Terdakwa teroris Brenton Harrison Tarrant menolak didampingi pengacara untuk sidang vonis dalam kasus pembantaian jamaah masjid di Selandia Baru.
Sidang akan digelar pada bulan Agustus, dimana Brenton menghadapi 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, serta 1 dakwaan terorisme.
Pria kelahiran Australia berusia 29 tahun ini sudah mengakui perbuatannya menyerang jamaah yang sedang hendak menjalankan ibadah salat Jumat di dua masjid di kota Christchurch, 15 Maret 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Brenton diperkirakan akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Menurut laporan Radio Selandia Baru, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tinggi Christchurch yang digelar hari Senin pagi (13/07), terdakwa menyatakan tidak ingin didampingi pengacara dalam sidang vonis mendatang.
Hakim Cameron Mander sebenarnya telah menunjuk seorang pengacara jika ia ingin didampingi pengacara
Persidangan vonis akan menggunakan video sehingga para korban yang berada di luar negeri dapat menyaksikannya secara langsung.
Tidak kecewa
Sebelumnya terdakwa juga terang-terangan menyatakan ingin menyerang salat Jumat di masjid yang penuh dengan jamaah.
Menurut Ben Bickford, pengacara Cormac, kliennya telah menyesal dengan sejumlah unggahan tersebut.
Terdakwa melakukan hal itu, katanya, setelah diserang oleh sekelompok pria yang menurut dia adalah orang Islam.
Cormac sebelumnya telah menyatakan kekagumannya kepada teroris Brenton dan menyebutnya sebagai "orang Australia paling berani sejak Gallipoli".
Saat ditangkap oleh polisi, Cornac sempat menyatakan ia melontarkan banyak ancaman di medsos ketika sedang mabuk dan berupaya menghapus unggahannya ketika sadar ia "sudah berlebihan".
Ikuti informasi dan perkembangan terkini dari Australia di ABC Indonesia
(ita/ita)