Dean Vlassco terjebak di antara keindahan pantai dan situasi yang sulit.
Seperti kebanyakan orang Australia lainnya, dia diperbolehkan tinggal berbulan-bulan tanpa visa di Bali selama pandemi COVID-19.
Namun sejak akhir Juli lalu, Pemerintah Indonesia menyatakan seluruh warga asing yang visanya sudah kedaluwarsa, akan dikenakan biaya perpanjangan visa bulanan. Aturan ini akan diterapkan sejak pertengahan Agustus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dean yang berasal dari Kota Darwin, mengaku senang tinggal di Bali, namun kemungkinan denda sebesar Rp1 juta sehari karena visanya yang kadaluarsa, memaksanya keluar dari Bali dengan berat hati.
Jika kembali ke Australia, Dean harus menjalani karantina selama dua minggu dengan biaya yang ditanggung sendiri sebesar AU$3.000, sekitar Rp30 juta.
Maka, dia pun memilih terbang ke Belarus, negara yang pernah didatanginya ketika bekerja sebagai guru bahasa Inggris.
Untuk masuk ke negara Eropa timur yang kini diguncang aksi-kasi demo anti-pemerintah, Dean tak perlu menghabiskan waktu untuk dikarantina.
Baca juga berita terkait pandemi corona
Perubahan aturan yang membingungkan
Dean hanya salah satu dari ribuan warga Australia dan warga negara lainnya yang berada di Bali awal tahun ini ketika Indonesia menutup sektor pariwisatanya, membatalkan penerbangan internasional, serta menutup Bali tanpa batas waktu.
Banyak warga Australia menemukan dirinya terlantar di bandara ketika penerbangan mereka dibatalkan.
Tapi sejak bulan Maret, Pemerintah Indonesia mengeluarkan visa darurat secara gratis yang memungkinkan warga asing menetap sementara sampai pandemi berakhir.
Kemudian pada bulan Juli, Pemerintah Indonesia juga memutuskan orang asing akan diizinkan tinggal jika mereka membayar perpanjangan visa bulanan.
Terlepas dari proses visa yang rumit, saat ini masih jauh lebih banyak orang Australia yang bertahan tinggal di Bali.
Salah satu di antaranya Leah Seymour, yang sudah tinggal di Bali sejak pertengahan tahun lalu setelah kena PHK di Australia.
Dia memegang visa sosial budaya yang memungkinkannya tinggal hingga enam bulan.
Seperti kebanyakan orang asing di Bali selama pandemi ini, visa Leah juga sudah lama kadaluarsa, tapi ia telah menyewa agen imigrasi setempat untuk membantunya mengajukan visa baru.
Ekspat Australia Menolong Warga Lokal
Merasa sebagai rumahnya sendiri, sejumlah warga Australia di Indonesia ikut membantu warga lokal.
Siap membantu orang asing
Beberapa warga asing di Bali ditolak permohonan visanya akibat kesalahan ketik atau ejaan. Mereka pun harus mengajukan permohonan baru sebelum tenggat waktu hari Kamis.
Beberapa di antaranya mengaku kesulitan untuk memperbarui paspor karena konsulat Australia tidak bekerja penuh.
Pihak imigrasi Bali yang dimintai tanggapannya mengatakan telah membantu warga asing untuk tetap dapat tinggal di Bali atau di tempat lain sampai pandemi selesai.
"Indonesia memberikan kesempatan kepada warga asing untuk tinggal di sini sampai tersedia penerbangan bagi mereka," kata Eko Budianto dari kantor imigrasi di Bali.
"Kami tidak pernah memaksa mereka pergi. Kami justru membantu warga asing agar bisa tinggal lebih lama tanpa melanggar hukum di Indonesia," jelasnya.
Leah sekarang berharap visa barunya akan keluar sebelum tenggat waktu berakhir.
Bagi Leah, kembali ke Australia saat ini bukanlah pilihan, karena ia tidak lagi punya rumah dan tak sanggup membayar biaya karantina.
"Jujur saja, itu semua jadi faktor utama. Itu uang besar untuk dua minggu, saya tidak sanggup bayar," ucapnya.
"Selain itu, saya tak punya kendaraan, tak punya rumah lagi di sana," kata Leah seraya menambahkan dia tak ingin menyusahkan orang lain untuk menumpang tinggal dengan mereka.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News
(ita/ita)