanti, yang menjadi sebuah tonggak sejarah baru.

Keputusan ini menjadi sejalan bagi negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, seperti Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi, perubahan sikap ini tidak sesuai dengan kebijakan di kebanyakan negara-negara di kawasan Pasifik, yang lebih dekat dengan Israel dan Amerika Serikat dengan didasari alasan bantuan, pembangunan, dan agama.

Lantas bagaimana perubahan sikap Australia akan berdampak bagi hubungannya dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik?

ADVERTISEMENT

Asia Tenggara yang tidak selalu bersatu

Pemerintah Indonesia menyambut keputusan Australia dengan menyebutnya sebagai sebuah "keberanian".

"Kita sambut baik langkah penting Australia untuk mengakui negara Palestina. Keputusan tersebut menunjukkan keberanian dan komitmen Australia terhadap penegakan hukum internasional," kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, kepada RRI, Selasa kemarin.

Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sudah mengakui Palestina sebagai negara sejak mereka mendeklarasikan kemerdekaannya di tahun 1988.

Baru setahun kemudian, Filipina menjadi negara keempat di Asia Tenggara yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

Tapi Asia Tenggara tidak selalu bersatu untuk isu Palestina.

"Sudah ada beberapa perpecahan di dalam blok [Asia Tenggara] terkait Palestina, dengan negara-negara seperti Myanmar dan Laos kurang vokal, sementara Malaysia, Indonesia, dan Filipina merupakan pendukung kuat," kata Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat dari Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) di Jakarta.

Indonesia adalah negara yang aktif mendukung Palestina. khususnya untuk bantuan kemanusiaan, namun menurut Dr Zulfikar Indonesia belum mengambil sikap yang lebih tegas seperti menuntut diakhirinya genosida yang dilakukan Israel.

"Salah satu alasannya adalah kebijakan luar negeri Indonesia yang relatif pragmatis, yang memprioritaskan stabilitas dan hubungan ekonomi, terutama dengan negara-negara besar di kawasan," jelasnya.

"Apa yang dapat dilakukan Indonesia, dan juga dapat dilakukan oleh negara-negara lain di Asia Tenggara, adalah memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mendorong sanksi yang lebih kuat terhadap Israel dan mengadvokasi pergeseran menuju perdamaian yang lebih adil dan langgeng, misalnya melalui gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) internasional," jelasnya.

Salah satu advokat terkuat untuk memperjuangkan Palestina di Asia Tenggara bisa jadi negara Malaysia.

Mereka menolak semua bentuk diplomatik, termasuk yang tidak resmi, dengan Malaysia dan sudah melarang siapapun yang bepergian dengan paspor Israel masuk ke negaranya, ujar Dr Mary Ainslie dari University of Nottingham.

Ia mengatakan para pemimpin Malaysia juga punya kedekatan dengan Hamas hingga menimbulkan kritikan internasional, karena Hamas dicap sebagai kelompok teroris oleh negara-negara Barat, termasuk oleh Australia.

Setelah serangan Hamas ke Israel di bulan Oktober 2023, PM Malaysia, Anwar Ibrahim, dilaporkan berbicara dengan salah satu petinggi Hamas.

Dr Zulfikar mengatakan meski tidak terlalu vokal, negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja, secara resmi juga mengakui Palestina.

"Di sisi lain, Thailand secara historis mempertahankan sikap yang lebih netral, tapi pengakuannya terhadap Palestina di masa lalu menunjukkan adanya dukungan," kata Dr Zulfikar.

Ia juga mengatakan pengakuan kolektif Asia Tenggara terhadap Palestina didasarkan pada prinsip-prinsip "anti-kolonialisme dan hak asasi manusia".

Namun, negara-negara Asia Tenggara berhati-hati untuk tidak mengkritik Israel secara berlebihan karena mereka tidak ingin catatan hak asasi manusia di negara masing-masing juga diawasi, kata Dr Mary.

"Menyebut adanya pelanggaran di negara lain bisa malah menunjukkan masalah yang sama secara internal, seperti perlakuan terhadap pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari genosida [di Myanmar] dan perlakuan yang umumnya buruk terhadap minoritas dan migran di negara-negara Asia Tenggara," kata Dr Mary.

Ia juga mengatakan negara-negara Asia Tenggara cenderung tidak "aktif" mendukung perjuangan Palestina, karena mereka juga punya hubungan ekonomi dan teknologi yang kuat dengan Israel, namun tersembunyi.

Tak hanya itu, negara-negara anggota ASEAN juga senang untuk tidak melakukan intervensi apa pun terhadap masalah dalam negeri masing-masing, karena berpotensi bisa mengganggu hubungan, ujar Dr Mary.

Dr Zulfikar mengatakan pengakuan Australia atas negara Palestina dapat memperkuat solidaritas antarnegara ASEAN, atau justru sebaliknya, memperburuk hubungan.

Ini semua tergantung pada kepentingan nasional masing-masing negara terkait Palestina.

Sementara itu negara-negara lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, menyatakan mendukung Palestina tetapi belum mengakui kenegaraan Palestina.

"Perbedaan antara mengakui negara Palestina dan mendukung solusi dua negara terletak pada cakupan dan penekanannya," jelas Dr Zulfikar.

"Mengakui negara Palestina merupakan pengakuan formal atas Palestina sebagai entitas berdaulat, sering kali melalui jalur diplomatik atau hukum."

"Di sisi lain, mendukung solusi dua negara mengacu pada dukungan terhadap kerangka politik yang lebih luas yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara merdeka, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai dan aman."

Para pengamat sepakat jika keputusan Australia untuk mengakui negara Palestina tidak mungkin mengubah posisi negara lain.

Berbeda sikap dengan negara-negara Pasifik

Papua Nugini, Fiji, Nauru, Palau, Tuvalu, dan Tonga tidak mengakui kenegaraan Palestina.

Banyak negara-negara ini bergantung pada Amerika Serikat untuk bantuan dan keamanan.

Hubungan kuat Pasifik dengan Amerika Serikat dan Israel sudah terlihat saat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Juni lalu, ketika enam negara Pasifik bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel dengan memilih untuk menentang gencatan senjata antara Israel dan Gaza.

Profesor Derek McDougall dari University of Melbourne mengatakan agama juga memainkan peran penting dalam hubungan Israel dan negara-negara Pasifik.

Ia mengatakan meskipun di Fiji, mayoritas warganya adalah Pribumi yang biasanya mendukung perjuangan Palestina, bukan berarti bersimpati dengan Palestina karena kebanyakan penduduk Pribumi Fiji adalah Kristen evangelis.

"Di Amerika Serikat, orang-orang Kristen evangelis, bahkan mungkin lebih banyak daripada orang Yahudi, yang memberikan dukungan politik yang signifikan bagi Israel," katanya.

Meskipun Australia mengambil posisi yang berlawanan dengan banyak negara Pasifik, Sione Tekiteki, seorang pengacara dan dosen hukum senior di Auckland University of Technology, mengatakan tidak akan "merusak secara signifikan" hubungannya dengan negara-negara tetangga di Kepulauan Pasifik.

"Kebijakan luar negeri 'sahabat untuk semua' yang telah lama berlaku di kawasan ini berarti negara-negara Pasifik jarang membiarkan posisi mitra mereka dalam konflik yang letaknya jauh untuk menentukan lingkup hubungan bilateral dan regional mereka," kata Dr Sione.

Ia mengatakan Australia akan tetap menjadi mitra kunci di Pasifik karena bantuan dan pembangunan substansial yang diberikannya.

Baik Dr Sione maupun Profesor Derek percaya kredibilitas komitmen iklim Australia, beserta posisinya soal China dan lingkungan keamanan regional yang lebih luas, akan jauh lebih berpengaruh dalam membentuk persepsi Pasifik daripada sikapnya terhadap Palestina.

"Catatan pemungutan suara PBB sebelumnya menunjukkan negara-negara Pasifik sering mengambil jalan mereka sendiri dalam isu-isu Timur Tengah, dan tidak secara konsisten mengikuti pola pemungutan suara Australia dan Selandia Baru," kata Dr Sione.

Simak juga Video: Sederet Alasan Australia yang Siap Akui Negara Palestina

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads