Mempertanyakan kekuasaan Raja Thailand selama ini adalah hal yang tabu dan pelakunya bisa dikenai hukuman penjara lama, namun sekarang semakin banyak generasi muda yang menyatakan dengan terbuka penentangan terhadap monarki.
Salah seorang diantaranya adalah Panusaya Sithijirawattankul seorang mahasiswa berusia 21 tahun sekarang menjadi simbol perjuangan anak-anak di sana.
Dengan belasan ribu orang menghadiri sebuah unjuk rasa baru-baru ini tidak jauh dari Grand Palace di Bangkok, Panusaya menyampaikan protes terhadap sistem politik dan kerajaan yang ada saat ini di Thailand.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di depan layar besar yang memancarkan gambarnya Panusaya, akrab dipanggil Rung, berbicara dalam unjuk rasa terbesar anti-sistem kerajaan sejak tahun 2014 ketika Jenderal Prayuth Chan-Ocha mengambil alih kekuasaan lewat kudeta.
"Kita memiliki ideologi yang sama, niat yang sama, tujuan yang sama: mengakhiri rezim Prayuth, dan melakukan reformasi terhadap kerajaan, bukankah begitu?" katanya yang disambut meriah oleh peserta unjuk rasa.
Polisi mengatakan sedang mempertimbangkan untuk menindak para pemimpin demo yang berlangsung 19 September, namun sampai sekarang belum melakukan dan tidak mengatakan apa pasal yang dilanggar.
PM Prayuth sudah memperingatkan bahwa Thailand akan 'terbakar api besar' bila perbedaan terus terjadi, namun sejauh ini masih mengijinkan unjuk rasa besar dilakukan dengan alasan kebebasan berpendapat.
Dia mengatakan bahwa desakan bagi adanya reformasi monarki adalah hal yang tidak bisa diterima dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk mendiskusikan hal tersebut.
"Saya mendengar protes politik warga dan masalah berkenaan dengan konstitusi, saya menghormati pendapat anda," kata PM Prayuth.
"Namun saat ini negara kita memiliki masalah mendesak yang harus ditangani yaitu kehancuran ekonomi karena COVID-19."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya.
Lihat artikelnya dalam bahasa Inggris di sini
(ita/ita)