Setidaknya tiga kali seminggu, Herman Felani bersama lima relawan lainnya mengambil sampah medis di Sungai Cisadane dengan tubuh yang dibungkus oleh Alat Pelindung Diri (APD).
Mereka adalah anggota dari Yayasan Peduli Lingkungan yang menemukan semakin banyaknya sampah medis seperti masker dan infus bekas dan obat-obatan.
"Kami membentangkan waste trap untuk menghalau sampah, dan [sampah medis] itu nyangkut," kata Herman kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, hingga September lalu, berat sampah medis yang ditemukan oleh timnya yang beranggotakan 30 orang relawan, mencapai 10-20 kilogram.
"Terakhir kami ketemu itu, waktu kami membuka operasi dengan pihak kepolisian, tapi tidak menemukan titik [pusat sampah] nya di mana."
Untuk melindungi diri, Herman dan relawan lainnya harus mengenakan alat pelindung diri ketika memunguti sampah medis selama satu jam sehari, bahkan di bawah teriknya matahari.
Ia mengaku sangat khawatir akan kondisi warga yang tinggal di sekitar sungai Cisadane yang juga menggunakan airnya.
"PDAM Tirta Benteng milik Pemerintah Kota Tangerang semuanya ... air bakunya dari Sungai Cisadane, diolah dan didistribusikan kepada rakyat yang ada di Tangerang Raya," katanya.
Sejauh ini, Herman menduga sampah tersebut kemungkinan berasal dari rumah sakit atau pemanfaat limbah B3.
Sampah-sampah medis yang telah dikumpulkan kemudian dibakar dalam insinerator.
Dalam artikel The Conversation, ia menulis jika ditangani dengan uap panas, limbah medis akan menjadi limbah domestik yang steril.
"Metode pembakaran sebaiknya dihindari karena berdampak buruk pada lingkungan," demikian tulisnya dalam sebuah artikel The Conversation.
"Limbah sebaiknya jangan dibakar karena akan menjadi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3)."
Ketika dihubungi ABC Indonesia, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengaku telah menerapkan dan mensosialisasikan protokol pengelolaan masker bekas dari rumah tangga untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Dari awal pandemi kami sudah sosialisasikan bahwa masker bekas itu dipisahkan secara khusus dan ditandai sebelum didisinfeksi sederhana dengan cairan pemutih, terus dirusak-rusak sedikit, sehingga kalau masuk ke tempat sampah nggak didaur ulang orang," kata Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan kepada ABC Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih telah menyatakan alat pelindung diri, seperti masker dan sarung tangan sekali pakai masuk kategori limbah bahan beracun berbahaya (B3) sehingga dibutuhkan penanganan khusus.
"Setelah dipilah oleh petugas di TPS, kita juga bekerja sama dengan jasa pengolahan yang terakreditas untuk memusnahkan limbah infeksius tersebut," tambah Yogi.
Ikuti berita seputar pandemi di Australia dan lainnya di ABC Indonesia.
(ita/ita)