Kemunculan sejumlah varian baru virus corona telah menimbulkan kekhawatiran tentang seberapa cepat virus ini berubah.
Lantas, apakah vaksin COVID-19 bisa tetap efektif menghadapinya?
Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebutkan beberapa varian baru SARS-CoV-2 yang perlu mendapat perhatian ini pertama kali ditemukan di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil dalam beberapa bulan terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana virus lainnya, virus corona pun sudah diperkirakan akan berkembang. Namun para pakar kesehatan meyakini virus ini tidak akan bermutasi begitu cepatnya hingga dapat memengaruhi efektivitas vaksin.
Jadi seberapa mengkhawatirkan varian baru ini, dan risiko apa yang ditimbulkannya terhadap upaya mengatasi COVID-19?
Apa itu varian virus?
Anda mungkin pernah melihat kata-kata "varian", "strain", "mutasi" atau bahkan "strain yang bermutasi".
Istilah-istilah ini sering digunakan secara bergantian, tetapi memiliki arti yang berbeda.
Strain umumnya dapat dianggap sebagai suatu jenis virus. SARS-CoV-2, misalnya, merupakan salah satu strain virus corona.
Strain ini kemudian mengalami mutasi, atau perubahan acak pada kode genetiknya. Biasanya perubahan ini tidak disengaja dan tidak begitu penting. Virus membuat kesalahan kecil saat mereplikasi diri, namun tak berpengaruh pada perilaku virus secara keseluruhan.
Namun mutasi ini kadang berpengaruh, dan membantu munculnya bentuk virus baru secara evolusioner. Bentuk baru ini mungkin saja lebih unggul dalam menginfeksi manusia, atau lebih mudah menular.
Ketika suatu strain mengalami satu atau beberapa mutasi, dan terdeteksi dalam populasi masyarakat, maka itulah yang disebut sebagai varian baru.
Varian dapat saja melampaui versi virus sebelumnya dan menimbulkan tantangan tersendiri bagi para peneliti yang sedang mengembangkan vaksin berdasarkan versi lama dari virus itu.
Bisakah vaksin diperbarui?
Di saat para peneliti tetap optimistis dengan kemampuan vaksin yang ada saat ini untuk melindungi kita dari varian baru virus corona, virus ini mungkin mulai berkembang untuk menghindari kemanjuran vaksin.
Prof Terry menyebutkan, tiga dari teknologi vaksin COVID-19 terkemuka saat ini cukup mudah beradaptasi dengan varian baru yang muncul.
"Jadi metode pembuatan vaksin mRNA merupakan salah satu yang relatif mudah. Begitu juga dengan vaksin vektor adenovirus yang digunakan AstraZeneca," jelasnya.
"Yang ketiga, metode vaksin protein rekombinan seperti yang dikembangkan Novavax, tergantung ukuran proteinnya," ujar Prof Terry.
Berbeda dengan metode pembuatan vaksin tradisional (seperti vaksin buatan Sinovac), ketiga pendekatan ini menggunakan kode genetik virus untuk menciptakan efek yang lebih bertarget.
Moderna kini mulai mengerjakan vaksin booster mRNA untuk menghadapi varian baru tersebut. Pfizer juga mengatakan akan mengembangkan vaksin baru yang disesuaikan dalam beberapa minggu.
Apa prioritas sekarang?
Meskipun Australia cukup beruntung karena sangat sedikit SARS-CoV-2 yang menyebar di masyarakat, namun masyarakat tetap rentan terhadap wabah, terutama dalam menghadapi varian baru yang lebih menular ini.
Profesor Terry Nolan menyebutkan prioritas sekarang adalah melakukan vaksinasi untuk mengurangi jumlah infeksi, sehingga pada gilirannya akan mengurangi peluang virus untuk bermutasi lebih lanjut.
"Semakin banyak virus yang beredar, semakin tinggi risikonya bagi semua orang," katanya.
"Membasmi virus masih merupakan cara terbaik untuk mengendalikan mutasi virus ini," tambahnya.
Sejauh ini belum diketahui mengapa varian SARS-CoV-2 baru ini muncul dan tampaknya menular dengan cepat.
Yang bisa dipastikan adalah penyebaran SARS-CoV-2 yang tak terkendali secara global telah memberikan peluang terciptanya varian baru virus corona.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Health & Wellbeing.
(ita/ita)